SATELITNEWS.ID, SERANG—Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten telah resmi menunjuk Wahyudi dari Kantor Hukum Wahyudi dan Partner, sebagai kuasa hukumnya untuk menghadapi kasus dugaan korupsi pemotongan dana hibah Ponpes. Dalam keterangan persnya, Senin (26/4) Wahyudi mengaku mendapat amanah itu pada Minggu, 25 April lalu.
Menurutnya, ada sebagian pihak yang menganggap korupsi dana hibah pesantren dikaitkan dengan Presedium FSPP Banten. Pihak tersebut berupaya mendorong aparat penegak hukum untuk segera memeriksa Presedium FSPP.
“Perlu saya sampaikan bahwa dana hibah pesantren selama ini tidak dikoordinir oleh FSPP. Sistem yang digunakan adalah sistem online, artinya secara keseluruhan pondok pesantren bisa mendaftar, baik pesantren yang di bawah FSPP itu sendiri, ataupun bukan,” terang Wahyudi.
Setelah masing-masing pesantren melakukan pendaftaran online, terang dia, selanjutnya dilakukan verifikasi kelengkapan persyaratan.
“Wilayah verifikasi ini berada pada OPD terkait, sama sekali tidak ada campur tangan FSPP Provinsi Banten, bahkan ketika pencairan pun dana hibah tersebut ditransfer kepada pesantren yang bersangkutan sebagai pemohon hibah,” jelasnya.
Hal ini sesuai dengan amanat Pergub Nomor: 10 tahun 2019 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD. Wahyudi juga mengaku membaca berita salah satu media online yang menyebutkan bahwa Biro Kesra memberikan dana hibah pesantren berpatokan dengan data yang dimiliki oleh FSPP.
“Dan ketika saya konfirmasi kepada Presedium KH Sulaiman Effendi, beliau mengaku tidak pernah mendapatkan surat permohonan resmi permintaan data pondok pesantren yang berada di bawah FSPP untuk dijadikan data tetap sebagi penerima dana bantuan hibah pesantren. Data tersebut dimungkinkan ditarik dari masing-masing kecamatan,” paparnya.
Dia menegaskan, tidak ada urgensi dan keterkaitan antara Presidum FSPP Provinsi Banten untuk diperiksa, karena diduga terlibat penyimpangan dana hibah pesantren.
“Jika pun ada pesantren di bawah FSPP yang diduga telah melakukan penyimpangan dana hibah pesantren, itu merupakan tanggung jawab pondok pesantren secara pribadi,” tegasnya.
Untuk delapan pondok pesantren yang diduga fiktif, Wahyudi memastikan bahwa pesantren tersebut bukan bagian dari FSPP Proviinsi Banten ataupun FSPP kabupaten dan kota.
“Untuk itu saya sebagai mengimbau agar tidak ada lagi pihak-pihak yang menghubungkan bahwa dana hibah pesantren ini, ada campur tangan dan keterlibatan FSPP Provinsi Banten, sehingga FSPP Provinsi Banten ikut bertanggung jawab secara hukum,” jelasnya.
Atas nama FSPP Banten, Wahyudi mengaku memberikan apresiasi secara penuh terhadap langkah penegakkan hukum yang dilakukan oleh Kejati Banten dalam melakukan upaya pemeberantasan korupsi.
“Semoga ke depan tidak ada lagi kasus yang sama. Kami berkeyakinan bahwa jajaran penyidik lebih mengedepankan adab dalam memeriksa para kyai, sehingga kondusifiatas dan kekhusyukan ibadah Ramadhan tetap terjaga dengan baik,” pungkasnya.
Sementara itu Anggota DPRD Banten meminta Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) membatalkan bantuan kepada 3.364 Pondok Pesantren (Ponpes) atau Rp161, 680 miliar yang telah teranggarkan di APBD Banten tahun 2021 ini. Wakil Ketua DPRD Banten M Nawa Said Dimyati yang juga Koordinator Komisi V kepada wartawan, Senin (26/4) meminta WH untuk mensetop pendistribuasin hibah Ponpes ditahun ini. Dan pihaknya menghormati aparat penegak hukum mengungkap kasus adanya dugaan penyunatan serta penerima fiktif.
“Terkait pengadaan lahan kantor samsat Lebak dan Hibah Pesantren yang saat ini lagi dalam proses hukum, saya lebih baik tidak berkomentar sebagai upaya menghormati aparat penegak hukum yang lagi bekerja,” katanya.
Namun dengan adanya kasus hibah Ponpes yang dilakukan pemotongan oknum, lanjut Cak Nawa (sapaan akrab Nawa Said Dimyati, red) mengatakan, sebaiknya pemprov membatalkan hibah ponpes tahun 2021 yang bersumber dari APBD Banten.
“Tahun anggaran 2021, sebaiknya dibatalkan saja, apabila Pemprov tidak menyediakan fasilitator untuk membantu pondok pesantren dalam mempergunakan dana hibah,” ungkapnya.
Dikatakan Cak Nawa mengatakan, dalam proposal pengajuan dana hibah ponpes, tentunya ada rencana anggaran biaya (RAB) yang harus diselesaikan sesuai dengan pengajuan yang disetujui pemberi dana hibah.
“Sebagaimana terlampir dalam proposal pencairan. Usulan ini semata-mata untuk melindungi para pengasuh pesantren dari jeratan hukum,” ujarnya.
Berdasarkan informasi, kasus pemotongan dana hibah Ponpes yang bersumber dari APBD Banten awalnya terendus oleh inspektorat Provinsi Banten sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mempunyai tugas dan kewajiban melakukan audit internal Pemprov Banten. Lalu, kasus pemotongan dana hibah tersebut dilaporkan oleh Kepala Bidang Kesra Provinsi Banten ke Kejati Banten atas perintah WH.
Hingga saat ini, kasus pemotongan dana hibah itu terus diselidiki oleh Pihak Kejati hingga menetapkan beberapa tersangka salah satunya honorer Pemprov Banten. (rus/bnn/gatot)
Diskusi tentang ini post