SATELITNEWS.ID, KAB TANGERANG—Indonesia tanpa korupsi adalah cita-cita seluruh rakyat negeri ini. Akan tetapi, bukan perkara mudah untuk mewujudkan mimpi besar tersebut. Perlu kebijakan dan terobosan konsep guna menutup celah kelemahan sistem yang bisa memberi ruang kepada koruptor merugikan keuangan negara.
Gagasan tersebut salah satunya ditawarkan oleh mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Hadi Poernomo dalam sebuah penelitian mengenai pentingnya keberadaan nomor identitas tunggal atau single identity number (SIN), khususnya dalam sektor pajak. SIN diyakini dapat mencegah terjadinya korupsi di Indonesia.
Menurutnya , konsep SIN Pajak hadir sebetulnya tidak hanya digunakan untuk tujuan penerimaan pajak, namun juga pencegahan korupsi. SIN Pajak adalah sebuah sistem yang menghubungkan semua pihak di Indonesia untuk wajib saling membuka dan menyambung sistemnya ke sebuah sistem pajak, termasuk yang rahasia.
“Data pada sistem yang saling terhubung tersebut dengan e-audit menggunakan konsep link and match SIN Pajak, otoritas perpajakan akan dapat memetakan sektor mana yang belum tersentuh pajak atau celah dalam perpajakan. SIN Pajak mampu menyediakan data wajib pajak yang belum membayar kewajiban perpajakannya,” ungkapnya dalam webinar bertajuk SIN Pajak Mampu Mencegah Korupsi dan Mewujudkan Indonesia Sejahtera pada Selasa (14/12/2021) bertempat di Ruang Hope Lantai V, Fakultas Hukum UPH Tangerang, Jalan MH. Thamrin, 1100 Lippo Vilage, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang.
Hadi melanjutkan, SIN Pajak mampu memetakan sumber uang atau harta baik dari sumber legal maupun ilegal yang merupakan pintu masuk dari korupsi. SIN Pajak akan bekerja seolah-olah CCTV yang akan mengawasi seluruh transaksi keuangan sehingga menciptakan digitalisasi transparansi.
“SIN Pajak menjadi sebuah sistem yang paling sesuai dengan cita-cita Presiden Joko Widodo yang menginginkan pemberantasan korupsi dengan menggunakan konsep digitalisasi dan transparansi,” terangnya.
Dikatakan Hadi, SIN Pajak saat ini telah memiliki payung hukum melalui Undang-Undang KUP, yaitu Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007. Pasal 35A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 35A diatur mengenai SIN Pajak, dimana menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada otoritas perpajakan.
“Era tersebut memberi kewajiban semua pihak baik pemerintah pusat/daerah, lembaga, swasta dan pihak-pihak lain wajib untuk saling membuka dan menyambung sistem ke pajak yang non rahasia baik yang finansial/non finansial ke otoritas perpajakan, meskipun masih adanya beberapa hambatan terkait masih diperbolehkannya rahasia pada UU lain, seperti UU mengenai perbankan,” kata dia.
Hadi menambahkan, meskipun secara de jure SIN Pajak ini telah memiliki landasan yang kuat, namun secara de facto SIN Pajak ini belum dapat terlaksana. Sejumlah kendala membangun SIN antara lain ketentuan UU yang diduga belum lurus terkait dengan akses otoritas perpajakan terhadap transaksi keuangan.
“Inkonsistensi regulasi diduga menjadi salah satu penyebabnya, dalam peraturan pelaksanaannya yang diatur dalam peraturan pemerintah, yang diduga diturunkan kembali dalam peraturan menteri serta surat edaran. Aturan-aturan tersebut diduga membuat pengaturan yang melampaui peraturan yang di atasnya, antara lain adanya subdelegasi aturan yang diduga tidak sesuai kaidah, pembatasan penggunaan maupun pembatasan nilai. Akibatnya tujuan dan sasaran dari UU yang mengaturnya tidak dapat terlaksana dengan baik,” pungkasnya. (made)