SATELITNEWS.ID, SERANG–Menteri Sosial (Mensos) RI Juliari P Batubara (JPB), resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komis Pemberantasan Korupsi (KPK) RI pasca-dilakukannya Operasi Tangkap Tangan (OTT), dalam kasus korupsi Bansos Covid-19 di Jabodetabek, terhadap seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Kemensos RI, Matheus Joko Santoso (MJS) dan dua orang dari pihak swasta, Ardian IM serta Harry Sidabuke.
Sedangkan JPB beserta seorang PPK lainnya yakni Adi Wahyono (AW), menyerahkan diri ke KPK RI pada Minggu dini hari. Kelimanya resmi ditetapkan sebagai tersangka. KPK juga menyita barang bukti berupa uang yang terdiri dari pecahan rupiah dan mata uang asing. Masing-masing sejumlah sekitar Rp11.9 miliar, 171.085 dolar Amerika Serikat atau setara Rp2,420 miliar dan 23 ribu dolar Singapura atau setara Rp243 juta.
Penangkapan JPB menuai apresiasi dari berbagai pihak. Termasuk pula aktivis anti korupsi dan mahasiswa yang ada di Provinsi Banten. Mereka mengatakan, penangkapan terhadap Mensos beserta rekan-rekannya merupakan bukti, bahwa pandemi Covid-19 justru dijadikan ajang untuk meraup keuntungan kelompok tertentu. TIdak terkecuali di Provinsi Banten.
Badan Pekerja Masyarakat Transparansi (Mata) Banten, Fuadudin Bagas, memberikan apresiasi terhadap KPK RI yang tidak segan-segan menangkap Mensos RI, berkaitan dengan kasus korupsi pengadaan Bansos.
“Apresiasi kami berikan kepada KPK RI yang tidak segan melakukan penangkapan terhadap Mensos RI. Tindak pidana korupsi merupakan hal yang sangat tercela, apalagi korupsi yang dilakukan pada program kebencanaan,” kata Bagas, Minggu (6/12).
Ia pun mendukung wacana pemberian hukuman mati kepada JPB beserta rekan-rekannya, yang telah mengorupsi Bansos Covid-19 hingga mencapai Rp14 miliar tersebut. Hal itu dikarenakan korupsi yang dilakukan oleh Mensos, secara langsung membunuh masyarakat yang membutuhkan bantuan di tengah pandemi Covid-19.
“Jika Rp14 miliar itu dikembalikan kepada masyarakat, tentu akan semakin banyak bantuan yang didapatkan oleh masyarakat. Mereka tidak perlu lagi ketakutan tidak makan, karena dijamin oleh negara. Tapi karena dikorupsi, masyarakat tidak dapat bantuan, akhirnya terpaksa keluar rumah untuk mencari nafkah,” tambahnya.
Sama halnya dengan korupsi yang dilakukan oleh Mensos, Fuad pun menuturkan bahwa kasus dugaan korupsi yang terjadi pada pengadaan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Kota Serang juga perlu ditindaklanjuti. Sebab, nominal yang muncul pada dugaan mark up anggaran tersebut juga mencapai miliaran rupiah.
“Nominal yang disebutkan sebagai kelebihan bayar tersebut mencapai angka Rp1.9 miliar. Sedangkan hitung-hitungan kami sekitar Rp3 miliar lebih, karena ada perbedaan penggunaan harga pasaran beras. Kalau kami mengacu pada anggaran satuan liter dari Distan sebesar Rp10.453, sedangkan Inspektorat sebesar Rp12.800 per liter,” ucapnya.
Kendati Inspektorat Kota Serang menuturkan bahwa kelebihan bayar sebesar Rp1.9 miliar tersebut telah dikembalikan oleh penyedia, yakni PT Bantani Damir Primarta (BDP), kepada Kas Daerah. Namun hingga saat ini, tidak ada keterbukaan dari Inspektorat terkait dengan pengembalian anggaran itu.
“Inspektorat selalu berkilah bahwa itu merupakan informasi yang tidak boleh dibuka kepada publik. Padahal, masyarakat merupakan pihak yang paling dirugikan dengan adanya tindakan tersebut,” tegasnya.
Ia pun menantang kepada Pemkot Serang, untuk dapat membuka seluas mungkin hasil tindaklanjut dugaan korupsi pada pengadaan JPS Kota Serang. Jika memang sudah dikembalikan, perlu kejelasan anggaran pengembalian itu digunakan untuk apa.
“Jangan sampai ngomongnya saja dikembalikan, tapi ternyata tidak. Berani gak Pemkot Serang buka seluas-luasnya, itu anggaran benar sudah dikembalikan belum. Mana bukti pengembaliannya? Lalu digunakan untuk apa uang tersebut? Harus jelas,” ujarnya.
Aliansi Jaringan Kawal Anggaran Corona (Jala Corona) pun turut angkat bicara. Aliansi yang sempat menggeruduk Kejati Banten dan Kejari Serang agar dua lembaga Adhyaksa tersebut turun tangan menyelidiki dugaan korupsi pada pengadaan JPS Kota Serang, menganggap penegakkan hukum atas penyelewengan anggaran Covid-19 mulai menunjukkan tajinya.
“Setelah hampir satu tahun pandemi Covid-19 merusak tatanan kehidupan di Indonesia, setelah triliunan rupiah dikucurkan untuk ‘penanganan’ pandemi ini tanpa dilakukan pengawasan yang benar-benar serius, akhirnya penegak hukum berani menunjukkan tajinya,” ujar perwakilan Jala Corona, Ahmad Fauzan.
Ia yang merupakan Presidium Gerakan Pemuda Kota Serang ini menuturkan, upaya pemberantasan korupsi anggaran bantuan Covid-19 yang dimulai dari pusat tersebut, harus bisa mulai merambah ke daerah-daerah, khususnya Provinsi Banten. Sebab, tidak menutup kemungkinan di setiap daerah pun ada permainan fee pengadaan bantuan.
“Siapa yang bisa menjamin untuk bantuan-bantuan Covid-19 yang berbentuk barang, tidak ada permainan-permainan seperti fee setiap paket dan lainnya? Tentu penegak hukum harus benar-benar turun melakukan evaluasi dan penyelidikan ketepatan penggunaan anggaran itu,” pungkasnya.
Di Kota Serang sendiri, lanjutnya, pada awal mula penyaluran JPS sudah menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pasalnya, masyarakat menduga adanya selisih anggaran yang cukup besar antara yang yang telah dianggarkan, dengan barang yang disalurkan kepada masyarakat.
“Misalnya dari mie yang seharusnya itu produk sekelas Indomie atau Mie Sedap, ternyata yang diberikan itu Top Ramen yang harganya di bawah Indomie atau Mie Sedap. Lalu ada juga sarden yang harga dan kualitasnya jauh dari yang dianggarkan,” ucapnya.
Dari situ saja, ia menduga terdapat selisih anggaran yang cukup besar. Bahkan berdasarkan hitungan dari pihaknya, kelebihan bayar yang terjadi dapat mencapai Rp2 miliar lebih. Ia pun meminta kepada KPK agar dapat segera turun tangan dalam persoalan tersebut.
“Karena kami pun sudah pernah mendesak Kejari dan Kejati untuk dapat turun tangan mengusut skandal itu. Tapi nyatanya mereka lebih memilih diam. Maka dengan adanya angin segar pemberantasan korupsi dari pusat, kami harap dapat merambah pula ke daerah, khususnya Provinsi Banten,” tegasnya.
Senada disampaikan oleh Kepala Divisi Kebijakan Publik pada Pattiro Banten, Amin Rohani. Ia meminta kepada KPK untuk dapat turun tangan dalam persoalan itu. Sebab, penangkapan Mensos merupakan kali pertamanya dilakukan oleh aparat penegak hukum, berkaitan dengan anggaran Bansos Covid-19.
“Melihat apa yang terjadi di tingkat pusat dengan adanya temuan temuan penyelewengan di daerah. Harusnya menjadi dasar kuat untuk KPK dapat menyisir tindakan korup di daerah-daerah,” tukasnya.
Menurutnya, tindakan melawan hukum yang dilakukan pada pengadaan JPS bukan hanya terkait mark up anggaran saja, namun juga terdapat penyimpangan aturan dalam pengadaan JPS tersebut. Hal itu berdasarkan hasil kajian SE Kepala LKPP Nomor 3 tahun 2020 tentang penjelasan atas pengadaan barang dan jasa dalam rangka penanganan Covid-19.
Pada huruf E no 3 poin a disebutkan bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam rangka penanganan darurat Covid-19, penjabat pembuat komitmen (PPK) dalam hal ini Dinsos Kota Serang harus menjalani beberapa langkah.
“Diantaranya yakni menunjuk penyedia yang antara lain pernah menyediakan barang/jasa sejenis di instansi pemerintah atau sebagai penyedia dalam katalog elektronik,” ujarnya.
Namun ternyata, dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh pihaknya, PT Bantani Damir Primarta yang merupakan penyedia JPS tersebut tidak ada dalam daftar penyedia e-katalog. Selain itu, perusahaan tersebut diduga tidak pernah menyediakan barang/jasa sejenis di instansi pemerintah.
“Sesuai dengan yang ditunjukan oleh situs sirup.lkpp.go.id dan inaproc.id. Hal ini terjadi karena Dinsos tidak melibatkan BLPBJ dalam proses penunjukan penyedia JPS tersebut, seperti yang dinyatakan oleh kepala BLPBJ pada beberapa pemberitaan saat itu,” terangnya.
Selain itu, Dinsos disebut tidak memperhatikan huruf b point 3 bahwa untuk pengadaan barang, PPK harus melakukan pembayaran berdasarkan barang yang diterima. Pembayaran dapat dilakukan dengan uang muka, atau setelah barang diterima (termin atau seluruhnya).
“Akan tetapi Dinsos justru telah membayarkan pengadaan JPS hingga tiga bulan dimuka secara penuh,” imbuhnya. (dzh/bnn)
Diskusi tentang ini post