SATELITNEWS.ID, JAKARTA–Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong penyelesaian kasus dugaan korupsi dana hibah bantuan sosial pondok pesantren (Ponpes) Banten dilakukan hingga pemeriksaan pejabat di level atas. ICW menyebutkan korupsi hibah bansos bukan barang baru di Banten.
Aktivis ICW Nisa Rizkia menyatakan fokus yang harus didorong dalam menyelesaikan perkara ini yaitu mendorong pemerintah di kalangan pejabat tingkat atas, untuk melihat sejauh mana adanya dugaan keterlibatan atau tidak. Sebab, prosedur, proses verifikasi dan penentuan penerima hibah bansos ponpes harus dilihat kembali dan dilakukan pemeriksaan secara mendetail. Ketika pendataan penerima dana hibah dilakukan secara rapi dan sesuai sasaran, seharusnya tidak terjadi ketidaksesuaian atau sesuatu yang tidak tepat sasaran.
“Hal itu penting dilakukan, karena ketika berbicara bansos di daerah itu misalnya ada orang yang harusnya tidak menerima, malah menerima. Ada orang yang menerima, tetapi dobel. Itu kasus yang biasanya terjadi di bansos, dalam hal ini pemerintah harus melihat bagaimana pemerintah melakukan pendataan atas hal tersebut,” jelasnya.
Peneliti ICW Tibiko Akbar mengungkapkan bahwa pada tahun 2013, pernah terjadi kasus serupa dalam kasus dana hibah pesantren yang disebut-sebut bukan barang baru. Kebijakan pemerintah daerah terkait hal ini, pernah terjadi di rezim sebelumnya, lalu diaktifkan kembali di rezim 2018.
Ia menyebutkan, ada tiga persoalan utama yang dilihat dari kasus korupsi. Pertama soal mekanisme atau prosedur pengelolaan dan distribusi dana hibah pesantren. Selain itu minimnya transparansi dan akuntabilitas, menjadi dorongan terjadinya penyelewengan.
“Kalau kita lihat, persoalan yang terjadi, meskipun ini bisa dikatakan sangat massif, akibat dari ketidakjelasan bagaimana ketentuan atau prosedur dalam distribusi penyaluran itu dilakukan. Akhirnya, potensi menjadi celah penyelewengan distribusi hibah pesantren, dan kita melihat tidak begitu jelas (prosedurnya),” ungkapnya.
Buntut dari ketidakjelasan dari prosedur pendistribusian dana hibah Ponpes, transparansi dan akuntabilitasnya diragukan. Berangkat dari adanya temuan dalam kasus yang terjadi di Banten, soal anggaran yang belum dilaporkan pada periode-periode sebelumnya.
“Yang terungkap ini kan baru dari periode 2018-2020, modusnya sebetulnya sangat umum yaitu adanya pemotongan. Kalau kita lihat, kami menduga bisa dikatakan (kasus korupsi) itu tidak terjadi pada tahun 2020 saja, apa kabar tahun 2019 dan tahun 2018?,” ucapnya.
Adanya ketidakjelasan prosedur, Tibi menyatakan, peristiwa yang sama dalam hal ini korupsi dana hibah Ponpes terjadi pada periode-periode sebelumnya. Oleh karena itu, pihaknya bersama masyarakat sipil mendorong penegak hukum untuk menindaklanjuti dan mengusut tuntas dugaan pelanggaran pengelolaan dana hibah pesantren yang terjadi pada tahun 2019, 2018 dan 2020.
Persoalan kedua yang menjadi sorotan ICW yaitu pola hibah korupsi dana pesantren, banyak poin-poin yang dilanggar oleh oknum diantaranya efisiensi, kehati-hatian, tidak bebas dari kepentingan. Ia pun menyebutkan catatan ICW terkait dana hibah bansos yang kerap kali menjadi bancakan politik.
“Yang perlu dicatat apakah kasus ini bisa menyeret Gubernur Banten atau tidak, bahwa kuasa pengguna anggaran di daerah adalah kepala daerah. Proses kebijakan dana hibah di tingkat daerah, penanggung jawab tertingginya adalah pemerintah daerah dalam hal ini kepala daerah,” katanya.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya proses penuntasan perkara korupsi dana hibah Ponpes ini, seharusnya juga memeriksa pihak-pihak yang tidak hanya berada di tataran birokrasi bawah dan menengah. Tetapi juga memeriksa pihak-pihak yang ada di tataran birokrasi level atas.
“Kami menduga, dalam pola korupsi yang marak terjadi biasanya korupsi tidak dilakukan dalam posisi tunggal, melainkan berjamaah dan melibatkan banyak tugas,” tegasnya.
Direktur Visi Integritas, Ade Irawan mengaku dejavu dengan terungkap kembali kasus korupsi dana hibah Ponpes. Ia menyampaikan, apabila proses hukum saat ini berhenti tanpa berhasil mengungkap aktor intelektual dibalik korupsi dana hibah ponpes, ia yakin hal ini ke depan akan terulang kembali. Karena hibah dan bansos ini executive heavy, sehingga mudah digunakan untuk banyak kepentingan baik kepentingan politik, maupun kepentingan mendapatkan keuntungan pribadi.
“Karena hibah dan bansos ini karakternya lebih mudah untuk (diselewengkan) dibandingkan program-program yang lain,” katanya. (muf/bnn/gatot)
Diskusi tentang ini post