SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Gubernur Banten Wahidin Halim akan mengadukan insiden pendudukan kantornya oleh para buruh kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Dalam Negeri hingga Kapolri. Dia merasa aksi buruh yang dilakukan Rabu (22/12) lalu sudah kelewat batas dan melecehkan.
Wahidin Halim (WH) menyatakan negara harus bisa melindungi serta memberikan rasa aman terhadap penyelenggara Negara. Mantan Wali Kota Tangerang dua periode itu menyatakan telah membuat konsep untuk melaporkan insiden tersebut. Dia merasa tak terima dengan tingkah buruh dan bakal menyerahkan kepada polisi untuk mengusut kasus ini.
“Saya sudah membuat konsep, perlu saya laporkan perkembangan ini kepada presiden, tenaga kerja, menteri dalam negeri, departemen dan lembaga terkait, kapolri,” ujar WH saat jumpa pers di rumahnya, Jalan H Jiran, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Kamis (23/12).
Pendudukan kantor Gubernur Banten terjadi ketika buruh melakukan aksi unjuk rasa di Jalan Syech Nawawi Al-Bantani, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten. Ribuan buruh yang mengawali dengan unjuk rasa mendobrak masuk kantor setelah tak dapat menemui Wahidin Halim.
Di sana para buruh nampak mengacak-acak, menjarah makanan yang terdapat di dalam kantor Gubernur. Mereka juga menduduki singgasana WH secara bergantian sembari berswafoto dengan berbagai macam gaya seperti menaikkan kakinya ke meja. Salah satu buruh juga melakukan parodi WH saat duduk di kursinya.
“Ini kan seperti melecehkan. saya pribadi tidak tersinggung tapi negara harusnya bisa melindungi rasa aman terhadap penyelenggara negara karena apa yang saya lakukan, keputusan yang saya lakukan sesuai dengan aturan,”ungkapnya.
Para buruh kecewa dengan keputusan WH yang dinilai tak berpihak kepada mereka soal kenaikan UMK. UMK Banten ditetapkan naik 1,5 persen melalui keputusan WH Nomor 561/Kep.282-Huk/2021. Buruh menilai UMK yang ditetapkan WH untuk 2022 terlalu kecil dan tak sesuai dengan harapan yakni di angka 13,5 persen.
Menurut Wahidin, penetapan UMK Banten mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Oleh sebab itu, dirinya sebagai kepala daerah wajib mentaati dan melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan peraturan perundang-undangan tersebut.
WH menyebut kepala daerah takut untuk mengambil keputusan maka memilih untuk mengikuti peraturan. Kata dia, UU dan Peraturan memberikan kewenangan pada pemerintah daerah namun tetap saja akan terikat pada hal tersebut.
“Kalau kita misalnya membuat keputusan berpihak pada buruh kan salah. Kan ada sanksi administratif,” kata WH.
WH mengaku tidak takut terhadap sanksi apabila tak menaati peraturan dan UU. Namun, lebih kepada prospektif kegiatan usaha berjalan menanggulangi pengangguran.
Menurut WH yang menjadi pertimbangan apabila UMK naik sesuai keinginan buruh dikhawatirkan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Lantaran perusahaan tak sanggup dengan upah tersebut sehingga pengangguran meningkat.
“Jadi memang di Indonesia ini perlu diklarifikasi konflik perburuhan dan modal tiap tahun. Buruh tiap tahun minta naik pengusaha tidak mau naikin tapi demonya mah ke pemerintah kota dan kabupaten,” kelas WH.
Unjuk rasa buruh wajar sebagai bentuk kebebasan berpendapat. Namun, menjadi tidak wajar ketika para buruh melakukan tindakan-tindakan anarkis. Menurut WH, selain mendobrak masuk dan mengacak-acak kantor, buruh juga sempat mencekik stafnya. Menurut WH aksi yang dilakukan buruh tersebut sudah kelewat batas.
“Demo buruh itu menurut saya wajar demokrasi. Tapi ketika masuk ke ruang saya lalu dia mencekik staf saya. Ada saksinya sekarang di sini. Mencekik sebelum bukain pintu. Pintunya dibongkar lalu masuk,” kata WH.
Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Tangerang buka suara menyikapi aksi demonstrasi buruh yang berujung pada aksi pendudukan Kantor Gubernur Banten, pada Rabu (22/12). KSPSI menyatakan pendudukan tersebut merupakan bentuk kekecewaan buruh terhadap Gubernur Banten.
Ketua DPC KSPSI Kabupaten Tangerang Ahmad Supriadi mengatakan aksi pendudukan kantor Gubernur tersebut dilakukan secara spontanitas dan merupakan dinamika di lapangan yang sulit untuk dihindari.
“Bahwa dalam aksi tersebut terdapat hal-hal atau suasana yang memanas dari seluruh kelompok serikat pekerja atau serikat buruh, hal itu semata-mata sebagai dinamika di dalam aksi unjuk rasa,” kata Ketua DPC KSPSI Ahmad Supriadi, Kamis (23/12).
Menurut Supriadi, aksi itu merupakan bentuk kekecewaan dari para buruh kepada Gubernur yang menyebut bahwa perusahaan boleh melakukan pemutusan hubungan kerja kepada buruh jika para mereka masih tidak terima dengan keputusan Gubernur terkait besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi 2022. Terlebih katanya, hingga saat ini Gubernur belum menarik ucapan kontroversial tersebut.
“Sangat menyakiti hati buruh, dan sepertinya Gubernur merasa bahwa pernyataan seperti itu merupakan pernyataan yang mulia,” tegasnya.
Terkait insiden itu, Rektor Universitas Matla’ul Anwar (Unma) Syibli Syarjaya menyesalkan langkah buruh yang tidak santun dalam menyampaikan aspirasi dan pendapatnya.
“Menurut hemat saya, setiap orang dijamin undang-undang untuk menyampaikan pendapat dan gagasan serta idenya termasuk unek-uneknya, namun cara dan teknisnya itu yang harus santun dan beretika, jangan sampai mengganggu ketertiban umum apalagi menghambat pelayanan umum” ujar Prof Syibli, Kamis (23/12/2021).
Syibli menyarankan agar buruh elegan dan santun dalam menyampaikan aspirasi tidak masuk menduduki apalagi sampai merusak fasilitas pemerintah dalam hal ini kantor Gubernur Banten.
“Saya pikir alangkah baiknya bila duduk bersama, bersama pemegang kebijakan, kemudian dibicarakan bersama dengan mengedepankan kemaslahatan bersama. Alangkah indahnya bila kita belajar dari salat berjamaah, sekiranya imam ada kekeliruan makmum tdk boleh unjuk rasa dg memisahkan diri, tapi ingatkan imam dengan santun dan bijak,”tambahnya. (irfan/alfian)