SATELITNEWS.ID, SERANG—Kepala Ombudsman Perwakilan Banten, Dedy Irsan membeberkan sejumlah temuannya saat melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan PPDB tahun Ajaran 2021-2022 tingkat SD, SMP, SMA/sederajat di wilayah Provinsi Banten. Temuan berupa tidak bisa diaksesnya website PPDB hingga kanal pengaduan yang tidak responsif.
“Dari hasil pemantauan dan pengawasan baik melalui penerimaan informasi, pengaduan masyarakat, maupun obervasi, dan pemeriksaan langsung di lapangan, Ombudsman Banten memperoleh berbagai temuan,” ujarnya dalam keterangan persnya, Kamis (24/6/2021).
Temuan pertama yakni berkaitan dengan permasalahan pada situs PPDB tingkat SMA yang dikelola oleh Dindikbud Provinsi Banten. Hal itu berdampak pada tidak bisa diaksesnya situs PPDB daring baik oleh masyarakat, maupun pihak sekolah.
Selain tidak bisa diakses, masalah yang muncul dalam sistem daring tahun ini antara lain terdapat laman tertentu yang tidak bisa ditampilkan padahal itu merupakan informasi penting bagi pendaftar. Lalu, laman monitoring hasil sementara tidak update atau informasi yang diberikan tidak realtime, sehingga menyulitkan pendaftar untuk mengambil keputusan atau tindakan.
“Misalnya untuk mengganti pilihan apabila hasil sementara menunjukkan tidak diterima di pilihan pertama dan kedua. Lalu ketidaksinkronan data yang diinput pendaftar dengan data keluaran dari sistem. Contohnya, peserta dalam daerah malah dinyatakan luar daerah, pilihan sekolah dan NISN tidak keluar pada saat dicetak dan lain-lain. Kemudian kesulitan akses bagi operator sekolah yang diantaranya bertugas melakukan verifikasi sehingga terjadi pelambatan proses,” tuturnya.
Menurutnya, kendala sistem daring terjadi sejak hari pertama hingga hari keempat atau hari terakhir. Ia mengatakan, upaya perbaikan yang dilakukan sejak hari pertama masih belum dapat mengatasi permasalahan yang dikeluhkan pendaftar dan tidak membuat sistem berjalan dengan stabil.
“Akibat kendala pada pendaftaran online dan kesimpangsiuran informasi, masyarakat mendatangi sekolah hingga dinas guna memperoleh penjelasan maupun melakukan pendaftaran secara offline. Masyarakat menghabiskan lebih banyak energi, biaya, dan waktu,” katanya.
Meski pendaftaran luring memang dimungkinkan sejak awal bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan untuk mendaftar secara daring, namun menurutnya kendala pada sistem daring justru membuat kerumunan meningkat akibat banyak yang ingin melakukan pendaftaran di sekolah yang dirasa lebih pasti dan aman. Sehingga, sekolah pun kesulitan mengantisipasi dan memberlakukan prokes.
“Walaupun diberlakukan sistem online, masyarakat atau pendaftar tetap diwajibkan mengantarkan berkas pendaftaran secara fisik ke sekolah. Pada dasarnya, verifikasi berkas bisa dilakukan setelah dikeluarkan pengumuman, diberlakukan bagi yang sudah dinyatakan diterima. Hal ini seharusnya sudah dapat diantisipasi oleh Dinas melalui integrasi data pendidikan dan kerja sama dengan Dinas terkait. Akibatnya, masyarakat masih tetap mengantri untuk meminta legalisasi dokumen kependudukan,” ucapnya.
Ia pun menemukan adanya pemberlakuan syarat tambahan di setiap sekolah, selain persyaratan yang dipublikasikan melalui website PPDB maupun yang tercantum dalam regulasi. Syarat tambahan tersebut pun berbeda-beda di tiap sekolah.
“Contohnya antara lain pas foto dengan latar belakang warna tertentu, fotokopi KTP orangtua, akta kelahiran dan kartu keluarga yang dilegalisir instansi terkait, dan surat pernyataan orangtua bermaterai. Informasi syarat tambahan seringkali baru diperoleh pada saat pendaftar datang ke sekolah,” katanya.
Selain itu, kanal atau saluran informasi dan pengaduan PPDB online dinilai tidak responsif. Meskipun kanal tersebut merespon, tidak memberikan informasi yang informatif dan tidak dapat membantu permasalahan pengadu sesuai kewenangan Dindikbud Provinsi Banten.
“Bahkan dari tiga nomor yang disediakan, hanya satu nomor yang memberikan respon meski kerap memberikan jawaban template,” ucapnya.
Dedy menuturkan, pihaknya menilai PPDB sebagai penyelenggaraan pelayanan penting bagi masyarakat. Sehingga, perlu dilaksanakan dengan cermat, profesional, dan akuntabel. Permasalahan pada proses PPDB SMA tahun ini pun disebut mencerminkan kemunduran tata kelola pendidikan di Provinsi Banten.
Oleh karena itu, pihaknya pun merekomendasikan kepada Gubernur Banten untuk mengambil kebijakan yang diperlukan secara cepat dan tepat, agar permasalahan PPDB tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat.
“Kebijakan dimaksud perlu dibuat dengan payung hukum yang memadai dan dikomunikasikan kepada publik melalui berbagai kanal resmi Pemerintah Provinsi Banten serta media massa dalam waktu segera,” katanya.
Pemprov harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap instansi yang berwenang, penanggung jawab PPDB tahun ini, serta pihak ketiga atau vendor yang terlibat untuk identifikasi permasalahan sebagai bahan perbaikan dan mengantisipasi supaya tidak berulang terjadi di masa yang akan datang.
“Membentuk tim yang dapat secara aktif berkoordinasi dengan berbagai pihak, khususnya untuk menangani dan menyelesaikan laporan atau pengaduan maupun konsultasi masyarakat,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang SMA pada Dindikbud Provinsi Banten, Lukman, membantah bahwa karut marut yang terjadi pada pelaksanaan PPDB menjadi indikator kemunduran dunia pendidikan di Provinsi Banten. Sebab, banyak indikator lain yang bisa dijadikan penilaian atas kondisi pendidikan di Provinsi Banten.
“Bukan menjadi indikator kalau PPDB menjadi kemunduran pendidikan. Jangan jadikan satu item ini menjadi keseluruhan keputusan. Jangan membuat kesimpulan yang hanya ada satu titik. Harus ada akumulasi dari berbagai titik,” ujarnya. (dzh/bnn/gatot)
Diskusi tentang ini post