SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Sikap Gubernur Banten Wahidin Halim yang bersikukuh menetapkan besaran UMK 2022 membuat aktivis buruh gusar. Apalagi ada pernyataan soal pengusaha dipersilakan mencari pegawai baru jika tak mau digaji dengan besaran yang sudah ditetapkan Pemprov Banten.
“Wahidin Halim dengan serampangannya mengatakan ‘silakan saja pengusaha mencari pegawai baru jika karyawannya tidak mau dengan gaji yang sudah ditetapkan oleh Pemprov, gubernur juga mengklaim bahwa ada banyak pengangguran yang mau dibayar Rp 2,5 juta sampai Rp 4 juta,”kata Maman, Rabu (08/12/2021) di Kota Tangerang.
Kata dia, bahkan WH juga membeberkan kalau gajinya sebagai gubernur hanya Rp 2 juta. Padahal, menurut Maman, riset Seknas Fitra Gaji Gubernur Banten adalah masuk 10 besar gaji tertinggi gubernur di Indonesia No. 7 yaitu sekitar 299 juta per bulan.
Ia juga menilai tersebut memperlihatkan bahwa rezim hari ini semakin menunjukkan keberpihakannya kepada kepentingan modal. “Dan tidak berpihak kepada rakyat mayoritas, termasuk kaum buruh,” katanya. Karena itu, ia meminta agar Gubernur Banten menyampaikan permintaan maaf kepada buruh.
Menurut Maman hal tersebut akan berdampak luas pada pemenuhan kebutuhan hidup yang layak bagi kaum buruh. Apalagi di tengah kondisi melonjaknya harga kebutuhan pokok tarif dasar listrik hingga sewa kontrakan. Kenaikan upah yang jauh dari kata layak sudah dapat dipastikan akan membuat kaum buruh terjerumus dalam situasi dan kondisi yang semakin sulit.
Kata Maman, kemiskinan kaum buruh yang terstruktur bukanlah takdir dari Tuhan. Melainkan, ini disebabkan oleh kebijakan politik upah murah dan rendah sehingga kaum buruh selalu terbelenggu oleh kemiskinan dan ketertindasan yang berkepanjangan.
“Kita masih ingat Keputusan Menteri Nomor 13 / 2012, dimana pada pasal pembuka pertama menyebutkan bahwa upah hanya diabdikan untuk buruh lajang. Sebuah logika yang tidak masuk akal, bagaimana UMK yang rendah dan untuk satu orang buruh lajang digunakan untuk bertahan hidup seorang buruh bersama anggota keluarganya,” kata dia.
Sehingga katanya dengan Kepmenaker Nomor 13/ 2012 tidak akan merumuskan upah layak bagi kelas pekerja Indonesia. “Belum puas dengan Kepmenaker nomor 13 tahun 2012, para pemodal dan pemerintah masih mencari – cari cara agar upah bisa ditekan serendah rendahnya,” terangnya. (irfan)