SATELITNEWS.COM, RANGKASBITUNG—Pemkab Lebak berencana menonaktifan 40 ribu peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBIJKN) di Kabupaten Lebak untuk tahun 2020. Sejumlah alasan mendasari penonaktifan pemberian bantuan tersebut. Tak urung kebijakan ini mendapat kecaman.
Salah satu kecaman datang dari ormas Badak Banten. Kecaman disampaikan lantaran dipastikan masyarakat khususnya warga miskin tidak akan mendapatkan pelayanan kesehatan. Diketahui, Dinsos Lebak mengeluarkan surat Nomor 460/1530Linjamsos/2019 tertanggal 9 Desember 2019 perihal pemberitahuan pengurangan jumlah peserta PBIJKN APBD Kabupaten Lebak.
Surat tersebut merespon surat Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak Nomor 902/3317Yankes/XII/2019 tertanggal 5 Desember 2019 tentang pengurangan jumlah peserta PBIJKN APBD Kabupaten Lebak. Dalam surat itu diketahui bahwa jumlah warga miskin yang ditanggung preminya oleh Pemkab Lebak sebanyak 91.800 orang dan harus dikurangi menjadi 51.800 orang.
“Artinya ada 40 ribu warga miskin baru yang akan kehilangan jaminan kesehatannya dari pemerintah. Jumlahnya fantastis, setengah dari jumlah peserta PBI pada tahun 2019. Ini warga miskin yang dicoret, bisa dibayangkan mereka tidak mendapatkan hak dasarnya di bidang kesehatan,” kata Ketua Badak Banten Kabupaten Lebak, Eli Sahroni, kemarin.
Menurut Badak Banten, pemerintah daerah tidak punya alasan apapun untuk mencoret kepesertaan puluhan ribu warga miskin. Termasuk jika alasannya karena anggaran APBD 2020 yang diproyeksi defisit. “Kalau pun alasannya karena defisit anggaran, kenapa harus hak orang miskin yang dicoret? Kenapa tidak yang lain. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan,” tandasnya.
Sementara, Kepala Dinsos Lebak Eka Darma Putra mengaku, sedang melakukan verifikasi dan validasi (verval) data penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBIJK). Verval dilakukan agar PBI tepat sasaran kepada warga miskin yang benarbenar berhak mendapatkan.”Beberapa bulan lalu Kemensos mengurangi jumlah kuota peserta sebanyak 40 ribu,” kata Eka.
Menurutnya, pengurangan tersebut dikarenakan peserta meninggal dunia, tidak aktif, perubahan status menjadi BPJS mandiri, pindah alamat, tidak ditemukan alamat, penerima bantuan ganda (Peserta masuk ke APBN dan APBD) dan lainlain.”Itu prioritas yang dinonaktifkan. Perlu diketahui bahwa BPJS PBI itu ada yang didanai dari APBN, APBD I (Provinsi) dan APBD II (Kabupaten),” jelasnya.
Eka menjelaskan, langkah verval yang sedang dilakukan agar data penerima benarbenar valid dan reliabel, sehingga bantuan pemerintah tepat sasaran. Dia memastikan, pengurangan tersebut tidak mengurangi aspek pelayanan terhadap warga yang benarbenar miskin.
“Jika ada warga yang betulbetul miskin dan belum memiliki BPJS masih tetap diproses dan dilayani untuk mendapatkan hakhak pelayanan kesehatan secara gratis menggunakan BPJS PBI. Yang jelas pelayanan terhadap warga miskin yang belum tercover akan tetap terus berjalan,” tandasnya. (mulyana/made)
Diskusi tentang ini post