SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Lima pembuangan sampah (TPS) liar di bantaran Sungai Cisadane wilayah Kecamatan Neglasari ternyata sudah beroperasi sejak tahun 2008 lalu. Hal itu berarti sudah 13 tahun TPS liar itu menampung sampah yang diduga berasal dari luar Kota Tangerang tanpa mendapatkan tindakan tegas dari instansi terkait. Demikian diungkapkan Ketua Komunitas pecinta lingkungan Saba Alam Indonesia Hijau (SAIH) Pahrul Roji.
Pahrul Roji mempertanyakan fungsi pengawasan pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Satpol PP Kota Tangerang terkait keberadaan TPS liar tersebut. Pasalnya, kondisi TPS itu sudah mengkhawatirkan. Sampah-sampah yang terdapat juga kerap terbuang atau dibuang ke sungai Cisadane sehingga menimbulkan pencemaran.
“Tingkat pencemaran parah karena dari 2008 dibiarkan tanpa ada pendampingan pemerintah. 2008 berarti tanda tanya ke pemerintah kenapa dibiarkan,” ujar Pahrul, Jumat, (3/9/2021).
Pahrul menuturkan terdapat lima TPS liar yang terdapat di pinggir aliran sungai Cisadane wilayah Kecamatan Neglasari. Luasnya mencapai 5 hingga 6 ribu meter persegi. Dari hasil pengamatannya, sampah tersebut merupakan limbah industri dan rumah tangga yang berasal luar wilayah Kota Tangerang.
“Sampah yang ditimbulkan sudah mengkhawatirkan karena sampah yang masuk. Itu kan dari Jakarta kan dari luar kota Tangerang,” ungkapnya.
“Dugaan kita kan gini, itu kan pelaku yang mengelola sampah warga sekitar, nah warga sekitar itu kita kembali bertanya gini ke LH kenapa dibiarkan berlarut-larut,” tambah Arul sapaan Pahrul Roji.
Soal TPS liar kata Arul Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang memiliki tiga kesalahan. Pertama sampah yang terdapat di TPSL itu berasal dari luar Kota Tangerang. Lalu, sampah atau residu tidak dikelola dengan baik.
“Ketiga, pemerintah membiarkan itu sekian lama bayangkan berapa ton sampah yang masuk ke laut dan sudah sendimentasi sampah. Seperti di muara itu kan ada pulau sampah di Tanjung Burung. Itu hulunya dimana,”tegas Arul.
Arul menegaskan aktivitas TPSL tersebut harus segera diselesaikan. Butuh keterlibatan semua pemangku kepentingan untuk menyelesaikan persoalan ini.
Mengacu pada undang-undang republik Indonesia (UU RI) nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pasal 25 kata Arul disebutkan pemerintah wajib memberikan kompensasi kepada warga yang terdampak Tempat Pembuangan Sampah. Namun, menurut Arul para warga yang terdampat di sekitar TPA Rawa Kucing tidak pernah mendapat kompensasi. Bila pembiaran TPS liar tersebut merupakan bentuk kompensasi Pemkot Tangerang atas TPA Rawa Kucing. Maka seharusnya ada pendampingan.
“Tutup dan dampingi mereka yang notabene adalah masyarakat diberikan fasilitas atau apalah bentuknya biar mereka tidak melakukan pencemaran sungai sebagai pengganti kompensasi dari keberadaan TPA,” jelasnya.
“Kalau dia (Pemkot Tangerang) mau peduli juga mestinya didampingi. Kita mencoba menyelesaikan pencemaran sampah untuk meminimalisir sampah yang masuk ke sungai,” tambah Arul.
Menurut Arul ada banyak peraturan soal pengelola sampah. Diantaranya Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009, Perda Banten nomor 8 tahun 2011 dan UU RI nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Hingga, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jaktranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
“Banyak peraturan yang mempidanakan pencemaran. Artinya pencemaran lingkungan baik tanah, udara, laut itu ada peraturannya,” tegas Arul.
Sejauh ini SAIH telah memberikan surat pengaduan dan permintaan penertiban TPLS tersebut ke Wali Kota Tangerang, Arief R. Wismansyah. Wali Kota dua periode itu sudah menerima surat tersebut dan telah menginstruksikan Satpol PP dan DLH untuk menertibkannya.
Kepala Bidang Penegakan Hukum Daerah untuk Satpol PP Kota Tangerang, Iwan enggan berkomentar soal instruksi Wali Kota Tangerang itu. “Saya ngga bisa jawab yah karena kewenangannya ada di itu ya. Nanti aja dikabarin yah. WA saja WA (WhatsApp),” singkatnya ketika dihubungi melalui sambungan telepon.
Kepala Bidang Kebersihan untuk DLH Kota Tangerang, Yudi Pradana juga sudah mendengar kalau TPS liar tersebut beroperasi sejak 2008. Namun, Yudi mengaku tidak mengetahui prosesnya.
“Menurut ceritanya sih bener yah begitu dari 2008 tapi kan prosesnya seperti apa saya kan belum tahu,” katanya.
Saat ditanyakan soal pengawasan yang dilakukan oleh DLH lantaran aktivitas TPS liar itu sudah berlangsung sejak 2008, Yudi tidak dapat menjawabnya. “Tanyakan sama pihak yang terkait. Yang pasti intinya kita lakukan pengawasan,” imbuhnya.
Yudi juga tidak mengetahui proses terjadinya TPS liar itu karena dia baru menjabat sebagai Kepala Bidang Kebersihan untuk DLH Kota Tangerang.
“Mungkin itu sudah statement pimpinan (instruksi penertiban). Kalau masalah pembiaran ya saya kan baru juga (baru menjabat sebagai Kepala Bidang Kebersihan untuk DLH Kota Tangerang,” katanya.
Terkait dengan sampah di TPSL itu berasal dari luar Kota Tangerang, Yudi menuturkan itu harus dibuktikan tersebut dahulu. “Kita nggak bisa asumsi apalagi sampah luar atau mana kan kita gak bisa asumsi, bahwa itu harus ada pembuktian,” pungkasnya. (irfan)