SATELITNEWS.ID, SERANG—Penyidik Kejati Banten akhirnya menetapkan tersangka pada kasus dugaan pengadaan feasibility study (FS) atau uji kelayakan fiktif untuk pembangunan unit sekolah baru SMA dan SMK pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten. Keduanya yakni AS dan JS.
Tersangka AS merupakan pegawai honorer pada Dindikbud Provinsi Banten. Sedangkan JS merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada dinas yang sama. Keduanya ditahan selama 20 hari ke depan dan kini dititipkan di Lapas Pandeglang.
Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan Hebron Siahaan, mengatakan bahwa kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) tersebut bermula pada tahun 2018 lalu. Menurutnya, pada saat itu Dindikbud Provinsi Banten melaksanakan kegiatan pembuatan FS yang rencananya akan digunakan untuk pembangunan USB SMA dan SMK dengan pagu anggaran Rp800 juta.
“Bahwa dalam pelaksananya kegiatan tersebut, diduga tidak pernah dilakukan akan tetapi anggarannya dicairkan alias fiktif,” ujarnya di kantor Kejati Banten seusai melakukan penahanan terhadap kedua tersangka, Senin (27/9).
Dalam modus yang dilakukan, Ivan menuturkan bahwa para tersangka melakukan pemecahan paket pekerjaan yang semula sebesar Rp800 juta. Paket tersebut dipecah untuk menghindari penunjukkan penyedia melalui proses lelang.
“Lalu tersangka meminjam delapan perusahaan konsultan sebagai pihak yang seolah-olah melaksanakan pekerjaan, dengan cara membayar sewa sebesar Rp5 juta kepada pemilik perusahaan,” tuturnya.
Setelah meminjam delapan perusahaan konsultan, para tersangka membuat kontrak yang dibuat seolah-olah memang kedelapan perusahaan tersebut memang melakukan pembuatan FS.
“Kemudian oleh para tersangka membuat kontrak antara perusahaan-perusahaan dimaksud dengan PPK pekerjaan tersebut,” jelasnya.
Namun karena delapan perusahaan tersebut tidak benar-benar menekan kontrak, maka pekerjaan yang dimaksud pun tidak pernah dilakukan. Sementara diketahui, AS lah yang membuat FS tersebut, bukan para konsultan.
“Bahwa pekerjaan studi kelayakan dimaksud tidak pernah benar-benar dikerjakan oleh perusahaan yang ditunjuk, akan tetapi langsung dikerjakan sendiri oleh tersangka AS dan melaporkannya kepada tersangka JS selaku PPK,” ungkapnya.
Setelah itu, dilakukan pembayaran atas pekerjaan jasa konsultasi studi kelayakan atau FS tersebut. Hal itu membuat negara mengalami kerugian atas pengadaan fiktif yang dilakukan oleh para tersangka.
“Adapun kerugian negara yang timbul dari tindak pidana korupsi tersebut sesuai dengan hitungan penyidik adalah total loss sebesar anggaran yang dicairkan yaitu Rp697.075.972,” ucapnya.
Ivan mengaku bahwa Kepala Kejati Banten memberikan atensi lebih dalam pengusutan perkara ini, mengingat output kegiatan FS itu sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk memilih lahan yang benar-benar feasible.
“Sehingga diharapkan pengadaan lahan ke depannya tidak bermasalah baik secara hukum maupun sosial, sehingga tidak terulang kembali pengadaan tanah/lahan yang bermasalah seperti contohnya pengadaan Lahan SMKN 7 di Tangerang Selatan,” tandasnya. (dzh/bnn/gatot)