SATELITNEWS.ID, SERPONG— Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengakui hingga kini masih banyak tanah milik masyarakat yang belum diterbitkan sertipikatnya melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Pihaknya berdalih lambatnya program itu karena data yang tidak lengkap serta banyaknya tanah yang masih dalam sengketa.
Kepala Kantor ATR/BPN Kota Tangsel Harison Mocodompis, mengungkapkan, semua pihak harus paham bersama bahwa program PTSL ini merupakan upaya pemerintah untuk mempercepat, memperbanyak jangauan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.
Di Tangsel sendiri sejak tahun 2017 sampai 2020 ada sekitar 140 ribu bidang tanah yang masuk program PTSL. Sebagian besar dari jumlah tersebut sudah menjadi sertipikat. “Program PTSL di tahun 2020 semua bidang tanah sudah jadi, PTSL di tahun 2019 sebagian besar juga sudah jadi sertipikatnya, begitu juga yang tahun 2018 dan 2017 sebagiannya sudah jadi,” ujar Harison kepada Satelit News saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (27/8/2021).
Harison menjelaskan, ada empat produk PTSL dalam Yuridis tanah. Antara lain, kategori 1 (K1), K2, K3 dan K4. PTSL K1 artinya tanah tersebut statusnya clean dan clear sehingga dapat diterbitkan sertipikat. K2 artinya status tanah tersebut sengketa sehingga hanya dicatat dalam buku tanah. K3 artinya status subyek tanahnya belum memenuhi syarat sehingga hanya dicatat dalam daftar tanah, dan K4 artinya tanah tersebut sudah memiliki sertipikat namun perlu perbaikan informasi pada peta. Di Tangsel sendiri, untuk PTSL di 2017, 2018 dan 2019 masih ada yang statusnya K3.
Untuk saat ini pihakya belum bisa memberikan data berapa jumlah bidang tanah PTSL di Tangerang Selatan yang sudah jadi sertipikat. Dia berdalih saat ini sedang melakukan pendataan dan pendalaman.
Diakuinya, dalam prosesnya memang ada kondisi-kondisi yang harus di-clear-kan. Tidak semua langsung bisa jadi sertipikat karena ada kondisi-kondisi tertentu yang menjadi penyebabnya. Misalnya, tanah masih dalam sengketa. Kedua, dokumen-dokumen tanah yang harusnya ada sebagai syarat untuk memenuhi kepastian hukum mungkin belum ada.
“Nah, apakah itu semua sudah ditrek atau belum itu menjadi tugas kami untuk mengurai satu demi satu, jadi kita tidak bisa men-generalisasi masalah karena hubungan dengan bidang tanah itu one to one, satu bidang tanah satu kepastian hukum, tidak bisa satu kepastian hukum untuk semua bidang tanah,” katanya.
Dia meminta bantuan semua pihak untuk dapat membantu ikut mengurai maslaah itu. Di BPN sendiri sudah mulai mengurai masalah tersebut. Pihaknya sudah memanggil satu persatu tim PTSL sebelumnya untuk mencari data terkini yang dikeluhkan masyarakat.
“Pemanggilan juga dilakukan terhadap tim di tingkat kecamatan dan kelurahan, termasuk petugas Satgas. Tolong di-clear-kan apakah berkas-berkas yang belum menjadi sertipikat tersebut sudah masuk ke BPN atau belum,” jelas mantan Kepala Bagian Humas kementerian ATR/BPN ini.
“Jika sudah diterima, apakah list centangan dalam persyaratan sebagai syarat terbitnya sertipikat tanah sudah lengkap atau belum,” sambungnya.
Pihaknya tidak berharap sama sekali masyarakat menjadi terganggu kepentingan-kepentingannya gara-gara surat-surat tanahnya yang sudah pernah diikutsertakan dalam program PTSL belum jadi sertipikat.
Pihaknya menyadari ada hal-hal yang harus diperbaiki dalam mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat, khusunya untuk program PTSL ini. Namun pihaknya tidak bisa bekerja sendiri. Semua pihak harus bersinergi dan berkolaborasi dengan sebuah niat yang betul-betul tulus di masyarakat.
“Kami tidak bisa menjanjikan apapun selain usaha semaksimal mungkin, saya percaya bahwa hasil tidak akan mengkhianati usaha,” tutur Harison.
Seperti diberitakan, sejumlah masyarakat Kota Tangsel mengeluhkan lambatnya sertipikasi tanah melalui program PTSL gratis oleh BPN Tangsel. Mereka khawatir status tanahnya menjadi tidak jelas lantaran tidak mengantongi surat-surat kepemilikan asetnya.
Masalah ini menjadi perhatian serius DPRD maupun Pemkot Tangsel. Sekretaris Komisi I DPRD Tangsel, Drajat Sumarsono, mengatakan, program ini meleset jauh dari target. Hasil rapat koordinasi Komisi I DPRD dengan seluruh Camat se-Tangsel pada Rabu (18/8/2021) terungkap bahwa hingga saat ini jumlah sertipikat tanah masyarakat yang belum diterbitkan oleh BPN mencapai ribuan.
“Berdasarkan keterangan dari para Camat, jumlah sertipikat tanah yang belum jadi se-Tangsel sekitar 3.000 sampai 4.000-an,” ujar Drajat Sumarsono, kepada wartawan, Kamis (19/8/2021).
Walikota Tangerang Selatan Benyamin Davnie, juga angkat bicara soal molornya pembuatan sertipikat tanah warga melalui penyuluhan PTSL gratis di wilayahnya. Pihaknya akan berkoordinasi dengan BPN setempat untuk mengetahui lebih dalam alasan lambatnya penerbitan sertipikat tersebut.
“Akan saya koordinasikan dengan kepala BPN Tangsel,” kata Benyamin, kepada wartawan melalui pesan tertulis via Whatssap, Rabu (18/8/2021).
Sementara, Ketua DPRD Tangsel Abdul Rosyid mempertanyakan sejumlah tanggungjawab BPN Tangsel yang berkaitan dengan persoalan di masyarakat yang hingga kini belum dituntaskan. Terutama terkait sertifikasi tanah melalui PTSL yang merupakan program presiden Joko Widodo sejak 2017. Kemudian, mengenai sertifikasi tanah aset milik Pemkot Tangsel.
“Dua agenda itu menjadi perhatian kita,” kata Abdul Rosyid kepada wartawan, Selasa (24/8/2021).
Dari dua pertanyaan itu, pihaknya telah mendapat keterangan dari pihak BPN Tangsel. Mengenai program PTSL, pihak BPN mengaku akan mencoba petakan dan segera dituntaskan. Kepala BPN Tangsel yang baru menjabat selama beberapa minggu itu juga akan fokus terhadap penyelesaian persoalan tersebut.
Pihak BPN mengakui lambatnya penyelesaian sertifikasi tanah melalui program PTSL ini lantaran terkendala persoalan-persoalan data dokumen tanah yang diajukan masyarakat. Namun demikian, pihaknya berkomitmen untuk merampungkan semuanya. (jarkasih)