SATELITNEWS.ID, SERPONG—Video kekerasan terhadap anak usia lima tahun oleh ayah kandungnya sendiri di Pondok Jagung, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel) menghebohkan dunia maya. Kasus itu pun menyedot perhatian banyak pihak, tak terkecuali Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Perlindungan Anak) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Mereka menyambangi Polres Tangsel untuk mengawal kasus itu, Jum’at (21/5/2021).
Dalam video itu korban berinisial KI dianiaya oleh Wahyudin, ayah kandungnya sendiri di dalam sebuah ruangan. Video itu direkamn sendiri oleh pelaku.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengaku sudah bertemu dengan korban dan memeriksa kondisi korban. Hasil pemeriksaan, kondisi korban cukup baik. Tidak ada luka lebam pekas penganiayaan namun untuk psikisnya masih dilakukan pemeriksaan.
“Jadi tadi sudah bertemu dengan Kapolres dan sudah koordinasi juga mengenai penegakan hukum untuk kasus ini. Kerja cepat Polres Tangsel sangat baik hingga berhasil membekuk pelaku. Tadi saya juga sudah bertemu dengan KI dan terlihat fisiknya baik-baik saja, sedangkan psikologisnya masih tahap pemulihan,” ujar Arist.
Selain memberitahu keadaan korban, dia juga menyampaikan keinginan sang ibu korban agar hak asuh anaknya dialihkan kepada temannya agar anaknya aman. Kendati demikian, permintaan tersebut tidak bisa langsung dikabulkan mengingat banyaknya tahapan hukum yang harus dilalui.
“Proses hukum tetap berjalan dan mulai hari ini diberlakukan asesmen, karena ibunya meminta anaknya diberikan kepada temannya yang tidak memiliki hubungan biologis, ini tidak serta merta kami kabulkan,” tambahnya.
Dia menjelaskan, dengan maraknya kekerasan anak yang terjadi membuktikan bahwa penegakkan hukum di Indonesia masih lemah dan membutuhkan bukti-bukti yang cukup kuat untuk membawa kasus itu ke jalur hukum. “Ya, saya kira bukan hanya lemahnya penegakkan hukum, tapi memang kasus-kasus kejahatan seperti ini memerlukan bukti-bukti yang kuat,” jelasnya.
Mengingat banyaknya kasus kekerasan anak di Indonesia bukan hanya Tangsel, dia menghimbau agar pemerintah di setiap daerah harus hadir dalam permasalahan kekerasan terhadap anak dan bukan hanya retorika saja. Cara yang bisa dilakukan adalah membuat gerakan perlindungan anak berbasis kelurahan atau RT/RW serta setiap ada kegiatan keagamaan bisa memanfaatkan toa masjid sebagai alat untuk pemberitahuan kepada masyarakat.
“Dalam kasus seperti ini khusus yang harus hadir adalah pemerintah setempat, bukan hanya sekedar retorika saja. Harusnya pemerintah membangun gerakan perlindungan anak di setiap daerah baik kelurahan maupun RT/RW, jadi setiap kampung memiliki gerakan perlindungan anak berbasis kampung. Nanti caranya adalah dengan memberitahukan informasi melalui toa masjid dalam kegiatan keagamaan,” tandasnya.
Sementara, Kemen PPPA mengecam keras tindakan penganiayaan itu. Pihaknya langsung menerjunkan Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 untuk berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan, Polda Metro Jaya, dan Polres Tangerang Selatan. Hal tersebut dilakukan demi memastikan proses penanganan kasus berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku, serta korban mendapatkan pendampingan dan layanan dalam proses pemulihannya.
“Kami mengecam keras tindakan penganiayaan yang dilakukan seorang ayah kepada anak kandungnya. Guna menindaklanjuti kasus tersebut, kami langsung menerjunkan tim untuk berkoordinasi dan bergabung dengan P2TP2A Kota Tangerang Selatan, Polda Metro Jaya, dan Polres Tangerang Selatan untuk memastikan proses hukum terhadap pelaku berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar dalam keterangan tertulis, Jumat (21/5).
Pihaknya juga memastikan agar korban mendapatkan pendampingan dan layanan yang dibutuhkan dalam proses pemulihan dari kejadian tersebut,” tegasnya.
Berdasarkan hasil pendampingan dan asesmen Tim SAPA 129 Kemen PPPA bersama Unit PPA Polres Tangerang Selatan dan P2TP2A Kota Tangerang Selatan, motif WH melakukan tindak kekerasan tersebut karena adanya masalah keluarga, khususnya antar kedua orangtua yang dilampiaskan kepada anak. Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui fisik dan psikis korban saat ini berada dalam kondisi yang baik.
Atas tindakannya, pelaku terancam dijerat Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman lima tahun penjara, ditambah sepertiga dari hukuman penjara tersebut karena pelaku merupakan orangtua korban sehingga akan terjadi pemberatan secara hukuman pidana.
Nahar menambahkan Tim SAPA 129 Kemen PPPA akan terus memantau proses asesmen dan kondisi korban. “Tim SAPA 129 Kemen PPPA akan memantau proses asesmen yang akan dilakukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan dan juga memonitor kondisi korban. Pihak Polres juga akan melakukan mitigasi dan pemulihan trauma kepada korban melalui P2TP2A Kota Tangerang Selatan, dibantu pihak pusat melalui Kemen PPPA. Saya berharap tidak ada lagi anak yang menjadi korban akibat masalah keluarga,” tutup Nahar. (mg4/jarkasih)
Diskusi tentang ini post