SATELITNEWS.ID, SERANG–Gubernur Banten Wahidin Halim menegaskan tidak memiliki keinginan untuk melakukan intervensi terhadap kasus dugaan korupsi Dana Hibah Pondok Pesantren. WH, sapaan Wahidin, menegaskan dirinya menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Banten. Gubernur juga mempersilakan Kejati untuk mengusut tuntas perkara yang turut melibatkan dua pegawai Pemprov Banten tersebut.
“Kalau dari kajian ternyata ada temuan ya silakan. Saya tidak akan intervensi. Silakan saja, karena saya menghormati proses hukum dan menghormati Kejaksaan. Nggak ada saya punya pikiran-pikiran intervensi,” tegasnya.
Hal itu disampaikan oleh Gubernur dalam konferensi pers bersama wartawan di Rumah Dinas Gubernur Banten, Kota Serang Senin, (24/5/2021).
Dalam kesempatan itu, Gubernur jelaskan mekanisme proses pemberian dana hibah baik untuk pondok pesantren maupun dana hibah lainnya.
Dijelaskan, secara administratif pemberian dana hibah yang diatur dalam Perda Pemberian Dana Hibah Pondok Pesantren, tidak mempunyai persoalan. Secara mekanisme, penganggaran dilakukan oleh organisasi perangkat daerah, kemudian diproses oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kemudian dimasukkan menjadi RKUA-PPAS (Rencana Kebijakan Umum APBD- Prioritas Plafon Anggaran Sementara).
“Kemudian dibahas bersama dewan (DPRD Banten) lalu munculah Raperda kemudian menjadi Perda untuk Tahun 2020. Kalau memang hibah itu salah atau konsepnya tidak sesuai, pastinya kena evaluasi Kemendagri. Karena Perda ini harus disetujui Kemendagri kemudian turun ke kita,” kata Wahidin Halim, dalam keterangan resmi yang diterima Satelit News.
Menurut mantan Wali Kota Tangerang itu, sesuai kesepakatan, pemberian hibah dilakukan setelah penandatanganan Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang dilakukan langsung oleh penerima dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
“Hibah itu bukan hanya pesantren, hibah itu banyak, bantuan-bantuan itu banyak sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, dan itu dimana-mana memang begitu mekanismenya dan berdasarkan Undang-Undang. Saya mau bantu ponpes ya boleh, ada Undang-Undang-nya dan sebagainya. Kebijakan itu dipayungi oleh peraturan-peraturan lain,” jelasnya.
“Lalu dalam setiap kegiatan jangan dikorupsi itu sudah pesan Gubernur dari dulu. Tidak ada kepentingan. Gubernur masa motongin duit pesantren,” tambah Gubernur.
Berkaitan dengan kontrol yang dilakukan, Pemerintah Provinsi, kata Gubernur, sedari awal telah melakukannya. Salah satunya, melalui audit internal melalui Inspektorat serta bekerja sama dengan BPKP.
“Audit sedari awal memang kita lakukan sebetulnya. Tapi kan kemarin daya jangkau (spend of control) terlampau luas, karena ini diberikan ke 3.000 Pondok Pesantren. Tapi dari proses awalnya baik 2018 maupun 2020 sudah dilakukan verifikasi, rekomendasi, evaluasi, dan seluruh kegiatan aktivitas pengeluaran APBD ini didampingi BPKP. Saya yang minta langsung ke Kepala BPKP untuk diterjunkan, untuk mendampingi Pemprov Banten. Itu kita sudah lakukan,” kata Gubernur.
Kemudian, terkait dengan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP), Gubernur menerangkan bahwa FSPP merupakan lembaga yang memiliki data jumlah pondok pesantren. Karenanya, Biro Kesra dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan FSPP serta Kemenag yang selanjutnya membuat tim verifikator dalam mendapatkan data untuk kebutuhan uji administratif dan uji faktual.
“Nah FSPP dalam rangka mendukung pelaksanaan. Tetapi uang itu langsung diberikan kepada pemegang rekening (penerima hibah),” kata Gubernur.
Temuan Kejaksaan Tinggi terkait adanya pemotongan dana hibah pondok pesantren, kata Gubernur, hal tersebut akan menjadi perhatian khusus bahwa ke depannya perlu pengawasan lebih kepada para pelaksana di tingkat Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Sistem yang kita bangun sudah bagus, langsung kepada rekening penerima, sudah terkontrol di situ. Yang perlu teman-teman pahami, Kita sudah membangun sistem e-hibah termasuk juga dengan penerimaan melalui sistem rekening,” kata Gubernur. (gatot)
© 2024 Satelit News - All Rights Reserved.
Diskusi tentang ini post