SATELITNEWS.ID, SERANG—Sidang kasus dugaan korupsi dana hibah Pondok Pesantren (Ponpes) di Provinsi Banten tahun anggaran 2018 dan 2020 kembali digelar. Sidang beragenda pemeriksaan saksi itu digelar di Ruang Sidang Sari, pada Senin (8/11).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan enam orang saksi dari tenaga honorer pada Biro Kesra Provinsi Banten. Keenamnya yakni Khairul Ruslan, Ahmad Gaos, Sri Mulyati, Epi Apriana, A. Bayu Susanto dan Oktarina Puspita Sari. Para saksi dihadirkan untuk dimintai keterangan mengenai kasus dugaan korupsi dana hibah tahun 2020 yang anggarannya mencapai sekitar Rp 117 miliar.
Saksi Ahmad Gaos mengatakan bahwa mereka bertugas hanya merapikan dan menginput data proposal pencairan dana hibah. Pada saat itu, Gaos mengaku bertugas untuk memilah berkas pencairan Ponpes yang ada Kota Serang dan Kota Cilegon.
“Awalnya tahun 2020 itu, kita ditugaskan di bagian dana hibah. Posisi berkas di ruangan itu sudah ada dan berantakan. Kita hanya bertugas merapihkan dan memilah mana berkas dari Kota Serang, Cilegon dan lain-lain,” ujar Gaos saat dipersidangan.
Senada disampaikan oleh saksi Sri yang bertugas memilah berkas dari Ponpes yang berada di Kabupaten Lebak dan saksi Epi memilah berkas Ponpes yang berada di Kabupaten Serang.
Sementara saksi Bayu bertugas untuk memilah berkas Ponpes yang berada di Kabupaten Tangerang, saksi Khairul bertugas memilah berkas Ponpes yang berada di Kota Tangerang dan Kota Tangsel. Sedangkan saksi Oktarina Kabupaten Pandeglang.
Menurut mereka, tumpukan berkas itu sudah ada di Sekretariat Masjid Al-Bantani KP3B. Kemudian saksi hanya mengecek dari berkas tersebut dengan data yang ada di komputer.
“Selanjutnya berkas proposal pencairan tersebut dipilah per Kota Kabupaten kemudian dirapihkan per kecamatan,” tutur Gaos.
Sementara itu, Sri mengatakan bahwa setelah berkas dirapikan, tugas mereka yaitu menginput berkas tersebut ke dalam data komputer. “Tugas kami hanya merapikan berkas lalu menginput data ke excel,” ujarnya.
Data yang diinput ke data excel, yakni mulai dari Nama Ponpes, Nama Pimpinan, Nomor KTP, Nomor Rekening dan Alamat Lengkap. Kemudian, dirinya pun mencocokkan berkas yang ada dengan data di excel.
Setelah itu, ia pun membuat lembar evaluasi verifikasi pencairan. Lembar evaluasi verifikasi tersebut berupa list berkas yang dipersiapkan oleh pihak Ponpes kemudian diceklis oleh petugas.
“Setelah input data ke Excel lalu ada evaluasi verifikasi ceklis, jadi berkasnya lengkap atau tidak kita ceklis,” jelasnya.
Menurutnya, lembar verifikasi tersebut berisi list dokumen yang disiapkan oleh Ponpes sebagai penerima hibah. Berkas pengajuan tersebut mulai dari proposal pencairan, Surat Permohonan yang diajukan ke Gubernur melalui Biro Kesra, RAB, kwitansi, pakta integritas, KTP dan Rekening.
“Setelah berkas lengkap kemudian di tandatangi oleh penerima dan pemohon sebagai pemberkasan untuk pencairan di BPKAD,” katanya.
Saat persidangan berlangsung, Ketua Majelis Hakim, Slamet Widodo, menanyakan kepada para saksi mengenai apakah ada dokumen yang dikembalikan saat melakukan verifikasi atau tidak.
“Ketika saudara melakukan verifikasi, apakah ada yang dikembalikan lagi karena kekurangan berkas atau tidak?,” tanya Slamet Widodo.
Para saksi kemudian menjawab bahwa dari berkas yang sudah ada, masih banyak berkas yang dikembalikan. Hal itu dikarenakan terdapat beberapa berkas dari para pemohon yang dinilai kurang lengkap.
“Ada banyak (yang dikembalikan – Red), diantaranya karena kurang lengkap. Mulai dari izin operasi, legalisir dan sebagainya. Kemudian kita kembalikan lagi ke lembaganya,” kata Sri.
Kemudian para saksi juga menerangkan bahwa data penerima hibah sudah tercantum di komputer mereka. Dari nama-nama Ponpes yang sudah ada tersebut, mereka hanya meneruskan untuk menyusun berkas yang sudah ada di ruangan kerja.
“Selama saudara bekerja ada tidak pimpinan ponpes itu bertemu langsung dengan saudara?” tanya Slamet.
Para saksi pun menjawab bahwa untuk pimpinan Ponpes, tidak ada yang bertemu langsung. Namun, masing-masing Kecamatan memiliki koordinator yang bertugas untuk berkoordinasi dengan mereka.
“Ada koordinator di masing-masing kecamatan, jika ada kekurangan berkas maka kita sampai kan ke koordinator,” ujar Gaos. (dzh/bnn/gatot)
Diskusi tentang ini post