SATELITNEWS.ID, TANGERANG,SN—Para pedagang daging sapi di Kota Tangerang mengancam akan melakukan aksi mogok berjualan selama tiga hari terhitung hari ini, Rabu (20/1) hingga Jumat (22/1). Langkah itu merupakan bentuk protes terhadap kenaikan harga daging sapi belakangan ini.
Aksi mogok berjualan juga diinstruksikan Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) melalui surat edaran. Dalam surat tersebut, para pedagang daging sapi se-Jabodetabek diminta untuk tidak melakukan aktivitas perdagangan terhitung mulai 19 hingga 22 Januari.
APDI memprotes harga daging sapi di rumah pemotongan hewan yang semakin meningkat. Saat ini harga per kilogram daging sapi yang belum dipisah antara tulang dan kulitnya sebesar Rp 95.000 sehingga dianggap terlalu tinggi untuk dijual kembali ke pasar.
Salah satu pedagang daging sapi di Pasar Anyar, Tubagus Aris mengatakan sepakat dengan aksi tersebut. Lantaran dirinya ingin harga daging sapi distabilkan.
“Sangat setuju dengan adanya aksi mogok dagang karena sebagai bentuk protes mempertanyakan sebab dari kenaikan harga daging kepada pusat atau importir,” ujar Aris kepada Satelit News, Selasa, (19/1).
Pria 40 tahun ini mengungkapkan kalau kenaikan harga daging sapi sudah berlangsung sejak Desember tahun lalu. Melonjaknya harga daging sapi di RPH membuatnya terpaksa menaikkan harga dari Rp 110 ribu per Kg menjadi Rp 120 ribu per Kg. Hal ini pun berpengaruh dengan dayab eli masyarakat yang menurun drastis. Terlebih kondisi ini diperburuk dengan adanya pandemi Covid-19.
“Omzet pendapatan ikut menurun secara drastis lebih dari 50 persen. Ditambah lagi, pedagang daging memiliki konsumen dari tukang bakso hingga rumah makan yang jam bukanya dibatasi hingga pukul tujuh malam. Otomatis pendapatan mereka berkurang, jangankan untung modal pun mereka belum tentu kembali,” ungkap Aris.
Hal senada diungkapkan oleh pedagang lainnya, Hamid Andillah. Pria 40 tahun ini menjelaskan, harga yang dibeli dari distributor terlalu tinggi. Sehingga membuatnya kesulitan ketika harus menjual kembali ke pasar.
“Sekarang kejual Rp 120 ribu itu belum termasuk biaya transportasi. Rp 120 ribu perkilo daging lokal, bukan impor,” jelasnya.
Dia menuturkan sebelum adanya kenaikan harga, omzet yang diperoleh hingga Rp 50 juta perharinya. Namun, menurun lebih dari 50 persen.
“Perhari 2 ekor. Ini satu ekor juga kurang. Biasanya 50 jutaan. Ini karena harga naik jadi 20 jutaan. Kami setuju banget penutupan besok. Harapannya minimal turun ke harga awal, 100 ribu lah bisa ngejual daging lokal,” tuturnya.
Kepala UPT Rumah Potong Hewan (RPH) Bayur, Sugeng Priyono mengatakan harga daging sapi yang dibeli pedagang dari pemasok naik menjadi Rp 96 ribu dari yang mulanya Rp 91 ribu perkilonya. Harga daging tersebut masih berbentuk karkas. Yakni daging utuh yang masih terdapat tulang namun tanpa kepala dan jeroan.
“Setelah dibeli dari karkas kan dijual ke pasar. Nah karkas itu masih ada tulangnya. Itu biasanya dipisahkan antara tulang dan daging. Nah tinggal dagingnya itu mereka kebingungan mau jual berapa di pasar,” kata Sugeng.
Pedagang daging sapi pun dilema. Di satu sisi, bila mereka menaikkan harga maka daya beli masyarakat akan berkurang. Namun, di lain sisi bila mereka pertahankan harga awal, pendapatannya tidak akan menutupi pengeluaran. Seperti operasional dan lainnya.
“Atau mungkin rugi jadi agak susah jual daging itu kalau harga terlalu tinggi,” kata Sugeng.
Sugeng pun tak mengetahui pasti penyebab harga daging naik. Menurutnya RPH hanya berkewajiban melayani masyarakat yang ingin menggunakan jasa pemotongan hewan.
“RPH sifatnya melayani. Jadi itu kalau ada yang membutuhkan jasa pemotongan ya kita layani. Kalau mogok itu bukan dari pihak kita,” ujarnya.
Kepala Bidang Perdagangan untuk Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Tangerang, Eni Nuraeni mengatakan ada dua kemungkinan harga daging sapi melonjak. Pertama karena dari peternak yang sengaja menaikkan harga. Kemudian, peternak menimbun sapi dan ketika harga naik mereka jual.
“Ini ada dua kemungkinan, pertama kan daging sapi di kita banyaknya impor dari Australia dari sana harganya tinggi pasti bisa jadi ada kenaikan. Lalu, si peternak yang memang, ini ada kecurigaan dinaikkan dulu lah. Jadi harganya tinggi, baru kemudian dikeluarkan,” ungkap Eni.
Dia mengatakan kalau rata-rata sapi potong didatangkan dari Australia. Namun demikian harganya tidak terlalu jauh perbedaannya. “Tergantung bagiannya kalau has dalam lebih tinggi, tidak terlalu jauh sih,” imbuh Eni.
Sejauh ini kata Eni, masih ada sejumlah pedagang daging sapi di pasar. Namun, perkembangannya mereka tetap akan melaksanakan mogok di hari berikutnya.
“Yang potong sendiri mungkin dia masih bisa berjualan dengan harga yang biasa,” katanya. (irfan/mg2/mg3/gatot)
Diskusi tentang ini post