SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat telah diberlakukan di 6 Provinsi se-Jawa-Bali sejak 3 Juli 2021 lalu. Penurunan aktivitas masyarakat di ruang publik mengalami peningkatan sejak aturan itu diberlakukan. Akan tetapi, penurunan aktivitas masyarakat itu bervariasi.
Fakta itu diungkapkan dari hasil riset dari Institute For Policy Development, Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik (DMKP) Fisipol UGM, berjudul Catatan Setengah Jalan PPKM Darurat. Riset itu dipublikasikan pada Kamis (15/7/2021).
Riset yang tergolong kepada riset big data tersebut, dengan sumber data dari google mobility, google trend, serta dari machine learning: similarweb, berhasil mengungkapkan bahwa peningkatan aktivitas masyarakat di area rumah paling tinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur. Sementara peningkatan paling rendah terjadi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten.
Salah satu dari tim peneliti Cahyani Widi mengungkapkan bahwa PPKM Darurat berhasil meningkatkan aktivitas masyarakat Jawa Timur di area rumah sebanyak 2,71%. Sedangkan di wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten, PPKM Darurat hanya berhasil meningkatkan aktivitas masyarakat di area rumah sebanyak kurang dari 1%.
“(Alhasil, PPKM Darurat terlihat) berjalan kurang efektif di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten (jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya),” tutur Widi di laman UGM.
Lalu, dengan adanya PPKM Darurat, aktivitas masyarakat di tempat kerja juga terlihat mengalami penurunan yang cukup siginifikan. Namun, jika di breakdown ternyata tidak semua provinsi mengalami penurunan, sebagaimana halnya yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah. Aktivitas masyarakat Jawa Tengah di tempat kerja justru mengalami peningkatan sebesar 0,57%.
Di Yogyakarta, penurunan mobilitas masyarakat di area retail dan rekreasi memang cukup signifikan. Namun, mobilitas masyarakat di area taman justru mengalami peningkatan. Peningkatan mobilitas masyarakat di area taman ini diketahui terjadi juga di wilayah DKI Jakarta.
Oleh karena temuan tersebut, salah satu dari tim peneliti lainnya, Media Wahyudi Askar, Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM, mengemukakan beberapa rekomendasi. Beberapa diantaranya pertama, pemerintah perlu terus menyiapkan penambahan tempat tidur, posko, tenda, gedung darurat, ataupun selter. Kedua, pemerintah juga perlu menggunakan sistem rujukan bertingkat antar fasilitas kesehatan (rumah sakit dan selter) yang berbasis pada tingkat gejala pasien sehingga penumpukan pasien di fasilitas kesehatan dapat diminalkan.
Ketiga membatasi arus masuk bagi orang dari luar negeri. Keempat mengoptimalkan kebijakan Work From Home (WFH) dan pembatasan mobilitas masyarakat di luar rumah, terutama di Bali. Kelima, pemerintah juga perlu memastikan distribusi tabung oksigen di seluruh fasilitas kesehatan terkendali dengan baik dan merata. (gatot)