SATELITNEWS.COM, PERIUK–Berbagai proyek untuk menangani banjir di kawasan Perumahan Total Persada telah dilakukan Pemkot Tangerang. Penambahan pompa air hingga pembangunan turap Kali Ledug sempat menimbulkan rasa aman bagi warga setempat. Namun, di saat harapan melambung, banjir kembali datang.
Gelak tawa sesekali terdengar di gedung olahraga Total Persada. Di lokasi itu, ratusan warga, mayoritas perempuan dan anak-anak, mengungsi setelah air merendam rumah mereka sejak Sabtu (20/2) hingga Minggu (21/2). Ketinggian banjir di kawasan itu tak main main hingga mencapai dua meter.
Banjir bukan sesuatu yang asing bagi warga daerah tersebut. Sejak era 1990-an, rumah warga yang berdampingan, atau lebih rendah, dari Kali Ledug sudah sering kebanjiran. Hampir setiap tahun, mereka harus mengungsi.
Tahun lalu, banjir datang di awal tahun. Tepatnya di bulan Januari. Tahun ini banjir datang lebih besar dibandingkan setahun lalu. Padahal Pemkot Tangerang telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi banjir di wilayah tersebut. Mulai dari menerapkan pompa hingga pembuatan tanggul. Yang terbaru, Pemkot Tangerang berencana meneruskan proyek pembuatan tanggul dengan anggaran Rp 6 Miliar lebih.
Salah satu pengungsi Euis mengaku tak mengira aka nada banjir di tahun ini. Itu dirasakannya karena Pemkot Tangerang telah membangun tanggul dan memasang pompa air. Namun, prediksinya keliru. Banjir tetap bertamu malah lebih besar.
“Banjir tahun kemarin di awal tahun. Nah sekarang kan di awal tahun nggak banjir, eh malah banjir (di bulan Februari). Tahun ini lebih besar,” kata Euis di GOR Total Persada, Minggu (21/2).
Saat banjir melanda, dia hanya menyelamatkan sang anak dan membawa sebagian pakaian. Wanita yang tinggal di Jalan Banten Perumahan Total Persada ini mengaku barang-barangnya terendam banjir.
“Barang semua habis kerendem air. TV, lemari semuanya udah. Saya cuma bawa baju 3 lapis untuk anak saya yang masih kecil. Capek saya juga tapi kan bingung juga ini setiap tahun,”katanya.
Dia mengaku hanya pasrah. Di pengungsian, Euis mengaku senang dapat berkumpul dengan para tetangganya. Namun, di satu sisi, dia merasa kekurangan.
“Ini dapur umum saja baru dibuat. Sebelumnya kita pergi keluar makan pakai uang sendiri. Terus juga kami di sini kekurangan popok. Ada banyak bayi di sini termasuk saya juga,” ungkap Euis.
Abdul, salah satu pengungsi yang lain, bercerita saat banjir melanda pada Sabtu, (20/2) malam, dirinya tengah beristirahat sembari harap-harap cemas. Kala itu banjir sudah berangsur surut. Kemudian air kembali tinggi setelah hujan deras mengguyur.
“Jadi air di kali Ledug naik lagi,” katanya, Minggu (21/2).
Kejadian itu pun berlangsung sangat cepat. Air langsung memasuki rumahnya sampai membuatnya dia tak sempat menyelamatkan barang-barang. Dia memilih menyelamatkan keluarga pergi ke pengungsian.
“Cepet banget. Kan udah mau surut sebetislah. Tapi langsung naik lagi air. Yaudah saya langsung menyelamatkan diri saja. Barang-barang udah biarin aja,” ungkapnya.
Sebenarnya, ayah satu anak ini pun berharap wilayahnya terbebas banjir. Namun apa mau dikata, bencananya selalu datang tanpa diundang. Diakui Abdul dirinya pun sudah lelah setiap tahun harus berjibaku dengan banjir.
“Ini dari tahun 90an banjirnya. Saat saya tinggal disini memang sudah banjir. Kalo dibilang capek ya capek tiap tahun hujan. Ya tapi mau gimana lagi, kita ngga bisa apa-apa. Ya udahlah anggap aja ini hiburan,” ujar Abdul.
Tak semua warga dapat menerima dengan pasrah bencana ini. Seperti Suriah, wanita lanjut usia (Lansia) ini nampak sedih meratapi nasibnya. Tak ada harta benda yang dia bawa saat ke pengungsian. Hanya sebagian pakaian yang dibawanya.
“Ini saja (menunjuk ke pakaian pakaian),” kata dia.
Wanita yang tinggal di RW 7 Perumahan Total Persada ini mengaku sedih dengan bencana yang dialaminya setiap tahun. Sebab, dia dan suaminya sudah renta.
“Udah susah tambah susah. Tapi saya bingung juga mau gimana lagi,” pungkasnya. (mg02/mg03/gatot)
Diskusi tentang ini post