SATELITNEWS.ID, SERANG–Kas daerah (Kasda) Pemprov Banten sebesar Rp1,551 Triliun yang telah resmi dikonversi menjadi penyertaan modal Bank Banten (BB), dianggap tidak mampu membuat bank plat merah tersebut menjadi sehat. Apalagi, hingga saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum mencabut status BB dari Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK).
Pengamat Ekonomi dari Institute For Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda, Senin (23/11) mengungkapkan, melihat peliknya permasalahan yang terjadi pada BB, sebesar apapun modal yang ditambahkan oleh Pemprov Banten, tidak akan membuat bank tersebut menjadi baik.
“Jadi bagi saya cerita tentang Bank Banten ini akan berakhir ketika dijual. Selama masih berdiri dengan bantuan Pemprov Banten, maka masalah akan tetap muncul,” kata Huda (biasa Nailul Huda disapa, red).
Ia menjelaskan, adanya keinginan keras dari pihak-pihak terkait termasuk DPRD Banten agar diberikan suntikan dana oleh pemprov berupa penyertaan modal dari kasda Rp1,551 triliun, semata-mata hanya untuk memuaskan kepentingan segelintir orang saja.
“PT BGD (Banten Global Development) selaku induk Bank Banten sudah menjadi perusahaan zombie yang tidak menghasilkan namun memakan uang dari Pemprov Banten melalui penanaman modal daerah ke PT BGD. Kenapa Bapak DPRD terhormat memaksakan ada penambahan modal ke PT BGD? Alasannya tentu saja ada “kolega” mereka yang masih bermain di sana. Alasan Bank Banten menjadi tameng mereka,” ungkapnya.
Adapun salah seorang nasabah BB yang juga masyarakat Banten (moch Ojat Sudrajat), telah mengajukan permohonan resmi kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar melakukan audit investigasi terhadap kredit macet atau Non Perform Loans (NPL) eks Bank Pundi Rp1,6 triliun dan tahun 2019 sebesar Rp188 miliar dikatakan Huda, langkah tersebut tidak berpengaruh besar, menginggat lingkaran kekuasaan di pemprov.
“Saya rasa pelaporan ke BPK bisa bermanfaat namun tidak signifkan mengingat ya kekuasaan Banten ya masih itu-itu juga. Sangat sulit untuk bisa menembus politik kotor di BUMD Banten,” ujar dia.
“Kalau saya pribadi lebih setuju Bank Banten dan PT BGD dibubarkan saja, dan bentuk sebuah perusahaan BUMD yang profesional dan kompeten. Tidak masalah provinsi ini tidak punya Bank Daerah. Sekarang punya pun sudah menjadi perusahaan zombie,” sambungnya.
Komisaris PT BGD, Razid Chaniago dihubungi melalui sambungan telponnya menjelaskan, saat ini dana kasda pemprov yang telah dikonversi menjadi penyertaan moda telah masuk ke rekening BB. “Betul, hari Jumat pekan lalu oleh Bendahara Umum Pemprov Banten (Rina Dewiyanti) kasda Rp1,551 triliun ditransfer ke BGD. Dan sesuai amanat Perda Nomor 1 tahun 2020 tentang penambahan modal BB, begitu masuk ke BGD, sihari itu juga langsung ditransfer ke Bank Banten,” ujarnya.
PT BGD selaku pemegang saham pengendali (PSP) BB mengaku tak mengetahui alasan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) selaku pemegang saham pengendali terakhir (PSPT) mencairkan dana Rp1,551 triliun. Akan tetapi pihaknya sudah memberi gambaran kepada WH terkait dengan resiko yang terjadi seperti akan menyasar kepada perbuatan melawan hukum kepada gubernur yang saat menjabat (WH, red) maupun gubernur sebelumnya, Rano Karno.
“Kami selaku induk perusahaan Bank Banten, bukannya menghambat penyehatan bank. Tapi yang kami lakukan adalah kehati-hatian. Sehubungan apa yang menjadi pertimbangan PSPT (WH) memprosesnya konversi kas daerah buat penyehatan Bank Banten saya tidak tahu. Tentunya PSPT yang lebih tahu,” ungkapnya.
Selain berdampak pada perbuatan hukum, ada hal lainnya harus menjadi perhatian bersama, baik PSPT maupun DPRD Banten. “Kan ada empat point yang diminta oleh OJK kepada Bank Banten yakni, likuiditas, penambahan modal, kredit macet dan penguatan managemen. Sedangkan permasalahan pokok Bank Banten adalah likuiditas. Ini jadi kekhawatiran kami. Karena dengan adanya tambahan modal, belum tentu masalah pokoknya dapat selesai. Karena kami juga tidak tahu apakah Rp1,551 trilliun uangnya, ada apa nggak,” ujarnya.
Sementara itu, menyikapi rencana right issue atau penjualan saham baru oleh BB sebanyak 60.820. 296. 083 lembar pada bulan Desember mendatang melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dengan harga Rp50 sampai Rp500 per lembar, Razid berharap rencana tersebut berjalan dengan baik. Namun pihaknya masih meragukan adanya investor dari Negeri Jiran, Malaysia tertarik membeli saham BB tersebut.
“Kami berharap right issue berjalan sukses dan Bank Banten menjadi sehat. Tapi kalau dari penjelasan Ketua Komisi III DPRD Banten (Gembong R Sumedi) yang menyebutkan bahwa pengurus Bank Banten selalu menyebut-nyebut akan ada investor dari Malaysia, tapi kenyataannya sampai sekarang belum ada bukti nyatanya, tentunya kami juga masih ragu, apakah benar ada investor dari Malaysia yang tertarik membeli saham Bank Banten, sedangkan kondisi perekonomian saat ini tidak baik karena Covid-19. Dan tambahan modal Rp1,551 triliun (konversi kasda Pemprov Banten) itu hanya peningkatan CAR. Sedangkan likuditasnya dari investor,” ungkapnya.
Plt Komisaris Utama Bank Banten, Media Warman dihubungi melalui telpon genggamnya mengungkapkan, investor dari Malaysia benar adanya, dan telah membuka rekening di Bank Mandiri. Bahkan, sebelum akhir Desember dana investor tersebut sudah ada.
“Sekarang sedang ada persiapan verifikasi dana investor oleh Bank Indonesia. Tanggal 25 atau tanggal 30 November sudah ada di Indonesia,” ujarnya.
Direktur Utama Bank Banten,Fahmi Bagus Mahesa melalui rilisnya menjelaskan, Bank Banten berhasil mendapatkan Dana Setoran Modal (DSM) dari Provinsi Banten melalui PT BGD. Tambahan modal tersebut
berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 5 tahun 2013 tentang Penambahan Penyertaan Modal Ke Dalam Modal Saham Perseroan Terbatas Banten Global Development untuk Pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten sebesar Rp1,551 triliun dengan memperhatikan Peraturan No.32/POJK.04/2015 tentang Penambahan Modal Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu.
“Dengan dukungan serta kepercayaan penuh yang telah diberikan oleh Pemerintah Provinsi Banten sebagai PSPT serta seluruh pemangku kepentingan lainnya, ini adalah amanah yang mesti dipertanggungjawabkan dan menjadi sebuah komitmen serta semangat Perseroan untuk bangkit membangun bank kebanggaan masyarakat Banten semakin maju serta dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk seluruh nasabah,” jelas Fahmi.
Pemerintah Provinsi Banten selaku PSPT Bank Banten, berkeinginan untuk mengoptimalkan kontribusi BB selaku lembaga intermediasi keuangan yang memiliki peranan penting dalam perekonomian di Provinsi Banten. Dengan tercatatnya BB sebagai Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang telah memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, maka lanjut Fahmi, langkah selanjutnya dari BB guna memenuhi harapan segenap pemangku kepentingan adalah melakukan transformasi digital dan peningkatan layanan sebagai Bank Devisa.
“Sebagai perusahaan terbuka dan diregulasi dengan ketat, selanjutnya, setelah penyertaan modal ini tercukupi kami optimis Bank Banten dapat terus bertumbuh secara berkesinambungan dalam rangka penciptaan nilai tambah bagi segenap pemangku kepentingan. Dengan demikian, Bank Banten diharapkan dapat secara langsung memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah Provinsi Banten beserta kota dan kabupaten di Provinsi Banten sebagai bagian penting dalam skema efek pengganda perekonomian daerah,” tutup Fahmi. (rus/bnn)
Diskusi tentang ini post