SATELITNEWS.ID, JAKARTA—Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas dievaluasi ulang. Dia menilai bahwa kebijakan tersebut terlalu dipaksakan apabila dijalankan di tengah pandemi seperti ini.
“Khusus di bidang pendidikan, penting ditinjau ulang kebijakan untuk mulai membuka sekolah offline dalam suasana pandemi yang kian meningkat saat ini,” ujar dia melalui keterangan resmi, Minggu (20/6).
Hak anak maupun guru dan tenaga kependidikan perlu dilindungi dengan sebaik-baiknya dalam kondisi sekarang. Seraya dicarikan dan diterapkan langkah-langkah kreatif, inovatif, dan terobosan dalam penyelenggaraan pembelajaran online yang tepat sasaran. “Disertai kesungguhan dan keterlibatan aktif semua pihak, termasuk tanggungjawab orang tua dan masyarakat,” ujarnya.
Kemendikbudistek serta lembaga pendidikan di Indonesia pun turut diminta untuk membuat kebijakan yang melihat semua aspek. Selain itu, institusi keluarga diharapkan peran dan tanggungjawabnya dalam mensukseskan pembelajaran online. “Sejatinya kewajiban mendidik itu berada pada orang tua,” kata Haedar.
Khusus bagi anak-anak yang di lingkungan keluarga yang terbatas fasilitas untuk belajar secara online, Kemendikbudristek dituntut kebijakan dan langkah terobosan yang memberi solusi bagi anak bangsa yang terbatas kondisinya itu. “Hal itu sebagai wujud kewajiban konstitusional pemerintah kepada anak terlantar dan orang-orang miskin yang harus ditanggung oleh negara,” tegasnya.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) meminta penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas perlu berfokus pada hal esensial. Salah satunya terkait dengan kurikulum.
Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Sesditjen GTK), Nunuk Suryani menekankan tidak ada tekanan bagi guru dalam menuntaskan kurikulum dikarenakan PTM terbatas dilaksanakan di tengah kondisi khusus pandemi.
“Prioritas dari satuan pendidikan bukan untuk menuntaskan kurikulum, tetapi memastikan bahwa setiap peserta didik mengalami proses pembelajaran,” jelas dia dalam keterangannya, Minggu (20/6).
Para guru, pengawas sekolah, dan kepala sekolah perlu mengontekstualisasikan panduan sesuai kondisi dan kebutuhan di daerah masing-masing. Sebab, fokus dari kurikulum pada masa pandemi adalah mempelajari hal-hal yang esensial.
“Tidak mengejar ketuntasan peserta didik, tetapi mengacu pada kebutuhan peserta didik dan menjadikan protokol kesehatan sebagai syarat utama,” tuturnya.
Satuan pendidikan dapat memilih menggunakan kurikulum yang tersedia, yaitu kurikulum 2013, atau kurikulum mandiri yang dikembangkan sekolah, atau kurikulum kondisi khusus yang dikembangkan Kemendikbudristek. Untuk itu, warga sekolah harus benar-benar memahami Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran yang sudah diterbitkan oleh Kemendikbudristek dan Kementerian Agama.
“Jadi, jelas bahwa ukuran keberhasilannya adalah tingkat kepatuhan protokol kesehatan di kelas, tingkat pelibatan orang tua pada pembelajaran, dan juga pelibatan peserta didik dalam pembelajaran,” terangnya. (jpg/gatot)
Diskusi tentang ini post