SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Puluhan warga RT 05 RW 04 Kelurahan Kedaung Wetan, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang berkeluh kesah. Mereka yang tinggal berdempetan dengan tempat pembuangan akhir (TPA) Rawa Kucing Kota Tangerang itu bercerita tentang kisahnya hidup di sana.
Bau tak sedap dan lalat-lalat yang berterbangan sudah tak asing lagi bagi para warga. Bukit sampah yang tepat berada di belakang pemukiman pun menjadi panorama tak elok dipandang.
Sepintas mereka tampak terbiasa. Namun tersimpan ketidaknyamanan yang mereka rasakan. Para warga terpaksa bertahan karena tak punya pilihan untuk pindah.
“Ini rumah peninggalan orang tua kami, warisan. Sudah 30 tahun lebih saya tinggal di sini. Dari orang tua juga sudah di sini. Ngga punya rumah lagi,” ujar salah satu warga Kustini, Selasa (15/6/2021).
Di kawasan yang berdekatan dengan TPA Rawa Kucing itu terdapat 16 bidang lahan, belasan rumah dan satu vihara. Ada juga satu bidang lahan yang sudah berdiri empat rumah dengan 10 Kepala Keluarga (KK). Mereka tinggal di sana turun temurun. Secara keseluruhan, ada 16 kepala keluarga yang terdampak.
Jarak rumah warga dengan TPA Rawa Kucing hanya 20 meter. Ada juga yang bagian rumah belakangnya langsung berdempetan dengan TPA tersebut.
Kustini menyatakan banyak dampak yang mereka rasakan kala bertetangga dengan TPA Rawa Kucing. Selain bau tak sedap, air bersih dari tanah pun tak bisa mereka nikmati.
“Karena airnya keruh, mungkin serapan dari sampah itu. Jadi kami tidak bisa pakai air tanah di sini,” kata Kustini, ibu tiga anak tersebut.
Sebagai gantinya, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang memberikan pasokan air bersih. 2.000 liter dari PDAM Tirta Benteng dipasok setiap hari. Air tersebut ditampung ke dalam tangki yang dipergunakan untuk semua warga di kawasan tersebut.
“Sudah sepuluh tahun mungkin kita dapat air bersih. Awalnya bayar. Tapi sekarang gratis, sudah 3 tahun ini,” ungkap Kustini.
Banjir Bercampur Limbah Cair
Mereka semakin menderita tatkala hujan tiba. Warga harap-harap cemas. Banjir kerap terjadi ketika air hujan turun dari langit lantaran drainase yang buruk.
Banjir yang melanda pemukiman itu bercampur dengan limbah cair TPA Rawa Kucing. Yang terparah terjadi pada awal 2020 lalu, air sampai masuk ke dalam rumah.
“Airnya hitam masuk ke rumah kami. Kalau dulu tidak, karena di sana (TPA Rawa Kucing) ada saluran airnya. Tapi sekarang sudah tertutup dengan sampah,”ungkap Kustini.
Dia menjelaskan saluran air di kawasan tersebut pun tidak memadai karena hanya memiliki lebar sekira 20 sentimeter. “Karena tertutup oleh pembangunan jalan beton,” imbuh Kustini.
Untuk mengantisipasi banjir, warga membuat penyekat di depan teras mereka. Kemudian, mereka membuat penampungan air yang disedot menggunakan mesin. Namun, cara itu dirasa kurang ampuh karena air tidak dapat tertampung.
“Ini makanya kita semen biar air nggak masuk. Pak RT juga buat penampungan tapi airnya tetap meluber ke lingkungan, mesinnya juga sering rusak,”tutur Kustini.
Derita Flek Paru-paru hingga Penyakit Kulit
Masalah kesehatan juga tak dapat mereka hindari. Mulai dari ISPA hingga penyakit kulit kerap mereka rasakan.
“Itu anak saya yang laki kena flek di paru-paru. Saya juga gatal-gatal ini,” kata Kustini sembari menunjukkan tangan dan kakinya yang terdapat bekas luka kering dan basah karena penyakit kulit.
Pelayanan kesehatan sempat mereka rasakan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang. Namun, itu hanya bertahan sekira setahun. Semenjak Pandemi Covid-19 pelayanan kesehatan sudah tak berjalan.
“Ada kali cuma setahun (2019-2020), itu gratis untuk warga Neglasari. Datang diperiksa dan dikasih obat gratis. Tapi pas Covid-19 sudah tidak ada,” ungkap Kustini.
Warga lainnya Yati sempat mencoba minta solusi kepada Pemkot Tangerang. Kata dia, Pemkot Tangerang berjanji memberikan kompensasi lahan di permukiman tersebut. Namun, hingga saat ini tak kunjung terealisasi.
“Sudah tiga tahun lalu mereka janji bayar lahan kita. Rumah ini mau digusur. Tapi kita belum dapat kabar lagi. Informasi yang kita dapat sih bulan 7 (Juli) mau dibayar tapi belum tahu kita,” katanya.
Yati mengatakan sebagian warga di pemukiman itu sudah pindah karena memiliki rumah di lokasi lain. Namun sebagian lagi, masih menetap dan menunggu kompensasi lahan.
“Itu yang di belakang rumah koh Abeng (rumah yang berdempetan langsung dengan Sampah TPA Rawa Kucing) sudah pindah. Dia punya rumah lagi. Kita kan cuma di sini (rumah) mau pindah kemana,” tutur Yati.
Yati berharap Pemkot Tangerang segera membayar memberikan solusi. Pasalnya, mereka sudah tak tahan lagi.
“Kita mau segera pindah tapi duit nggak punya. Makanya kita nunggu kompensasi saja. Lingkungan di sini sudah tidak sehat,” pungkasnya. (irfan/gatot)
Diskusi tentang ini post