SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Tragedi terbakarnya Lapas Kelas I A Tangerang yang mengakibatkan 44 warga binaan tewas mendapat sorotan. Kejadian yang juga menjadi perhatian media luar negeri ini dinilai bagai membuat hak asasi manusia warga binaan begitu murah. Pendapat tersebut salah satunya disampaikan pengamat politik dan kebijakan publik Universitas Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, Adib Miftahul.
Adib menilai, peristiwa kebakaran dengan diduga terdapat korsleting listrik tersebut justru semakin menunjukkan pemerintah tak serius menangani warga binaan yang ada di dalam penjara. Sudah begitu lama masalah di lapas, seperti bangunan tak layak, over kapasitas, fasilitas yang minim seolah ini tak bisa diselesaikan.
“Sebagus apapun manajemen pengelolaan lapas kalau gedungnya tua, fasilitas banyak tak layak, didukung dengan minimnya teknologi, jangan kaget kalau kejadian seperti ini bakal terulang lagi. Nah di sini penting soal dukungan anggaran,” kata Dosen Fisip ini kepada awak media.
Adib juga menambahkan, salah satu kunci penting untuk menyelesaikan masalah pelik terkait manajemen lapas adalah political will. Padahal dukungan politik dan anggaran ini yang selalu didengungkan terutama oleh DPR RI, tetapi juga masih setengah hati.
“Political will dan dukungan anggaran sangat penting. Kan anggota DPR RI itu kalau reses sering kan kunjungan kerja ke lapas. Mereka sudah tahu betul apa yang terjadi di lapas. Kalau masalah di Lapas tak bisa diselesaikan, yah setengah hati,” tambahnya. Adib juga berpendapat, lapas adalah tempat memanusiakan warga binaan yang tengah menjalani masa hukuman agar menjadi manusia yang bermanfaat di kemudian hari.
“Nah ini seharusnya sejalan dengan revolusi mental yang menjadi prioritas Presiden. Walaupun mereka bersalah secara hukum tetapi mereka adalah manusia. Negara berkewajiban menjaga mereka. Memperbaiki mereka jadi orang baik lagi,” ujar tegasnya.
Adib Miftahul juga menilai sebagai prioritas adalah pekerjaan rumah besarnya berupa grand design sebuah lapas yang manusiawi dengan pengelolaan manajemen yang baik. Perlu juga lanjut Adib, tak usah malu mencontoh negara maju dalam hal manajemen tata kelola lapas.
“Bisa menunjuk konsultan independen guna mempelajari manajemen lapas seperti di luar negeri. Nantinya, konsultan akan memberikan rekomendasi bagi pemerintah untuk merumuskan langkah-langkah yang diperlukan dalam jangka pendek maupun panjang. Bisa juga dalam hal pembenahan lapas, menjalin hubungan dengan otoritas-otoritas serupa luar negeri,” jelasnya lagi. Jika masalahnya ada pada over kapasitas, seharusnya sinergi para pemangku kepentingan antara Kemenkum HAM dan DPR RI terjalin dengan baik. (made)