SATELITNEWS.ID, SERANG–-Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) kembali melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi ke Kejati Banten. Kasus yang dilaporkan ALIPP kali ini adalah penyaluran bantuan Hibah dari APBD 2018, 2020 dan 2021 Pemprov Banten untuk Pondok Pesantren (Ponpes). Laporan dilakukan pada Rabu, (14/4) oleh Direktur Eksekutif ALIPP, Uday Suhada.
Kepada media Uday Suhada mengatakan, dugaan korupsi dalam kasus hibah ini merupakan jilid kedua setelah 10 tahun yang lalu ALIPP melaporkan kasus hibah Bansos senilai Rp340 miliar. Motifnya sama, yakni lembaga penerima hibah atau Bansos itu fiktif dan terjadi pungutan liar. Pada APBD 2018, Pemprov Banten mengucurkan dana hibah untuk 3.364 Ponpes, masing-masing sebesar Rp20 juta dan totalnya Rp66,280 miliar,”terang Uday.
Kemudian pada APBD 2020, Pemprov Banten mengucurkan dana hibah untuk 4.042 Ponpes, masing-masing sebesar Rp30 juta dengan total Rp117,780 miliar. Sedangkan pada APBD 2021, Pemprov Banten kucurkan kembali dana hibah untuk 3.364 Ponpes, masing-masing sebesar Rp40 juta dengan total Rp161,680 miliar.
”Total dana yang dihibahkan untuk Ponpes melalui Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) dalam tiga tahun APBD itu sebesar Rp345,74 miliar. Hasil investigasi ALIPP menemukan data bahwa terdapat banyak lembaga penerima adalah fiktif. Nama Ponpesnya ada, tapi tak ada wujudnya. Di satu kabupaten saja ditemukan 46 lembaga Ponpes yang diduga fiktif,”terangnya.
Demikian pula pengakuan sejumlah pimpinan Ponpes yang saat dilakukan konfirmasi, terang Uday lagi, banyak yang menyatakan tidak utuh menerima bantuan tersebut.
“Disadari bersama bahwa Ponpes adalah lembaga pendidikan agama yang semestinya menjadi tempat untuk menyiapkan generasi penerus yang berakhlaq mulia, terlepas dari praktek korupsi,”paparnya.
Karenanya ALIPP membawa persoalan ini ke Kejati Banten untuk melakukan tindakan hukum terhadap para terlapor yang diduga melakukan korupsi, baik oknum yang ada di tubuh Biro Kesra Pemprov Banten, maupun oknum yang ada di pengurus Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten.
“Pondok pesantren tidak boleh dirusak oleh oknum yang ingin menjadikannya sebagai lahan untuk merampok. Sebab Ponpes adalah jalan Allah untuk menyiapkan generasi muda yang menjadi teladan,”jelasnya.
Terkait langkah Gubernur yang berinisiatif melaporkan secara langsung adanya dugaan korupsi pada hibah APBD 2020 beberapa hari lalu, Uday menyatakan menyambut baik. Sebab, ini adalah kali pertama seorang kepala daerah di Banten yang memerintahkan seseorang untuk melaporkan persoalan korupsi.
”Langkah yg patut diapresiasi. Ada niatan baik gubernur untuk membersihkan Banten dari korupsi,”pungkas Uday.
Sebelumnya, Gubernur Banten Wahidin Halim mengaku telah melaporkan program pemberian bantuan dana pondok pesantren (ponpes) di Banten tahun anggaran 2020 ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Hal tersebut dilakukan lantaran ada dugaan pemotongan dalam pendistribusian dana tersebut.
“Yang melaporkan ke Kejati saya, begitu banyak informasi tentang pemotongan, yang motong itu, bukan ASN. Tadi ada statement ini (terduga pemotong dana hibah) pejabat, bukan! Tanya Kejaksaan yang melaporkan itu saya,” kata Wahidin, Jumat (9/4/2021).
Dia menegaskan, langkah pelaporan dilakukan dalam rangka memberi penegasan terhadap sikap Pemprov Banten. “Supaya jangan sampai ada orang-orang yang memanfaatkan. Walau belum tahu berapa (dugaan penyelewengan dana). Ini masih dalam proses penyelidikan belum sampai ke penyidikan,” katanya.
Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Banten Ivan Siahaan Herbon mengatakan, pihaknya telah mengklaifikasi sejumlah pejabat Pemprov Banten dan pimpinan ponpes atas adanya laporan tentang dugaan pemotongan dana hibah ponpes. Mereka sudah dimintai keterangan sejak Rabu (6/4/2021). Meski demikian, dia tak mengungkap sosok pejabat yang dimaksud. (rus/bnn/gatot)
Diskusi tentang ini post