SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Mural atau lukisan dinding berwajah mirip Presiden Jokowi dengan tulisan 404:not found menutupi mata yang terpampang di Jalan Pembangunan 1 Kelurahan Batujaya, Kecamatan Batuceper Kota Tangerang mengguncang jagad dunia maya Indonesia. Tagar #Jokowi404NotFound menjadi trending topic di twitter sejak Sabtu (14/8/2021) hingga Minggu, (15/8/2021).
Tagar tersebut muncul seiring rencana Polres Metro Tangerang Kota melakukan penyelidikan terhadap pembuat mural. Dalam dunia internet, 404:not found adalah kode error jika laman tidak ditemukan.
Polisi dan Satpol PP Kota Tangerang serta aparat kecamatan dan kelurahan telah menghapus mural tersebut pada Kamis (12/08/2021). Sementara, pembuat muralnya dicari polisi.
Kapolsek Batu Ceper, AKP David Purba mengungkapkan pihaknya sudah memeriksa dua saksi terkait pembuatan mural tersebut. “Ada dua saksi (telah diperiksa), belum ada pelaku. Lagi proses pencarian dan penyelidikan,” ujar AKP David Purba.
Kasubag Humas Polres Metro Tangerang Kota Kompol Abdul Rachim menambahkan penyelidikan dilakukan untuk mencari tahu motif pembuat mural. Menurut Abdul Rachim, Presiden merupakan lambang negara.
“Tetap dilidik karena itu perbuatan siapa, bagaimana pun itu lambang negara. Presiden ini panglima tertinggi TNI Polri, lambang negara. Kita sebagai orang Indonesia mau pimpinan negara digituin. Jangan dari sisi yang lain gitu,” katanya.
Pernyataan bahwa Presiden merupakan lambang Negara menuai kritikan. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimli Asshidiqie melalui akun twitternya menyatakan Presiden bukanlah lambang negara.
“Pasal 36A UUD NRIT (Negara Republik Indonesia Tahun) 1945 menegaskan ‘Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika’,”ungkap Jimly, Sabtu (14/8/2021).
Anggota DPR RI Fadli Zon ikut mengomentari melalui akun twitter-nya di @Fadlizon. Selain soal penghapusan mural, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini juga mengkritisi ungkapan Kasubag Humas Polres Metro Tangerang Kota Kompol Abdul Rachim soal Presiden sebagai lambang negara.
“Tak usah berlebihan tanggapi mural, lukisan, poster, meme n ekspresi seni lainnya.Itu bagian dr ekspresi budaya. Justru respons berlebihan mereduksi hak rakyat utk menyatakan sikap/pendapat atau kemerdekaan berekspresi. Lagi pula presiden bukan lambang negara. Katanya demokrasi,” tulis mantan Wakil Ketua DPR RI itu, Sabtu, (14/08/2021).
Pegiat seni dan budaya Tangerang Edy Bonetsky mengatakan seharusnya mural tersebut tidak usah dipersoalkan. Menurut dia, mural itu merupakan bentuk aspirasi seorang seniman jalanan yang meluapkan cara pandangnya pada era pandemi Covid-19. Menurut Edi, mural tersebut tidak bertujuan melawan siapapun.
“Jadi tidak ada yang sesungguhnya dilawan di mural mirip Jokowi di Batuceper. Sesungguhnya seni hari ini harus berpihak pada perut publik. Seni hari ini harus memiliki kesadaran budaya bagaimana melihat objektifitas laku negara,” ujar Edi, Minggu (15/8/2021).
Dia meminta publik atau pemangku jabatan lain untuk melihat mural tersebut sebagai bentuk objektifikasi bukan dari subjek. Bukan melihat sosok dalam mural itu sebagai kepala negara.
Dia mencontohkan seperti mural bertuliskan “Tuhan Aku Lapar” yang ada di Cikupa namun sudah dihapus. Itu kata Edy sesungguhnya adalah bentuk kesadaran dari seniman jalanan untuk menuangkan gagasan yang murni.
“Bagaimana hari ini doa bersama ‘Tuhan kami lapar’ kami butuh pertolonganmu. Seperti lagu Iwan fals “hei Tuhan adalah jerit umatmu yang tengah dihalau debu” Iwan Fals ada bilang gitu. Ebiet G Ade ngomong ‘mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa’ seperti itulah ranah kebudayaan hari ini,” jelas Edy.
“Jadi mural mirip Jokowi yang sempet dihapus oleh pihak berwajib, ini sesungguhnya bisa didialogkan kenapa seni hari ini begitu ? Kenapa seni hari kemarin begitu ? Ya ruang-ruang titik-titik temu untuk menyadarkan publik dengan kesadaran yang sesungguhnya sangat dibutuhkan hari ini,” tambah Edy.
Dia menuturkan seni harus berpihak kepada kebenaran. Sehingga, bukan perkara antikritik atau tidak antikritik. Kata dia, pemerintah harus belajar kembali terkait seni dapat memberikan kesadaran baru bagi masyarakat.
Penghapusan karya seniman jalanan karena dinilai sensitif bukan pertama kali ini saja terjadi. Sebelumnya, juga terjadi di wilayah Cikupa, Kabupaten Tangerang. Meski demikian, kata Edy hal ini bukan merupakan upaya untuk melunturkan semangat seniman dalam berkarya.
“Karya abadi. Seniman boleh mati tapi karya tulisan, gambar, buku, lukisan itu abadi bisa dinikmati tahun ke depan sebagai pembelajaran manusia. Karya bisa dimanapun, dengan media apapun, bisa dilakukan dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja,” jelas Edy.
Ketua DPRD Kota Tangerang Gatot Wibowo turut mengomentari mural mirip Jokowi yang sekarang menjadi viral. Dia mengatakan suka tidak suka Joko Widodo merupakan Presiden Indonesia maka harus dihormati.
“Kalau bicara kritik saya rasa pak Jokowi orang yang terbuka dan tidak antikritik cuma yang menjadi catatan adalah suka tidak suka beliau adalah Presiden Republik Indonesia, harus kita hormati,” ucapnya.
Menurut Gatot, bila Indonesia ingin jadi bangsa kelas dunia maka harus menghormati para pemimpinnya. Harus menempatkan pemimpin sesuai dengan porsinya.
“Bukan berarti pemimpin gila hormat tapi harus tempatkan dengan sesuai porsinya. Aparat kepolisian cepat menemukan orangnya, jadi ketahuan motifnya apa, apakah itu bagian dari kritik,” kata Gatot.
Menurut Gatot, Jokowi bukan presiden yang antikritik. Namun dia merupakan pemimpin yang bagian dari simbol negara sehingga harus dihormati.
“Beliau juga bagian dari salah satu simbol kan mewakili suara kita di luar kita ingin jadikan Indonesia bangsa kelas dunia, harus dimulai dari kita juga. Memposisikan pemimpin pada porsinya. Mengkritik boleh tapi sesuai porsilah proporsional dalam penempatan,” katanya.
Dia meminta masyarakat melakukan kritik dengan cara yang elegan dan diatur dalam Undang-undang. Seperti tidak menyerang SARA, fisik dan pribadi.
“Yang dikritik cara kerjanya. Tapi cara penyampaian orang beda-beda. Mungkin kalau dari sudut pandang seniman (mural mirip Jokowi) sah-sah saja,” ungkap Gatot.
Di media sosial, mural tersebutpun menjadi trending topic. Di Twitter hingga Minggu (15/08/2021) mural tersebut sudah mencapai 39,3 ribu tweet. Beragam kritik disampaikan di media sosial soal hebohnya mural itu.
Diketahui, lukisan jalanan tersebut berada di kolong jembatan Kereta Api Bandara Soekarno-Hatta. Lukisan memiliki latar warna merah dengan ilustrasi wajah berwarna abu-abu dan hitam pada latar belakangnya. Sedangkan, mural dengan media cat semprot itu pada bagian sampingnya tertuliskan besar pada samping kanan dan kiri gambar merupakan identitas dari pembuat mural. Yakni, Aeroboi Mont and Muska. Mural itu kini telah ditiban dengan cat hitam. (irfan)