SATELITNEWS.COM, SERANG–Beberapa hari terakhir ini, publik Banten dihebohkan oleh tiga kasus yang menyangkut anak di bawah umur. Pertama viralnya kasus asusila di Kabupaten Serang, kemudian kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Tangerang dan terakhir kasus prostitusi anak di bawah umur di Kota Tangerang. Bagaimana menyikapi peristiwa ini agar tidak terulang di kemudian hari, serta bagaimana peran masyarakat membentengi keluarganya agar terhindar dari perbuatan negatif? Berikut petikan wawancara Satelit News bersama Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang juga Anggota DPR RI, Adde Rosi Khoerunnisa.
Tanya :
Kasus viral asusila di depan umum dan kekerasan terhadap anak menyedot perhatian masyarakat. Apa tanggapan Ibu mengenai kejadian ini?
Jawab :
Peristiwa ini sungguh sangat mengejutkan, perilaku anak remaja ini sangat memalukan dan di luar batas kewajaran. Sehingga timbul di benak saya kemana orang tuanya sampai lalai seperti itu untuk memperhatikan anak-anak mereka. Kesalahan anak-anak tersebut tentunya ada penyebab selain dari anak sendiri ada faktor pengasuhan dan lemahnya pengawasan orang tua.
Sebaiknya video viral tersebut tidak perlu disebarluaskan mengingat dampak psikologis baik kedua anak tersebut dan pihak keluarga tentunya. Perilaku yang menyimpang dari norma tersebut memerlukan dukungan orang tua dan masyarakat untuk memberi kesempatan kepada anak untuk memperbaiki diri baik diberikan sanksi sosial maupun upaya rehabilitasi.
Tanya :
Menurut Ibu, apa yang menjadi persoalan sehingga kasus-kasus tersebut kerap terjadi di masyarakat?
Jawab :
Berdasarkan survei Synovate Research tentang perilaku seksual remaja (15-24 tahun) di Kota Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan hasilnya 44% responden mengaku sudah punya pengalaman seks pada umur 16-18 tahun, serta 16% sudah mempunyai pengalaman seks pada umur 13-15 tahun, selain itu 40% tempat yang menjadi favoritnya adalah di rumah, 26% dilakukan di rumah kos, dan 26% dilakukan di hotel. Perkembangan teknologi informasi yang cepat yang didapat dari akses internet maupun HP memudahkan anak-anak mengakses pornografi dan melakukan aktivitas yang mengarah kepada aktivitas seks bebas. Pornografi diawali oleh rasa keingintahuan yang tinggi terhadap seks, di sisi lain pendidikan seks yang diperoleh di lingkungan keluarga sangat minim. Pornografi dapat mengubah pikiran secara otomatis, tidak fokus dengan apa yang menjadi kewajibannya di sekolah, kehilangan semangat belajar, dan malah membuat siswa tersebut kecanduan dalam melakukan hal-hal yang negatif yang mengarah kepada seks bebas. Rendahnya pengetahuan pengasuhan anak.
Tanya :
Kemajuan teknologi sering kali berdampak negatif buat perkembangan anak. Bagaimana pandangan Ibu mengenai hal ini?
Jawab :
Kemajuan teknologi tidak selamanya berdampak positif bagi kehidupan anak, orang tua kerap memfasilitasi anak anak yang masih belia dengan gadget atau barang teknologi lainnya seperti handphone, komputer. Orang tua lupa, ternyata teknologi membawa dampak negative, diantaranya kehilangan kemampuan bersosialisasi, kehilangan konsentrasi belajar, malas bergerak, kecanduan yang mengakibatkan ke arah hilangnya akal sehat.
Tanya :
Tahun lalu, Komnas Perlindungan Anak menyebut Banten merupakan zona merah kasus kekerasan terhadap anak. Bagaimana pandangan Ibu?
Jawab :
Menurut pandangan saya data yang dirilis dari Polda Banten Sejak bulan Januari hingga Agustus 2020 saja sudah 139 kasus yang melapor ke Polda Banten, dan itu didominasi kekerasan seksual, artinya kita sebagai warga Banten harus menyadari bahwa angka tersebut adalah angka yang fantastis untuk disikapi bersama bagaimana supaya angka kekerasan terhadap anak tersebut menurun dan dapat diantisipasi dengan melakukan pencegahan secara masif dengan mendorong berbagai elemen masyarakat untuk terlibat dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap anak. Karena masih ada orangtua yang anaknya mengalami pelecehan, namun takut untuk melaporkan dengan alasan itu aib. Sebenarnya kalau terjadi seperti itu harus dilaporkan, jangan takut. Harus ada peran masyarakat agar peka terhadap lingkungan di sekitar jangan sampai sudah ada korban baru marah dan sadar.
Tanya :
Selain ekonomi, menurut Ibu apa saja yang melatarbelakangi kasus kekerasan terhadap anak sering terjadi?
Jawab :
Masa pandemi banyak menyebabkan terjadi perubahan perilaku dan rutinitas anak. Perubahan rutinitas di rumah dengan adanya perberlakuan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) tentunya seluruh anggota keluarga baik orangtua maupun anak mengalami hari-hari yang panjang di rumah. Perubahan drastis yang terjadi pada rutinitas sehari-hari ini tidak jarang menyebabkan keluarga mengalami konflik antaranggota keluarganya akibat timbulnya rasa, jenuh, dan penat yang dialami. menjadi penyebab tingginya tingkat stres pada orangtua. Akibatnya anak-anak menjadi korban pelampiasan kekesalan.
Tanya :
P2TP2A merupakan lembaga yang dibentuk pemerintah untuk salah satu tujuannya mengedukasi dan sosialisasi terkait pemberdayaan perempuan dan anak. Sejauh ini, langkah apa saja yang sudah dilakukan P2TP2A Banten?
Jawab :
Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dengan telah ditandatanganinya MoU yang melibatkan unsur terkait terhadap perlindungan perempuan dan anak di Provinsi Banten. Kerjasama tersebut melibatkan Pemprov Banten, Polda Banten, Pengadilan Tinggi Banten, Kementerian Hukum dan HAM Wilayah Banten, dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten.
Melakukan sosialisasi pencegahan terhadap kekerasan perempuan dan anak di 8 kab/kota se-Banten dengan kegiatan yang bernama jelajah tre end. Sasaran untuk pencegahan tersebut adalah dengan mensosialisaikan kegiatan stop kekerasan terhadap perempuan dan anak dilakukan di tingkat kecamatan yang belum tersentuh dengan program P2TP2A dengan menghadirkan tokoh masyarakat, tokoh agama, pemangku kebijakan tingkat desa dan tokoh perempuan.
Kegiatan untuk edukasi di tingkat sekolah dengan melakukan jelajah tree end dengan mengunjungi sekolah dari tingkat SMP dan SMA/ SMK.
Sedangkan upaya penanganan langsung dengan memberikan pelayanan kesehatan, pendampingan hokum, pelayanan konseling psikologis, pelayanan re-intergrasi social dan pelayanan rehabilitasi.
Tanya :
Bagaimana koordinasi P2TP2A Banten dengan daerah kota/kabupaten di Banten?
Jawab :
Alhamdulilah P2TP2A Banten telah terbentuk di 8 Kabupaten /Kota dan telah melakukan koordinasi dan berjejaring dengan baik. Seperti ada korban rujukan dari kabupaten /kota yang perlu penanganan langsung dari P2TP2A Banten.
Tanya :
Apa saja program P2TP2A Banten?
Jawab :
Program kerja P2TP2A Banten lebih fokus kepada pelayanan dan pencegahan seperti yang sudah diuraikan di atas, dan untuk tahun ini difokuskan kepada pelayanan korban bagi perempuan dan anak.
Tanya :
Berapa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang sudah ditangani P2TP2A Banten?
Jawab :
Total jumlah 620 Kasus. Januari sampai Maret 2021 sebanyak 17 kasus.
Tanya :
Apa harapan Ibu agar perempuan dan anak di Banten bisa maju dan mencapai kesejahteraan?
Jawab :
Perempuan dan anak adalah aset bangsa yang sangat luar biasa. Perempuan adalah tiang negara, kalau perempuannya tidak baik maka hancurlah Negara. Perempuan di Banten agar bisa maju dan berdaya saing adalah dengan melakukan upaya yakni meningkatkan kemampuan dirinya untuk terus belajar agar bisa menjadi SDM yang berdaya saing yang tentunya tidak lupa kodratnya sebagai seorang perempuan dan sebagai ibu bagi anak anaknya, perempuan tidak selalu dijadikan objek tetapi perempuan harus menjadi subjek dan pelaku pembangunan dan bangga menjadi perempuan dan selalu berupaya menjadi bermanfaat untuk keluarga masayarakat dan bangsa.
Sedangkan untuk anak, diantaranya mengupayakan agar anak anak terlindungi dari tindak kekerasan, menyuarakan hak-hak anak, menghidupkan kegiatan forum anak dengan kegiatan yang ramah anak dan melakukan upaya regulasi yang fokus kepada kepentingan terbaik buat anak. (dm)
Diskusi tentang ini post