SATELITNEWS.ID, TIGARAKSA—Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang akan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Layak Anak. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi anak-anak dari predator pedofil yang sudah merusak generasi muda.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Tangerang, Tedy Muryanto mengatakan, bahwa perlakuan predator anak di Kabupaten Tangerang sudah sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, sepanjang bulan Januari 2020 sudah 11 kasus terkait pencabulan terhadap anak-anak.
“Awal tahun ini ternyata perlakuan pencabulan anak di bawah umur sudah banyak. Jadi melalui program Bapak Bupati ini akan diberlakukan Perda Kabupaten Layak Anak. Hal ini untuk memenuhi hak-hak anak, dari hak hidup, keselamatan, dan segala macemnya. Saat ini semuanya sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang,” kata Tedy kepada Satelit News, Minggu (16/2).
Tedy mengatakan, pihaknya sudah bekerja sama dengan tiga Polres dan RS yang ada di Kabupaten Tangerang, diantaranya Polres Kota Tangerang, Polres Metro Tangerang Kota, dan Polres Tangsel. Sedangkan untuk rumah sakitnya yakni RSUD Kabupaten Tangerang, RSUD Balaraja, RSUD Pakuhaji dan beberapa RS Swasta.
Menurut Tedy, di sepanjang tahun 2019, angka pelecehan seksual terhadap anak mencapai 49 kasus. Kata dia, hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, maka harus dilakukan pencegahan agar hal serupa tidak terulang kembali.
“Kita tidak main-main, kami juga sudah bekerja sama dengan tiga Polres dan RS, sehingga jika terjadi hal serupa bisa langsung visum tidak perlu ribet. Hal ini tidak bisa dibiarkan harus ditindak tegas dan ini instruksi dari Presiden dan Bupati langsung. Perlu diketahui hal ini tidak terjadi di Kabupaten Tangerang saja,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala DP3A Kabupten Tangerang, Asep Jatnika Sutrisno menambahkan, beberapa upaya terus dilakukan oleh pihaknya agar kasus kekerasan seksual terhadap anak bisa dicegah. Diantaranya melakukan langkah-langkah preventif, mulai dari sosialisasi kepada siswa tentang Undang-undang Perlindungan Anak, pendekatan kepada orangtua dan sosialisasi ke masyarakat.
“Harus sudah mulai paham bahwa mencolek atau memegang bagian tubuh perempuan, terutama anak di bawah umur atau melakukan gerakan yang bersifat seksual bisa terkena undang-undang. Kita terus sosialisasikan hal itu agar masyarakat tahu,” jelasnya.
Lanjut Asep, pihaknya juga melakukan upaya trauma healing kepada korban. Upaya itu dilakukan agar anak-anak yang menjadi korban tidak lagi mengalami trauma dan bisa kembali berbaur dengan masyarakat.
“Trauma healing tersebut suatu upaya untuk membantu anak-anak tersebut untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan gangguan psikologis, yang sedang dialami yang diakibatkan syok atau trauma,” imbuhnya.
Asep berharap, remaja juga bisa memfilter dirinya sendiri untuk menghindari hal yang dapat memicu perlakuan yang tidak menyenangkan. Serta jangan mengonsumsi konten-konten yang dapat menimbulkan efek negatif.
“Pengaruhnya sangat besar. Jadi selain pendampingan orang tua, anak-anak juga harus menjadi anak cerdas. Mana konten yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi,” pungkasnya. (alfian/aditya)
Diskusi tentang ini post