SATELITNEWS.ID, BANDARA—Sebanyak 22 pekerja migran Indonesia yang ditempatkan di Suriah dipulangkan. Pemulangan dilakukan oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran (BP2MI) melalui Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (28/05).
Kepala BP2MI Benny Ramdhani mengatakan, pemulangan pekerja migran itu dikarenakan konflik yang terjadi sejak 2011 di negara tersebut berpotensi mengancam keselamatan para pekerja. “Kita repatriasi terhadap 22 pekerja migran Indonesia dari Suriah. Padahal Suriah dikenal sebagai negara atau daerah konflik,” ujar Benny.
Dia mengungkapkan, sebenarnya Pemerintah Indonesia telah menerbitkan suatu aturan dalam melarang penempatan PMI ke negara konflik, seperti Suriah. Aturan tersebut kata Benny diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada 2011 lalu.
“2015, Kemnaker kembali mengeluarkan Permenaker, dimana untuk pekerja rumah tangga diperseorangan itu tidak diperbolehkan. Artinya, penempatan, pengiriman pekerja keluar negeri, termasuk Suriah sebagai negara konflik, Timur Tengah itu tidak boleh,” jelas dia.
Dengan begitu, maka penempatan pekerja Indonesia ke wilayah negara konflik, diatas tahun 2011 dan 2015 adalah ilegal. Benny menjelaskan, bila ada pekerja migran yang ditempatkan di wilayah konflik sama saja dengan tindak pidana perdagangan orang.
“Berarti ilegal. Mereka ini, jelas tindak pidana perdagangan orang, intinya adalah ini tidak mungkin terjadi, jika para pelaku yang disebut mafia, sindikat ini dibekingi oknum-oknum, atau saya sebut memiliki atributif kekuasaan,” ucap dia.
Lebih malangnya nasib pekerja migran tersebut, Benny menggunkapkan kalau mereka hanya menerima gaji Rp 2 juta. Belum lagi kekerasan fisik yang dilakukan oleh majikannya.
“Rentan mengalami tindak kekerasan fisik, tindak kekerasan seksual, gaji yang tidak dibayar sesuai dengan harapan mereka, sesuai yang dijanjikan sebelumnya, pemberlakuan jam kerja, mereka menyebut tadi bagaimana mereka dieksploitasi yang tidak diberikan waktu istirahat,” ungkap Benny.
BP2MI kata Benny pun terus melakukan berbagai upaya dalam mencegah PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang ditempat kerjakan di wilayah konflik. Namun, hal ini akan percuma bila para pemangku jabatan tidak memegang teguh komitmen. “Orientasi kita bukan pada merah putih, tapi lebih ingin menjadi antek dari pada bandit dan mafia maka masalah PMI tidak akan pernah selesai dan tidak akan pernah menemukan ujungnya,” pungkasnya. (irfan/made)
Diskusi tentang ini post