SATELITNEWS.ID, SERANG–Bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda, serikat buruh berunjuk rasa di depan Pendopo Bupati, Kamis (28/10/2021). Dalam aksinya, mereka menuntut Pemkab Serang menaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2022 sebesar 10 persen.
Pengurus Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupatrn Serang, Isbandi Anggono mengatakan, kebutuhan hidup sekarang ini tidak sama seperti sebelumnya. Sehingga, buruh harus mengeluarkan biaya ekstra, dan itu tidak ada dalam klausul UMK.
“Ini harus menjadi pertimbangan Pemda. Karena kemarin naik 60 ribu, itu kalau kita bagi sebulan hanya naik Rp 2000. Ini kan sangat miris, ditengah Kabupaten Serang sebagai kota industri,” kata Isbandi.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi itu akan dihitung dari daya beli masyarakat, terutama kaum buruh yang punya penghasilan tetap. Oleh karena itu, agar pertumbuhan ekonomi ini muncul, tentunya harus didongkrak.
“Sekarang kan minus (pertumbuhan ekonomi). Jadi harus berani keluar dari aturan, kalau tidak nanti tambah minus lagi,” tandasnya.
Menurutnya, saat ini upah buruh per bulannya diangka Rp 4.215.000, dan kalau dengan kenaikan 10 persen diangka Rp 4.600.000. “Masih angka yang mampu untuk dilakukan oleh Pemda, harus adil. Jangan kita dibiarkan berjuang sendiri,” tambahnya.
Selain menuntut kenaikan UMK, kata dia, pihaknya meminta omnibuslaw dicabut. Kemudian berlakukan UMSK dan perjanjian kerja bersama jangan dimasukan ke dalam omnibuslaw.
Sementara, Wakil Bupati (Wabup) Serang, Pandji Tirtayasa mengaku, akan mendengar aspirasi dari para buruh tersebut, terkait dengan keinginan kenaikan UMK 10 persen. Namun kata dia, pihaknya terikat pada aturan PP 36, yang mengatur tentang peningkatan UMK dari tahun kemarin.
“Ada rumusnya di situ. Untuk menghitung peningkatan UMK, rumusnya adalah dengan menghitung berapa pertumbuhan ekonomi, berapa inflasi, dikalikan dengan batas atas upah buruh dan batas bawah upah buruh, kemudian dibagi upah minimun tahun kemarin. Dari rumusan itu, mudah-mudahan ada peningkatan (upahnya),” ungkap Pandji.
Namun kata dia, para buruh meminta agar Pemda keluar dari PP. “Tentunya kami akan kalkulasi. Kalau seandainya tidak ada konsekuensi hokum, kita pakai. Kan kita negara kesatuan, kita terikat dengan PP dan perundang-undangan. Tapi semua berpulang pada aspirasi semua pihak,” tuturnya.
Terkait tuntutan buruh ingin mencabut undang-undang cipta kerja, ia mengaku, pernah menampung aspirasi mereka dan sudah dikirim ke pusat. Tetapi akhirnya, tetap Pemerintah Pusat mengesahkannya. “Itu waktu Pjs-nya (Bupati) pak Ade,” imbuhnya. (sidik)
Diskusi tentang ini post