SATELITNEWS.ID, JAKARTA—Tiga dari delapan pemain bulu tangkis Indonesia yang terlibat dalam kasus judi dan pengaturan hasil pertandingan bertemu dengan pengurus PP PBSI di Cipayung, Jakarta Timur, Senin (11/1). Tiga pemain yang datang adalah Agripinna Prima Rahmanto Putra, Mia Mawarti, dan Putri Sekartaji. Mereka ditemui oleh Wakil Sekretaris Jenderal PP PBSI Eddy Sukarno.
Sementara lima pemain lain yang dihukum oleh BWF adalah Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Afni Fadilah, dan Aditya Dwiantoro tidak menunjukkan batang hidungnya.
Dua dari tiga pemain tersebut, yaitu Agripinna dan Mia memilih mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Swiss. Mereka banding karena merasa tidak bersalah melakukan rekayasa hasil pertandingan dan atau berjudi. Sementara Putri Sekartaji tidak melakukan banding dan menerima hukuman skors 12 tahun dan denda USD 12.000 atau sekitar Rp 170,3 juta.
“Karena mereka masih sebagai warga PBSI, maka ketika mereka meminta bantuan dan perlindungan, tentu kita bantu dan dampingi,” kata Eddy dalam siaran pers PP PBSI.
Memori banding tersebut, menurut Eddy akan segera dikirim pasca kedua pemain melakukan tanda tangan. Agri yang mendapatkan skors enam tahun dan denda USD 3.000 (Rp 42,589 juta), kepada situs resmi PP PBSI mengaku hanya sabagai korban.
Dia menolak tuduhan BWF bahwa dia bertaruh dengan Hendra Tandjaya. Dalam versi Agri, dia hanya akan mentraktir Hendra makan di restoran cepat saji. Ini jika Dionysius Hayom Rumbaka yang dijagokannya, memenangi pertandingan melawan Hashiru Shimono asal Jepang yang saat itu tengah bertanding.
Namun, pilihan Agri tersebut oleh Hendra dimasukkan ke rekening perjudian online yang dimiliki Hendra. Hal ini yang kemudian menjerat Agri.
Pengakuan Agri ini bertentangan dengan testimoni Hendra di dokumen resmi BWF. Di sana, Hendra mengatakan bahwa Agri memiliki akun judi. Dia juga minta info kepada Hendra bagaimana cara memakai akun itu.
Selain itu, Agri memang berjudi dan meminta Hendra untuk menjadi fasilitator. Hendra juga mengaku memasang duit taruhan dari Agri di Vietnam Open 2017 dan ketika Hendra sedang bermain.
Di samping berjudi, BWF juga memberikan hukuman kepada Agri karena tidak melaporkan usaha Hendra yang mengajaknya mengalah pada babak pertama Vietnam Open 2017. Ketika itu, Agri turun di nomor ganda putra. Mantan pemain PB Jaya Raya Jakarta itu berpasangan dengan pemain Malaysia Ching Weng Chua.
Hendra waktu itu membujuk Agri agar mengalah dalam pertandingan babak pertama Vietnam Open 2017 melawan ganda Malaysia Shia Chun Kang/Tan Wee Gieen.
Walaupun menolak tawaran mengalah, Agri/Chua ternyata tetap kandas. Mereka dihajar Shia/Tan dalam dua game langsung dengan skor telak 11-21, 5-21.
“Kesalahan saya adalah karena tidak melaporkan terjadinya perjudian tersebut ke BWF. Namun sebagai pemain, saya pun tidak mengetahui kalau tidak melapor itu adalah melanggar Etik BWF. Saya pun tidak tahu harus melapor ke siapa, yang saya tahu, pelanggaran Etik BWF itu hanya soal perjudian saja,” tutur Agri.
Sementara untuk kasus Mia, dia dituduh karena menerima uang Rp 10 juta untuk mengalah, tak melaporkan terjadinya pengaturan pertandingan kepada BWF, dan tidak hadir dalam wawancara atau undangan investigasi oleh BWF.
Atas kesalahannya itu, Mia diskors 10 tahun dan tidak boleh terlibat dalam pertandingan internasional. Dia juga didenda USD 10.000 (Rp 141,9 juta).
“Terhadap hukuman itu, saya mengajukan banding agar Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF,” ujar Mia yang kini membela klub Semen Baturaja, Palembang.
Menurut pemain berusia 24 tahun tersebut, uang hasil kesepakatan dengan Hendra tersebut adalah uang saku untuk dirinya selama mengikuti kejuaraan. Mia juga tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari hasil judi yang dilakukan oleh Hendra.
“Lalu dalam hal tuduhan saya menyetujui retired di New Zealand Open 2017 pada partai ganda putri, juga sama sekali tidak benar,” kata Mia.
“Bahkan saya berdebat dengan Hendra di tengah lapangan. Saya tidak mau retired tapi Hendra sebagai ofisial meminta ke wasit agar pertandingan dihentikan dengan menyebut saya tidak mungkin melanjutkan pertandingan karena cedera. Padahal saya tidak cedera,” tambahnya.
Saat itu, Mia yang berpasangan dengan Putri Sekartaji berhadapan dengan pemain Australia Danielle Tahuri/Xie Yongshi. Pada game pertama, Mia/Putri kalah dengan skor 5-21. Mereka lantas tidak mampu melanjutkan pertandingan karena dianggap cedera.
Soal, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF, sama seperti Agri, Mia tidak mengetahui bahwa tidak melapor ke BWF adalah pelanggaran kode etik. Yang dia tahu, pelanggaran kode etik hanya berupa perjudian saja.
“Selain itu, BWF tidak pernah melakukan investigasi langsung kepada saya, sehingga saya tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya. Dengan demikian putusan BWF dilakukan secara sepihak tanpa mendengar penjelasan dan pembelaan dari saya sebagai korban,” papar Mia.
Karena itu, Mia meminta CAS bisa menerima permohonan bandingnya. Juga meminta Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF karena dirinya masih ingin terus berkarier sebagai pemain sebagai mata pencahariannya.
Di sisi lain, partner Mia yakni Putri memilih tidak banding dan menerima hukuman dari BWF. Selain dituding mengalah saat berpasangan dengan Mia, Putri juga didakwa mengalah ketika berpartner dengan Hendra di New Zealand Open 2017.
“Hukuman BWF itu keliru dan tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya. Oleh karena itu, saya meminta agar Pengadilan CAS memeriksa, mengadili dan memutuskan saya tidak melanggar kode etik BWF dan dinyatakan tidak bersalah dengan menyatakan putusan BWF dinyatakan batal,” tulis Agri dalam memori banding yang akan dikirim ke Pengadilan CAS.
“Apabila yang mulia CAS berpendapat lain, saya mohon minta keadilan karena hukuman yang dijatuhkan kepada saya terlalu berat. Profesi pemain bulu tangkis merupakan satu-satunya mata pencaharian saya dan keluarga,” tambah Agri yang kini membela klub Berkat Abadi Banjar, Kalimantan Selatan tersebut. (jpg/gatot)
Diskusi tentang ini post