SATELITNEWS.ID, PANDEGLANG—Tingkat penderita dan penularan penyakit tuberkulosis (TBC) di Kabupaten Pandeglang sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, pada tahun 2020 tercatat oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Pandeglang ada 2.098 penderita TBC.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pada Dinkes Pandeglang, Achmad Sulaeman mengatakan, tingginya penderita TBC di Pandeglang disebabkan dua faktor. Kata dia, pertama karena pengobatan yang dilakukan penderita tidak lengkap, kedua karena kesadaran terhadap bahaya TBC masih kurang.
“Mungkin penyuluhannya harus dikuatkan lagi dari mulai Puskesmas sampai ke desa. Bahkan keluarga juga nanti harus tahu bagaimana TBC bisa menyebar dan berbahaya di kita,” kata Sulaeman, saat ditemui di samping Gedung DPRD Pandeglang, Rabu (24/3).
Bahkan kata Sulaeman, penyumbang kematian dari TBC itu sangat tinggi, setelah penyakit kardiovaskuler seperti jantung, stroke dan hipertensi, adalah penyakit infeksit TBC. “Ini (TBC) lebih berhaya dari Covid-19 loh. Penyebarannya juga dari jarak jauh dan bahkan dari dahak yang ditinggalkan penderita dapat menyebar,” ujarnya.
Sulaeman juga mengklaim, pemerintah sudah berupaya untuk menekan peningkatan kasus TBC di Pandeglang. Bahkan TBC termasuk Standar Pelayanan Minimal (SPM) di setiap Puskesmas, yang mewajibkan fasilitas kesehatan memiliki paket lengkap mulai dari pemeriksaan hingga pengobatan.
Begitu juga tambah dia, sarana dan prasarana juga dianggap sudah memadai untuk mendukung diagnosis penyakit tersebut. “Pemerintah sudah begitu banyak menginvestasikan dananya untuk menyehatkan masyarakat dalam program TBC, ini tidak main-main. Kalau itu sudah ada, namun masyarakat tidak mau memanfaatkan itu, sayang sekali. Padahal itu gratis,” jelasnya.
Sulaeman memastikan, TBC bisa disembuhkan jika pasien sabar dan rutin melakukan pengobatan. Minimal butuh enam bulan agar pasien bisa dinyatakan sembuh total dari infeksi TBC. Dia menyadari perlu upaya lebih massif lagi untuk menginformasikan bahaya TBC, supaya memiliki daya ungkit yang terasa di masyarakat.
“Sebetulnya bisa sembuh total kalau pengobatannya rutin dan disiplin. Tinggal masyarakat sabar, karena pengobatan TBC ini tidak singkat. Minimal 6 bulan, bisa nambah 9 bulan, satu tahun bahkan bisa lebih dari itu kalau pengobatannya tidak disiplin,” tandasnya.
Terpisah, Provinsi Banten sendiri turut menyumbang indeks penderita TBC tertinggi di Indonesia. Ada lebih dari 38 ribu penderita TBC di tanah jawara sehingga menempati urutan kelima se-Indonesia.
Tim Program Eliminasi TBC dari organisasi konsorsium Penabulu-Stop TB Partnership Indonesia (STPI) Provinsi Banten, Ahmad Subhan membenarkan, bahwa penderita TBC di Banten masih tinggi. Bahkan indeks penderitanya lebih mengkhawatirkan ketimbang penyebaran Covid-19.
“Dari catatan kami, ada 9.427 penderita di tujuh kabupaten/ kota di Banten yang harus dilakukan investigasi kontak. Daerah yang relatif tinggi di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kabupaten Serang,” katanya saat dihubungi via telepon.
Investigasi kontak menurutnya, merupakan hal pokok yang perlu dilakukan untuk mencari kasus positif baru. Mengingat data yang ada kemungkinan belum mencakup seluruh kasus. Maka dari itu, Penabulu-STPI akan terus menyusuri penderita-penderita TBC supaya dalam dua tahun kedepan, jumlah penderitanya bisa ditekan.
“Untuk investigasi kontak, ada beberapa mekanisme yang akan kami jalani salah satunya lewat skrining. Untuk mencari kasus positif baru. Mengingat ada kemungkinan kasus yang tidak tercatat. Target kami dari 2021-2023 angka TBC di Banten harus turun mengingat Banten urutan kelima di Indonesia,” tandasnya. (nipal/aditya)
Diskusi tentang ini post