SATELITNEWS.COM, PANDEGLANG—Kisah miris datang dari Kabupaten Pandeglang. Seorang ibu harus kehilangan dua anak kembar yang dikandungnya akibat terlambat tiba di Puskesmas. Peristiwa tragis itu dialami Enah (30) warga Kampung Lebak Gedong, Desa Sindangresmi, Kecamatan Sindangresmi, Kabupaten Pandeglang.
Enah berangkat dari rumahnya menuju Puskesmas Sindangresmi untuk melakukan persalinan, Sabtu (1/5/2021) lalu. Lantaran akses jalan dari dan menuju rumahnya buruk, dia harus ditandu sejauh 4 kilometer.
Di tengah jalan, kain yang digunakan sebagai tandu sobek. Enah pun terjatuh. Ketuban wanita itu kemudian pecah.
Sesampainya di Puskesmas Sindangresmi, Enah sempat menjalani persalinan secara normal. Dua anak laki-lakinya dilahirkan ke muka bumi. Namun sayangnya, nyawa kedua anak kembar yang belum diberi nama itu tak berhasil diselamatkan.
Salah seorang warga Kampung Lebak Gedong Ahmad Muhtadin mengungkapkan, Enah harus ditandu mengunakan bambu dan kain karena akses jalan di wilayah itu dalam kondisi rusak parah. Menurut Muhtadi, tandu adalah satu-satunya solusi yang dapat diambil agar Enah dapat melakukan persalinan.
“Tak ada solusi lagi selain ditandu, karena akses jalan rusak parah,” kata Muhtadin saat dihubungi via telepon, Senin (3/5).
Diungkapkannya lagi, pada saat ditandu menggunakan bambu dan kain, yang bersangkutan bahkan sempat terjatuh karena kondisi jalan yang terjal dan licin.
“Saat tiba di Puskesmas sekitar 4 Km berjalan kondisinya air ketuban sudah turun dan kondisi anaknya meninggal dunia,” tandasnya.
Kepala Puskesmas Sindangresmi, Hamdan membenarkan, pihaknya telah menerima pasien yang ditandu warga. Namun kata dia, setelah dilahirkan, kedua anak kembar pasien tersebut meninggal dunia.
“Iya, pasien yang mau melahirkan itu ditandu warga. Tapi setelah lahir, kedua anak kembarnya meninggal dunia,” katanya, kemarin.
Dijelaskannya, ada beberapa faktor yang menyebabkan kedua bayi kembar pasien tersebut meninggal dunia. Salah satunya faktor karena ditandu sehingga terlambat untuk mendapatkan pelayanan.
“Namun memang dibarengi dengan faktor lain juga, soalnya pasien itu termasuk memiliki risiko tinggi. Ditambah usia kehamilannya itu baru 6 bulan jalan,” jelasnya.
Dinkes Pandeglang Sebut Budaya Tandu Harus Dilestarikan
Terpisah, Dinas Kesehatan Pandeglang terkesan tak bersimpati terhadap peristiwa memilukan tersebut. Dinas Kesehatan Pandeglang dalam akun instagramnya kemarin mengatakan proses menandu wanita hamil saat akan melahirkan di Puskesmas Sindangresmi merupakan sebuah gotong rotong yang harus dicontoh. Meski sempat muncul, postingan tersebut kemudian dihapus.
Sekretaris Dinkes Pandeglang, Eniyati membenarkan postingan tersebut sengaja dibuat Dinkes Pandeglang. Kata dia, dengan kondisi seperti itu, memang harus ada peran masyarakat yang membantu ibu hamil menuju pelayanan kesehatan, meski dengan cara ditandu.
Karena kondisi jalan di rumah Enah warga Kampung Kadugedong, Desa Sindangresmi, Kecamatan Sindangresmi, wanita hamil yang ditandu menuju Puskesmas Sukaresmi tidak bisa dilalui kendaraan roda dua maupun empat.
“Itu kan masyarakat secara gotong royong membantu masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan, karena lokasi rumahnya jauh dan tidak masuk kendaraan, jadi harus pakai tandu,” katanya.
Dikatakannya, budaya tandu untuk pasien yang sulit dijangkau harus tetap dilestarikan untuk membantu masyarakat memperoleh pertolongan ke tempat pelayanan kesehatan.
“Budaya gotong royong harus dilestarikan (menandu ibu hamil) di saat akses jalan tidak bisa masuk kendaraan,” ujarnya.
Eni juga menjelaskan, wanita hamil yang bayinya meninggal dunia di dalam kandungan gegera terjatuh ditandu itu tidak benar. Sebab kata dia, sebelumnya ibu tersebut sempat diurut.
“Penyebab anaknya mati saat dilahirkan itu bukan karena jatuh dari tandu. Tapi sebelumnya ibu hamil itu sempat diurut dan usia kehamilannya baru 6 bulan,” kilahnya. (nipal/gatot)
Diskusi tentang ini post