SATELITNEWS.ID, SETU– Muhammad Falih Akmar, bayi usia satu tahun yang mengidap hydrosefalus hanya dirawat di rumahnya di Jalan Kelapa Dua RT 5 RW 3, Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu. Keluarga Falih mengaku pernah mendapat penolakan dari pihak Puskesmas saat anaknya dibawa ke Puskesmas Bhakti Jaya.
Ibunda Falih, Supriyani (22) menceritakan, saat itu, sepanjang hari Falih kerap menangis tanpa diketahui penyebabnya.
Melihat kondisi itu Yani dan Septian pun panik. Namun ironisnya saat dibawa ke Puskesmas Bakti Jaya, Falih justru ditolak. Padahal, saat itu kondisi Falih sangat mengkhawatirkan. Sampai sekujur tubuhnya sudah kejang dan membiru.
“Aku ke Puskesmas malah enggak diterima. Dia kejang, awalnya kalau dari pihak Puskesmas bilang ada apa-apa bawa aja. Dia kejang aku bawa ke sana, malah enggak diterima. Katanya takut, ngeri, enggak nerima pasien hydrocephalus. Langsung aku bawa ke RSU Tangsel. Padahal kan butuh penanganan,” ungkapnya.
Ketika dibawa ke RS dia dimarahi oleh petugas medis karena kondisi anaknaya sudah membiru dan badannya dingin. “Saat sampai RSU malah saya diomelin. Dibilang kenapa enggak ke Puskesmas dulu anak udah kaya gini. Padahal di Puskesmas ditolak,” sambungnya.
Beruntung, sesampainya di RSU Tangsel Falih segera ditangani, dan membaik. Saat ini, atas penyakit yang dideritanya, Falih yang sudah berusia 13 bulan itu belum menunjukkan perkembangan seperti bayi seusianya.
Falih hanya mampu tertidur, tergeletak di kasur bayi. Kepala Falih kian membesar, sedangkan tubuhnya justru memiliki ukuran kecil.
Dia khawatir jika sewaktu-waktu kondisi kesehatan anaknya menurun. Seperti yang pernah terjadi saat selang yang terpasang pada tubuh Falih terjadi masalah.
Sementara, sehari-hari pendapatan hanya bersumber dari sang suami yang bekerja sebagai kuli serabutan.
“Kalau penghasilan saya sehari dibayar Rp110 ribu per hari. Saya kerja jadi kuli proyek di salah satu perumahan di Serpong. Tapi karena pandemi, jadi keseringan sekarang distop,” tutur ayahnya Falih, Septian Prasetya (28) di kediamannya, Rabu (10/2/2021).
Sementara untuk sekali pemeriksaan sang buah hatinya saja di RSUP Fatmawati, mereka harus merogoh kocek sebesar Rp250 ribu. Itupun hanya untuk transportasinya.
Belum lagi, keperluan obat-obatnya yang harganya cukup tinggi. Mau tak mau, ia pun tak membeli obat tersebut.
Ironisnya di tengah kesulitan ekonomi tersebut, Septian dan sang istri mengaku bahwa mereka belum menerima bantuan dalam bentuk apapun.
“Dari pemerintah belum ada. Bantuan Sosial Tunai (BST) yang kemarin juga saya gak dapat. Justru dapatnya dari teman, sembako. Selain itu dapat juga cuma dari Pak RW aja,” tuturnya.
Ia berharap, agar kondisi buah hatinya itu dapat perhatian lebih dari pemerintah. (jarkasih)
Diskusi tentang ini post