SATELITNEWS.COM, CIPUTAT–Hingga pekan lalu, Jumat 22 Januari 2021 lalu, Hasan Asy’ari Oramahi M.Ag sudah menyalatkan 560 jenazah yang meninggal dunia akibat Covid-19 di Kota Tangerang Selatan. Hampir setiap hari selama pandemi berlangsung Hasan melaksanakan salat yang berstatus hukum fardlu kifayah dalam agama Islam itu. Bagaimana kisahnya?
Pagi itu matahari sudah tinggi. Pelayat berkumpul di tepi pemakaman tempat pemakaman umum (TPU) Jombang, Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Petugas dan pengurus makam juga bersiap sembari menanti jenazah pasien Covid-19 yang dibawa dari rumah sakit setelah dimandikan. Para penggali kubur beristirahat sambil tetap siaga. Mereka berpakaian dengan alat pelindung diri (APD) lengkap.
Setelah cukup lama menunggu, ambulans pun datang. Jenazah yang sudah terbungkus rapi, dimasukkan ke dalam peti. Petugas membawa jenazah tersebut ke tepi kubur yang sudah digali untuk disalatkan sebelum dimasukkan ke pembaringan.
Ustaz Hasan AO, sapaan Hasan Asy’ari Oramahi, kemudian melakukan salat jenazah. Dengan memakai sarung dan masker, Hasan berdiri sendirian di depan makam untuk menyalatkan jenazah. Pihak keluarga dan pelayat tidak bisa mengiringi prosesi penguburan dan hanya dapat menyaksikan sambil mendoakan dari kejauhan.
Beberapa jam pun berlalu. Hasan Asy’ari Oramahi yang juga bekerja sebagai pegawai KUA Kecamatan Ciputat Timur bersiap lagi untuk menyalatkan jenazah pasien Covid-19. Dalam satu hari, jenazah Covid-19 yang datang mencapai 7 sampai 9 orang. Begitulah aktivitas Hasan AO sejak pertama kalinya menyalatkan jenazah di TPU Jombang pada April 2019.
Ia menceritakan kisahnya kepada wartawan Satelit News di kediamannya yang berada di depan TPU Jombang, Ciputat. Hasan menyebutkan, bahwa per hari itu, yaitu Jumat 22 Januari 2020, ia sudah menyalatkan kurang lebih 560 jenazah pasien Covid-19. Pada hari itu, ada 9 jenazah pasien Covid-19 dimakamkan di TPU Jombang. 7 di antaranya adalah muslim. Dua lainnya adalah kristiani.
Sebelum dimakamkan, jenazah pasien Covid-19 yang muslim dimandikan di rumah sakit tempat sebelumnya dirawat. Namun, ada yang berbeda. Yaitu cara memandikannya.
Pada umumnya, jenazah muslim dimandikan dengan air dan sabun khusus. Tapi jenazah Covid-19, dimandikan dengan cara tayamum. Ustaz Hasan AO menjelaskan, hal ini dilalukan dengan berlandas pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Muslim yang terinfeksi Covid-19.
“Dalam fatwa tersebut dibolehkan pengurusan jenazah tidak memandikan dengan air. Bisa dengan tayamum, dengan mengusap debu pada wajah dan tangan mayit. Bahkan apabila tidak memungkinkan, mayit boleh tidak dimandikan dan ditayamumkan dan langsung dikafani,” terang Hasan AO, yang juga merupakan Ketua Tanfidziyah Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Kecamatan Ciputat.
Ustaz yang pernah mengenyam pendidikan agama Islam di Pondok Pesantren Majma’ul Bahrain, Kabupaten Bogor, ini mengatakan, seiring berjalannya waktu, protokol kesehatan (Prokes) dalam menyalatkan jenazah Covid-19 saat ini lebih mudah.
“Dulu itu menyalatkan jenazah harus APD lengkap, pakai hazmat. Sekarang cukup dengan 3M yakni memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak,” ujarnya.
Menurut Hasan, APD lengkap dengan baju hazmat tidak dipakai lagi karena dua alasan. Yang pertama adalah biayanya mahal. Setiap baju hazmat berharga 500 ribu per orang dan setelah dipakai harus langsung dibakar. Alasan kedua adalah jika menggunakan APD maka yang dapat mengikuti kegiatan salat jenazah akan sedikit lantaran persediaan terbatas.
“Baju hazmat atau APD nya juga tidak nyaman kalau dipakai menyalatkan jenazah di siang hari. Rasanya gerah,”ungkap Hasan.
Di tengah percakapan, lulusan Magister Studi Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta tersebut menerangkan mengapa ia bisa menyalatkan sebanyak 560 jenazah. Padahal risiko tertular dan kelelahan bisa merugikan dirinya.
“Saya niatkan pengabdian. Untuk agama, untuk negara, untuk kemanusiaan. Lelah dan takut saya rasakan. Tapi mengingat keadaan, petugasnya kurang, dan saya tinggal di dekat TPU Jombang ini maka saya berani mengabdi,” ucap Hasan.
“Dan juga, pengurus TPU itu sepupu saya. Pak Tabroni. Ia meminta saya untuk membantu pengurusan jenazah Covid-19 yang dimakamkan di sini,” sambungnya.
Hasan dan para petugas serta pengurus TPU Jombang setiap hari bergotong royong untuk melayani pengurusan jenazah Covid-19. Dari pagi sampai malam hari. Bahkan pernah ia berjaga sampai dini hari.
“Pernah saya diam di sana (TPU Jombang) sampai jam 2 pagi bahkan sampai subuh. Karena waktu itu ada jenazah dimakamkan jam segitu,” katanya.
Saat ini, Jumat (22/1), TPU Jombang sudah menampung sebanyak 567 jenazah terinfeksi Covid-19. Meski ada penambahan area makam, Hasan berharap penularan dan jatuh korban akibat Covid-19 dapat berakhir secepat mungkin.
“Kita tidak tahu kapan musibah ini berakhir. Dampaknya sangat terasa. Bukan hanya rakyat bahkan negara pun sudah banyak keluar biaya untuk penanganan Covid-19 ini. Semoga ada titik terang sehingga tidak ada lagi korban,” paparnya.
Ia berpesan kepada warga Tangerang Selatan agar turut serta membantu penanganan Covid-19 dengan cara menerapkan Prokes. “Buat masyarakat Tangsel, saya berpesan, jangan meremehkan Covid-19 dan setia untuk pakai masker, jaga jarak dan cuci tangan,” pungkasnya. (ahmad naufal /gatot)
Diskusi tentang ini post