SATELITNEWS.ID, CIPUTAT–Dua orang wakil Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta di Ciputat, dikabarkan telah diberhentikan dari jabatannya. Keduanya dipecat dengan alasan sudah tidak dapat bekerjasama lagi dalam melaksanakan tugas kedinasan di lingkungan UIN.
Surat keputusan pemberhentian terhadap Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof. Dr. Masri Mansoer dan Wakil Rektor Bidang Kerjasama Prof. Andi Faisal Bakti, dikeluarkan oleh Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Amany Lubis pada Kamis (18/02/2021) dengan nomor surat 167 dan 168 tentang Pemberhentian Jabatan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan (Warek III) dan Wakil Rektor Bidang Kerjasama (Warek IV).
Dalam keterangan tertulisnya, Amany Lubis beralasan bahwa Warek III dan Warek IV sudah tidak dapat bekerjasama lagi dalam melaksanakan tugas kedinasan di lingkungan UIN Syarif Hidayataullah Jakarta. Namun, hal tersebut belum ada penjelasan dari Prof. Amany Lubis selaku Rektor UIN Jakarta lebih lanjut atas pemberhentian jabatan terhadap kedua wakil rektor tersebut.
Andi Faisal Bakti saat dimintai tanggapan soal diberhentikannya sebagai Wakil Rektor Bidang Kerjasama mengatakan akan melakukan tindakan dengan proses hukum yang berlaku. Saat ini ia dan tim hukum sedang mempersiapkan administrasi dan menuju proses peradilan.
“Nanti akan ada tim hukum untuk melanjutkan ini,” tegas Andi pada Jumat, (19/02/2021).
Selanjutnya saat dimintai keterangan soal pemberhentian Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan melalui aplikasi pesan WhatsApp, Masri Mansoer mengatakan bahwa ini merupakan pembiaran yang dilakukan sebagai upaya untuk menutupi kasus korupsi. “Silahkan ini pembiaran untuk menutupi korupsi,” jawab Masri.
Masri mengaku kaget dengan diberhentikannya sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan secara tiba-tiba. Sekitar pukul 11.30 WIB sebelum Salat Jumat, dia menerima surat pemberhentian tersebut dan mengatakan bahwa rektor sudah melawan statuta atau peraturan yang berlaku di UIN Syarif Hifayatullah Jakarta. Menurutnya, ada mekanisme yang harus dilakukan dan dipertimbangkan sebelum mengeluarkan surat pemberhentian jabatan sebagai wakil rektor.
“Iya saya terima sebelum ke mesjid tadi suratnya sekitar jam setengah dua belas. Itu melawan dari statuta sebenarnya, kan ada tuh peraturannya kalo misalkan mengundurkan diri, melakukan perbuatan tercela dan lain-lain sebagainya,” ungkap Masri saat diwawancara di kantornya pada Jumat, (19/02/2021).
Sebelumnya, Masri mengaku bahwa pemberhentiannya sebagai Warek III ada hubungannya dengan mencuatnya masalah pemalsuan dan penyalahgunaan wewenang atas pembangunan Gedung Asrama Mahasiswa. Ia mengaku telah terjadi teror psikologis dan tidak ada koordinasi serta tidak dilibatkan dalam rapat-rapat Tupoksi kemahasiswaan oleh rektor. Berikut penjelasan Masri Mansoer terkait teror psikologis yang dilakukan rektor terhdapnya:
“Pada tanggal 4 Desember 2020 ada syuting pembuatan video profile UIN Jakarta, Rektor dengan para Wakil Rektor bertemu dalam satu ruangan yang sama, tetapi Rektor ketika saya sapa dan ajak komunikasi malah diam dan buang muka,” kata Masri.
“Tanggal 08 Desember 2020 saya diundang rapat oleh Rektor, ada Wakil Rektor I, II dan Kepala Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama (AAKK), tetapi ternyata bukan rapat malah saya diperiksa atau disidik dan diadili oleh Rektor, Warek I dan II. Pertanyaan-pertanyaan rektor menuduh saya yang melaporkan kejadian pemalsuan oleh Prof. Suparta ke Polda Metro Jaya dan mengerakkan dosen yang 22 orang melapor ke Menag dan 126 melapor ke senat UIN,” tambahnya.
Kemudian, saat ditanyakan soal tercatatnya nama Masri Mansoer sebagai saksi oleh UIN Watch ke Polda, ia menjelaskan bahwa ia tidak tahu dengan kejadian tersebut.
“Saya jelaskan bahwa saya tidak tahu semua itu. Nama saya sebagai saksi di Polda adalah saksi tidak tahu kejadian. Dema UIN mewawancarai saya tanggal 25 November 2020 tentang kejadian itu dan saya jelaskan kepada Dema saya tidak tahu semua itu, rupanya hasil wawancara itu yang dijadikan bahan sebagai saksi oleh UIN Watch, tapi rektor tetap tidak terima penjelasan saya itu. Dari Warek I menuduh saya sebagai penikam dan pembunuh dari dalam serta telah merusak nama baik institusi. Sedangkan Warek II menuduh saya sebagai penghianat dan pantasnya mundur dari tim rektor. Saya jawab kok saya yang dituduh melakukan ini semua, tapi mereka tetap tidak mau terima. Sedangkan Kepala Biro AAKK menyayangkan pertemuan itu dan penyelesaiannya kok tidak bijak,” jelas Masri.
Selanjutnya, katanya, Masri akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengusut tuntas soal dikeluarkannya surat pemberhentian jabatan tersebut. (jarkasih)
Diskusi tentang ini post