SATELITNEWS.ID, SOLO–Jelang Natal, jelang Idul Fitri, atau di waktu-waktu luang, Hasan Mulachela rutin berbagi kepada sesama. Selama blusukan itu, dia kerap menemukan berbagai kesenjangan yang membuatnya tergerak untuk terus ikut turun tangan.
Dengan celana bahan dan kemeja lengan pendek, Hasan Mulachela mengetuk tiap pintu rumah warga Kristiani di Kecamatan Jebres, Kota Solo, menjelang Natal lalu. Selain mengucapkan selamat Natal, dia membagikan beras dan uang. ”Tak boleh ada umat Kristen yang kelaparan di hari raya mereka,” kata pria yang akrab disapa Habib Hasan itu kepada Jawa Pos Radar Solo.
Sejak 2004 dia melakukan itu, berbagi kepada sesama. Hampir di tiap waktu luang. Tak cuma menjelang Natal, tapi juga menjelang Idul Fitri. Atau juga di hari-hari lain.
Pada masa pandemi ini, misalnya, pengusaha di bidang kuliner itu berkeliling dari kampung ke kampung sejak Maret lalu.
Bahkan sampai ke beberapa kota dan kabupaten di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Tanpa memandang latar belakang yang dia bantu.
Julukan Sinterklas dengan peci putih dan masker pun disematkan kepada pria 65 tahun tersebut. Dan menjelang Natal kali ini, Habib Hasan mendatangi para penganut Kristiani mulai Kamis sore (24/12).
Bagi dia, toleransi pokok untuk dibumikan. Kegiatan berbagi dimaknainya sebagai upaya mempererat ikatan persaudaraan kemanusiaan dan makhluk sosial.
Bagi dia, toleransi itu indah. Keindahan itu juga yang dia rasakan saat menerima hadiah dari warga nonmuslim.
Laku merawat harmoni antarumat beragama tersebut rutin dia lakukan sejak 2004. Pascapensiun dari hiruk pikuk dunia partai.
Di tiap rumah yang diketuk, Habib membagikan 5 kilogram beras dan uang Rp 100 ribu. Dengan begitu, uang tersebut bisa dibelanjakan ke warung sekitar. Buntutnya, perekonomian warga sekitar ikut bergerak.
Waryanti, salah seorang warga Jebres, Solo, mengungkapkan rasa syukur atas uluran tangan Hasan. Di tengah impitan pandemi Covid-19, masih ada umat lain yang membantu.
”Terima kasih, puji Tuhan ini berkat yang melimpah bagi kami di Hari Natal. Puji syukur, kita sama-sama saudara saling membantu,” katanya.
Tiap hari Habib Hasan menargetkan 100 orang bisa dibantu. Dia juga mengajak orang-orang berpunya lain mau turun dan berbagi. Sebab, masih banyak masyarakat yang membutuhkan.
Selama blusukan, Habib kerap bertumbukan dengan kesenjangan sosial. Begitu banyak orang yang kekurangan. Bahkan sakit maupun memiliki kelainan fisik, tapi masih berusaha bekerja. Masih memikul beban tanggungan keluarga.
Sebagian lainnya terkena pemutusan hubungan kerja. Apa yang dia lihat itu terus menjadi bara yang menggerakkannya untuk turun berbagi.
”Saya kaget kenapa saya baru melihatnya sekarang. Kasihan, kenapa saya hidup enak, tapi mereka seperti itu. Padahal, kita sama-sama makhluk Tuhan,” kenangnya.
Habib Hasan berharap ada pemulihan perekonomian di lini bawah pada masa pandemi yang berkepanjangan ini. Jika tidak, masyarakat yang terdampak akan semakin kesulitan. Toleransi juga harus terus diuri-uri (dirawat). Tak hanya di Kota Solo, tapi juga di seluruh Indonesia.
Refleksi kemerdekaan dan kemakmuran yang selama ini, bagi dia, bermula dari toleransi. Dia menilai semua agama dan golongan memberikan sumbangsih untuk kemerdekaan Indonesia.
Kurangnya pengalaman dan pengetahuan politik, kata dia, membuat masyarakat mudah dibodohi tokoh-tokoh yang memiliki agenda sendiri. Baik yang mengaku ulama maupun politisi.
Habib juga mempertanyakan kontribusi kelompok-kelompok tersebut bagi Indonesia. ”Jangan koar-koar ceramah segala macam. Tapi, praktikkan di lapangan,” katanya. (ragil listiyo/jpg)
Diskusi tentang ini post