SATELITNEWS.ID, TELUKNAGA–Saniman musik tradisional asal Kecamatan Teluknaga, keluhkan sepinya job dimasa pandemi Covid-19. Mereka pun kini memilih berjualan alat musik dipinggir jalan, Jumat (19/2).
Salah satu seniman Tradisional khas Betawi yang piawai memainkan alat musik Tehyan, Amung warga Desa Pangkalan, Kecamatan Teluknaga, mengaku akibat sepinya job akibat covid-19, ia terpaksa beralih propesi menjadi pedagang alat musik dipinggir Jalan Raya Teluknaga.
Menurut Amung, berdasarkan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui Ditjen Kebudayaan, ada puluhan ribu seniman yang terdampak Covid-19, karena adanya pembatalan pertunjukan dan festival seni.
“Sejak ada Covid-19, sudah hampir setahun saya jualan Tehyan, selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga, saya juga ingin melestarikan budaya yang sudah turun temurun dikenal oleh masyarakat,” kata Amung, kepada Satelit News, Kamis (18/2/2021).
Dia mengaku, sebelum adanya Pandemi Covid-19, ia sering mengikuti pentas kesenian lenong betawi. Dan selalu ada pemasukan untuk kebutuhan sehari-hari. Pendapatannya pun perbulannya bisa mencapai Rp3 sampai Rp4 juta. Namun semenjak virus menyerang, pendapatannya turun drastis.
“Dulu saya panjak lenong, ikut di beberapa group lenong, dan dulu masih lumayan sering banyak panggilan manggung. Udah mah kesenian tradisional kurang diminati, semenjak Covid-19 jadi makin parah,” ungkap nya
Karena sepinya job, kini Amung memilih menjadi penjual alat musik Tehyan. Katanya Tehyan merupakan alat musik tradisional khas betawi yang berbahan material kayu dan tabung retorasinya terbuat dari batok kelapa. Cara penggunaannya digesekan seperti biola, sehingga bisa menghasilkan suara atau nada tinggi.
Menurutnya, Tehyan ini alat musik akulturasi dari adat Betawi dan Tionghoa, biasanya dimainkan dengan alat musik lainnya, dalam musik tanjidor dan Gambang Kromong. Musik itu biasanya untuk mengiringi lenong Betawi, ondel-ondel, dan acara pesta pernikahan.
Tehyan yang dia produksi sendiri ini, dijual dengan harga Rp100 sampai Rp250 ribu. Namun, Amung mengaku, peminat alat musik tradisional sangatlah minim, terkadang sudah seharian berjualan pun tidak ada orang yang membelinya.
“Tehyan ini saya buat sendiri, harganya tergantung ukuran, dari mulai yang paling kecil harganya Rp100 ribu sampai yang paling besar Rp250 ribu, tapi jarang ada yang beli,” ungkapnya.
Dengan sabar, pria paruh baya itu menjejer dagangannya dengan seutas tali yang diikatkannya diatara pohon. Untuk menarik perhatian, Amung selalu memainkan Tehyan, agar ada orang yang menghampirinya dan membeli barang dagangannya.
“Semoga pandemi ini bisa segera berakhir, agar bisa kembali normal, dan job pestival kemabali ada. Walaupun hasil dari pentas tidak seberapa, tetapi lumayan untuk membeli kebutuhan sehari-hari, ” katanya. (alfian/jarkasih)
Diskusi tentang ini post