SATELITNEWS.COM, SERANG—Kejaksaan Tinggi Banten menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan masker KN-95 pada Dinkes Provinsi Banten. Ketiganya masing-masing berinisial AS, WF dan LS. Para tersangka sudah ditahan sejak Kamis (27/5/2021).
AS dan WF merupakan pihak penyedia masker dari PT RAM. Sementara LS adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan Masker KN-95. Diketahui, LS juga merupakan Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan dan Kefarmasian pada Dinkes Provinsi Banten.
Kepala Kejati Banten, Asep Nana Mulyana, menuturkan bahwa pihaknya telah melakukan upaya paksa penahanan terhadap tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan masker KN-95. Masker tersebut dibeli untuk keperluan para tenaga kesehatan di Provinsi Banten.
“Masing-masing tersangka AS, WF dan tersangka LS. Dua orang pertama merupakan dari pihak swasta dan satu adalah PPK dari Dinkes Provinsi Banten dalam pengadaan masker KN-95,” ujarnya saat diwawancara awak media, kemarin.
Menurutnya, tim penyidik Kejati Banten setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan berdasarkan alat bukti lain, menyimpulkan bahwa terdapat dugaan kerugian negara dalam pengadaan masker tersebut sebesar Rp1,680 miliar dari nilai pengadaan sebesar Rp3,3 miliar.
Untuk modus korupsi yang dilakukan oleh para tersangka, yakni bersepakat melakukan perubahan terhadap RAB pengadaan masker KN-95. Perubahan tersebut diminta oleh penyedia barang sehingga mengalami kemahalan harga yang sangat signifikan.
“Jadi awalnya itu di harga Rp70 ribu per buah. Kemudian setelah pihak penyedia barang meminta diubah, menjadi Rp220 ribu per buah. Itu fakta yang kami temukan. Dari anggaran Rp3,3 miliar tadi, lalu setelah dipotong pajak maka kami mengindikasi ada kerugian, yang nanti akan diaudit oleh pihak auditor sehingga tahu berapa kerugian yang terjadi,” ungkapnya.
Asep mengatakan jaksa menemukan adanya tindakan untuk melakukan pengadaan dengan pola sub-kontrak. Selain itu, terindikasi adanya pemalsuan dokumen dari pihak penyedia barang yakni PT RAM.
“Kami melihat bahwa ternyata penyedia barang melakukan semacam meng-‘subkon’-kan terhadap pihak lain. Hasil temuan kami di lapangan juga ada indikasi pemalsuan dokumen-dokumen. Sehingga kami meyakini betul ini merupakan tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Ditanya terkait dengan kemungkinan adanya penambahan tersangka pada kasus itu, Asep mengaku tidak mau berandai-andai. Sebab, pihaknya bekerja berdasarkan alat bukti dan berpegang pada yuridis-normatif.
Kejati Banten pun menyangkakan tiga orang tersangka tersebut dengan Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 tahun 1999 juncto 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kami tentu menggunakan pasal 2 dan pasal 3. Nanti akan kami lihat lagi apakah ada pasal-pasal lain. Namun saat ini tim penyidik menyangkakan pasal 2 juncto pasal 3 UU 31 tahun 1999 juncto 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Nanti kami akan lihat,” tandasnya.
Sebelum penahanan terhadap tersangka dilakukan, mahasiswa dari Komunitas Soedirman 30 (KMS 30) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kejati Banten. Mereka menuntut agar kasus korupsi yang saat ini ditangani oleh Kejati Banten, diusut tuntas. Termasuk pula kasus dugaan korupsi pengadaan masker.
Koordinator Umum KMS 30, Fikri Maswandi, mengatakan bahwa meskipun Pemprov Banten mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK Provinsi Banten, nyatanya kasus korupsi justru semakin banyak yang terungkap. Menurutnya, hal tersebut membuktikan bahwa WTP yang didapatkan oleh Pemprov Banten hanyalah opini belaka.
“Selain kasus korupsi Samsat Malingping dan dana hibah Onpes, muncul dugaan korupsi terkait dengan pengadaan masker senilai Rp1,68 miliar. Bertubi-tubi Provinsi Banten terkena musibah kasus korupsi. Ini prestasi buruk yang terjadi dalam kepemimpinan WH-Andika, dan masyarakat hanya menjadi korban kebiadaban para oknum pejabat yang sewenang-wenang,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti kemarin turut diperiksa oleh Kejati Banten. Ati baru keluar dari Kejati Banten pasca-anak buahnya yakni LS digiring masuk ke mobil tahanan.
Saat ingin dimintai keterangan, Ati enggan berkomentar. Ia hanya menandakan dengan tangannya untuk tidak melakukan wawancara dan berjalan menuju mobilnya yang terparkir di depan gedung PTSP Kejati Banten sembari menelepon. Ati sempat memandangi awak media saat ditanya apakah sebagai pimpinan di Dinkes, dirinya tahu mengenai perubahan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Namun kemudian ia menutup pintu mobilnya.
Kepala Kejati Banten membenarkan pihaknya juga melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Dinkes Provinsi Banten. Menurutnya, pemanggilan Ati sebagai upaya pengembangan kasus dan pelengkapan alat bukti.
“Tadi juga dimintai keterangan dan diperiksa oleh tim penyidik. Nanti kami akan simpulkan, kemudian akan kami dalami untuk pengembangan sekaligus melengkapi alat bukti dalam rangka penuntutan perkara ini,” katanya. (dzh/bnn/gatot)
Diskusi tentang ini post