SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan menjadi tolok ukur komitmen Presiden Joko Widodo. Mengingat, selama kurang lebih 2,5 tahun, kasus penyerangan penyidik senior KPK itu masih ‘gelap’.
Menurut dia, kasus penyerangan Novel menjadi ujian Presiden Jokowi apakah mampu mengerahkan daya yang dimiliki seorang kepala negara untuk mengungkap pelaku atau malah sebaliknya. Mengingat pejuang HAM sebenarnya juga mengupayakan kepentingan negara dan bangsa. Sementara Novel dalam skema Komnas HAM masuk kategori sebagai pembela HAM.
“Ini kasus yang jadi tantangan Presiden Jokowi, apakah dia mampu mengungkapkan dan membawa pelakunya ke pengadilan. Karena presiden memiliki semua kemampuan yang disediakan oleh negara,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Selasa (10/12).
Komnas HAM akan segera melayangkan surat ke Jokowi dan KPK terkait berlarutnya kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Komnas HAM akan mengingatkan bahwa Jokowi memiliki wewenang dan fungsi pengawasan terhadap kinerja tim kepolisian. Sedangkan surat ke KPK berisi pemberitahuan bahwa ditemukan indikasi penghalang-halangan proses penyidikan kasus Novel yang bisa ditindaklanjuti oleh petinggi lembaga antirasuah.
Di sisi lain laporan hasil pemantauan tim Komnas HAM menemukan sejumlah indikasi, salah satunya dugaan abuse of process dalam pengusutan kasus penyerangan Novel. Anggota tim kuasa hukum Novel, Muhammad Isnur yang juga menerima salinan berkas hasil pemantauan mengungkapkan ada sejumlah temuan, salah satunya soal aktor-aktor yang diduga menghambat proses pengusutan perkara.
“Apakah kepolisian juga mengevaluasi oknum-oknum aparat yang melakukan, misalnya, kesalahan-kesalahan proses penyidikan. Kan ada, di polres bagaimana, polda bagaimana, di Bareskrim bagaimana. Komnas HAM menemukan itu, termasuk menyebut nama-nama,” kata Isnur.
Selain itu kata dia, hasil pemantauan yang juga diserahkan ke kepolisian dan KPK tersebut juga menemukan dugaan pengabaian sejumlah bukti yang dianggap penting dan kuat. Jika serius, mestinya temuan tersebut pun bisa ditindaklanjuti dengan menggunakan pasal obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
“Laporan [Komnas HAM] itu lebih ke proses yang secara forensik, secara hukum acara pidana, secara teknik penyidikan sebenarnya mudah dan cepat. Misalnya ada temuan, ada beberapa CCTV yang sebetulnya sangat bagus, itu nggak diambil oleh penyidik. Pertanyaannya, kenapa itu nggak diambil?” tutur Isnur lagi.
Itu sebabnya tim kuasa hukum mempertimbangkan untuk membuka ke publik hasil pemantauan Komnas HAM. Namun ia dan tim kuasa hukum akan terlebih dulu mendiskusikan kemungkinan itu dengan Novel juga KPK. Selain juga, mengukur untung-rugi terhadap proses pengusutan ketika dokumen tersebut dibuka ke muka umum.
“Bagi kami sebetulnya tiga tahun ini kan waktu yang sudah sangat cukup untuk bilang bahwa ini adalah gagal. Bahwa ini arahnya memang sengaja untuk tidak diungkapkan,” kata dia. “Kami mendorong ini dibuka ke publik, untuk bagian dari menekan agar kepolisian dan presiden punya perhatian serius. Semakin ditutup dokumen ini, semakin tidak terungkap,” ujar Isnur LAGI.
Presiden Jokowi sendiri mengaku mendapatkan laporan dari Kapolri Jenderal Idham Azis bahwa ada temuan baru dalam kasus penyiaram air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
Jokowi mengatakan temuan baru ini disampaikan Idham saat bertemu dirinya kemarin di Istana. “Dijawab ada temuan baru yang sudah menuju pada kesimpulan,” kata Jokowi, di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, kemarin.
Jokowi mengaku langsung meminta Idham untuk segera mengumumkan pelaku penyerangan Novel. Ia minta kasus ini diungkap dalam hitungan hari. “Saya tidak bicara masalah bulan. Kalau saya bilang secepatnya berarti dalam waktu harian. Udah tanyakan langsung ke sana,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Argo Yuwono mengatakan pihaknya serius menyidik kasus ini. “Nanti kita doa bersama lah mudah mudahan penyidik nanti ada waktu akan menyampaikan penyidikan tersebut, sangat serius penyidik menangani kasus ini,” kata dia.
Disampaikan Argo, dalam pertemuan dengan Jokowi di Istana, Kapolri Jenderal Idham Azis juga telah menyampaikan berbagai perkembangan proses pengungkapan. Termasuk, soal dua metode proses penyelidikan kasus tersebut, yakni induktif dan deduktif.
Dalam metode induktif, kata Argo, penyidik telah melakukan penyisiran TKP dan memeriksa 73 saksi. Rekaman CCTV di sekitar lokasi juga telah dikirimkan ke Australia sebagai bahan perbandingan. “Tentunya partisipasi masyarkat yang kita tunggu tentunya kita sudah membuat beberapa saluran informasi yang akan kita terima dari masyarakat,” tutur Argo.
Desakan agar Jokowi dan Polri lekas mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan datang dari sejumlah pihak. Terutama kelompok aktivis HAM dan antikorupsi. Mereka menganggap pemerintah tidak serius dalam mengusut kasus tersebut. (cnn/bbs/*)
Diskusi tentang ini post