RESILIENSI sektor pertanian terhadap terjangan badai pandemi Covid-19 sudah terbukti tangguh. Pertanian bahkan menjadi leading sektor ekonomi di hampir seluruh propinsi di Indonesia sepanjang masa pandemi. Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan kedua tahun 2021 lebih dari 14%.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar kedua setelah bidang pengolahan. Tingkat pertumbuhannya pada triwulan kedua tahun 2021 mencapai hampir 13%.
Angka pertumbuhan tersebut merupakan capaian tertinggi di antara semua sektor lapangan usaha. BPS juga mencatat kinerja ekspor sektor pertanian pada triwulan II tahun 2021 sebesar US$906,7 juta, meningkatan lebih dari 13% dibandingkan triwulan II tahun 2020.
Selain memiliki resiliensi yang sudah terbukti, sektor pertanian memiliki peluang yang sangat besar untuk terus tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan tingkat kebutuhan pangan dan produk-produk pertanian lainnya sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia dan dunia umumnya.
Demikian juga dengan adanya gaya hidup sehat yang berkembang di masyarakat, memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi pertumbuhan sektor pertanian. Konsumsi buah-buahan, kebutuhan sayur-sayuran akan terus meningkat. Bahkan penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan, termasuk biodiesel diprediksi akan meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakat.
Namun demikian, sektor pertanian memiliki pekerjaan rumah (PR) yang tidak mudah untuk diselesaikan. Salah satu PR yang menghantui perkembangan pertanian Indonesia ke depan adalah mengenai transformasi dan regenerasi petani. Fakta yang ada saat ini, profesi petani bukan profesi pilihan bagi generasi muda Indonesia.
Hasil survei BPS memberikan gambaran bahwa hampir 66% profesi petani ditekuni oleh kepala keluarga yang berusia 45 tahun ke atas. Dari persentase tersebut, hampir 23% adalah kepala keluarga yang berusia lebih dari 65 tahun.
Untuk menjaga resiliensi, tren pertumbuhan serta memanfaatkan peluang yang ada, tentu dibutuhkan petani yang tangguh. Petani yang berwawasan modern, dan memiliki kemampuan beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Petani tangguh hanya akan ada jika proses transformasi dari petani profesional tradisional yang ada saat ini, berjalan dengan baik kepada petani profesional generasi berikutnya yang dikenal dengan petani milenial.
Saat ini pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah memiliki target menciptakan 2,5 juta petani milenial pada tahun 2024. Berbagai kegiatan sosialisasi dan forum ilmiah telah dilakukan guna pemberdayaan petani milenial.
Sebagai upaya nyata, Badan Penyuluhan dan Pengembagan SDM Pertanian (BPPSDMP), telah mengukuhkan 2.000 Duta Petani Milenial (DPM) dan Duta Petani Andalan (DPA) yang tersebar di seluruh Indonesia. Tujuan dibentuknya DPM dan DPA ini adalah untuk meningkatkan minat dan keterlibatan generasi milenial dalam berbagai aktivitas sektor pertanian.
Pemerintah tidak dapat berjalan sendiri. Kolaborasi pentahelix bisa menjadi solusi untuk mengakselerasi lahirnya petani-petani milenial di Indonesia. Kolaborasi pentahelix adalah kolaborasi yang melibatkan lima unsur yang terdiri dari pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas, dan media massa.
Dalam konteks pemenuhan kebutuhan petani milenial, maka masing-masing unsur pentahelix memiliki peranan yang strategis guna mempercepat lahirnya petani-petani milenial. Seluruh unsur harus memiliki komitmen yang kuat, strategi yang terarah, koordinasi yang baik, serta target-target yang terukur.
Akselerasi menjadi sangat penting karena kondisi saat ini sejatinya Indonesia telah memasuki masa dimana harusnya bonus demografi sudah mulai bisa dinikmati. Hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS tahun 2020, menunjukkan bahwa saat ini dari 270 juta lebih penduduk Indonesia hampir 81% adalah usai produktif.
Menariknya lagi adalah penduduk Indonesia yang termasuk kategori usia milenial (usia 24-39 tahun) saat ini hampir mencapai 26% atau sekitar 69 juta jiwa. Jika pemerintah menargetkan terciptanya petani milenial 2,5 juta jiwa, itu artinya tidak lebih dari 4% saja penduduk milenial Indonesia yang diharapkan jadi petani.
Target ini sesungguhnya lebih rendah dari jumlah petani milenial yang ada saat ini. Sensus pertanian BPS tahun 2018 menunjukkan bahwa jumlah petani yang berusia antar 25-39 tahun adalah hampir 6 juta jiwa.
Memang belum ada angka pasti terkait dengan jumlah ideal petani milenial yang harus dimiliki oleh Indonesia. Namun mengingat besarnya tantangan dan peluang yang ada, sepertinya angka 2,5 juta petani milenial masih jauh dari harapan.
Menurut saya, idealnya jumlah petani milenial yang dimiliki Indonesia harus lebih besar dibandingkan dengan petani yang berusia lebih dari 65 tahun (baby boomer) yang saat ini berjumlah sekitar 5 juta jiwa. Oleh karena itu tentu kita tidak bisa berharap banyak terhadap program yang dicanangkan oleh pemerintah dalam rangka melahirkan 2,5 juta petani milenial.
Sekali lagi kita memerlukan program akselerasi yang melibatkan seluruh unsur pentahelix untuk dapat lebih cepat melahirkan petani milenial dengan jumlah yang lebih banyak. Jika terlambat, maka bisa saja bonus demografi ini menjadi bencana demografi.
Kebijakan telah diambil dan ditetapkan oleh pemerintah. Selanjutnya tugas dari akademisi adalah mendidik dan melatih para calon petani milenial untuk menjadi petani yang tangguh. Namun tangguh saja tidak cukup, mereka juga harus memiliki kemampuan soft skill terutama integritas.
Betapapun hebatnya teknologi artificial intelligent, tidak akan mampu menggantikan integritas seseorang. Kejujuran, akuntabilitas, semangat, kesabaran, ketekunan, daya tahan dan stabilitas emosional harus dimiliki oleh petani milenial.
Para pelaku usaha diharapkan lebih memilih produk pertanian lokal sebagai komoditas bisnisnya. Mereka juga memberikan bantuan, pembinaan dan pengembangan kelompok tani agar mereka bisa tumbuh.
Kelangkaan pupuk yang sering terjadi, dapat diatasi dengan intervensi para pelaku usaha bidang perpupukan. Pastikan pasokan pupuk, dengan demikian para petani milenial yang baru terjun tidak akan lagi merasakan permasalahan terkait pupuk.
Sementara itu, komunitas masyarakat petani diharapkan memiliki semangat yang hebat untuk terus mengembangkan kompetensinya. Teknik dan teknologi pertanian harus terus diikuti perkembangannya. Mereka juga harus melek teknologi informasi. Misalnya terkait e-commerce untuk pemasaran produk pertaniannya.
Peranan media massa juga tidak kalah pentingnya. Menyampaikan informasi dan promosi sektor pertanian. Informasi dan promosi dikemas sedemikian rupa sehingga menarik dan menimbulkan curiosity bagi generasi milenial. Menjadi corong bagi petani untuk menyalurkan aspirasinya kepada berbagai pihak, sehingga permasalahan yang dihadapi petani dapat segera diatasi.
Dengan struktur dan kondisi pertanian di Indonesia saat ini, ancaman krisis pangan bisa saja bukan hanya sekedar ancaman. Indonesia butuh petani milenial untuk regenerasi dan mengubah struktur pertaniaan saat ini.
Keberadaan petani milenial akan menjadi jawaban terhadap kekhawatiran krisis pangan yang mungkin saja dialami Indonesia. Mari kita berkolaborasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, agar krisis pangan tidak menjadi kenyataan.
Selamat Hari Tani Nasional 24 September 2021. (*)
*(Doktor Bidang Teknik Sistem dan Industri IPB. Ketua Program Studi Teknik Industri – Universitas Buddhi Dharma Tangerang)
Diskusi tentang ini post