SATELITNEWS.ID, SERANG—Kepala Satpol PP Provinsi Banten Agus Supriyadi dicopot dari jabatannya untuk sementara oleh Gubernur Banten Wahidin Halim, Kamis (23/12). Pencopotan itu merupakan buntut dari pembajakan ruang kerja Gubernur Banten oleh massa aksi buruh pada Rabu (22/12) lalu.
Pembebastugasan sementara Agus Supriyadi tertuang dalam surat keputusan Nomor 821.2/Kep.221/BKD. Pembebastugasan itu dilakukan dengan alasan Agus gagal menjaga ketertiban dan keamanan KP3B, khususnya kantor Gubernur Banten.
“Kita berhentikan sementara (kepala Satpol PP Provinsi Banten, Agus Supriyadi) sambil kita periksa,” kata Gubernur Baten Wahidin Halim, kemarin.
Menurut WH, jajaran Satpol PP gagal dalam mengamankan kantornya. Pasalnya, dalam video yang dia dapat, WH tak melihat satu pun petugas Satpol PP berada di kantor saat buruh masuk.
Hal ini berbeda ketika dirinya menjabat sebagai Wali Kota Tangerang dahulu. Dimana, jajaran Satpol PP selalu siap siaga.
“Tapi kan tramtib (Satpol PP) enggak ada kalau lihat foto di situ. Iya kan. Ini jadi pertanyaan kita. Kita periksa sekarang mereka kalau internal kita. Kenapa nggak ada yang menghalangi. Semua masyarakat mengecam itu, tidak boleh masuk seperti itu,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten, Komarudin, membenarkan pembebastugasan sementara Kepala Satpol PP. Menurutnya, keputusan pembebastugasan sementara itu dilakukan hingga tim yang ditugaskan oleh Gubernur Banten, selesai melakukan pemeriksaan terhadap Agus.
“Dibebastugaskan sementara dari jabatan, karena ada indikasi tidak menjalankan tugas dengan baik, bertanggungjawab, atas pngamanan perkantoran dari aksi demo buruh kemarin,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (23/12).
Tim tersebut menurut Komarudin, akan mengulik apakah terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Kepala Satpol PP Provinsi Banten, dalam peristiwa penerobosan massa aksi hingga ke ruang Gubernur Banten itu.
“Kalau memang nanti terbukti, nanti akan keluar keputusan tetap. Nah keputusan tetapnya itu menunggu dari hasil pemeriksaan dari timlah,”ungkapnya.
Selama masa pemeriksaan itu, jabatan Kepala Satpol PP Provinsi Banten akan dijabat sementara oleh Pelaksana Harian (Plh), yang dijabat oleh Sekretaris Satpol PP Provinsi Banten.
“Ditunjuk Plh, nanti dijabat oleh Plh sampai keluar keputusan tetap. Saat ini jabatan Plh Kepala Satpol PP Provinsi Banten dijabat oleh Sekretaris,” jelasnya.
Akan tetapi, pembebastugasan sementara hingga nanti keluar keputusan untuk pembebastugasan tetap itu dianggap melanggar ketentuan pasal 71 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Dalam pasal itu menegaskan bahwa Kepala Daerah dilarang untuk mengganti pejabat, enam bulan sebelum akhir masa jabatan. Diketahui, jatah pergantian pejabat oleh Wahidin Halim sudah habis sejak November lalu karena kepemimpinannya akan habis pada Mei mendatang.
Hal itu diperkuat dengan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 273/487/SJ Tahun 2020 Tentang Penegasan Dan Penjelasan Terkait Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2020.
Hal itu pun dibenarkan oleh Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin. Menurutnya, memang benar seharusnya tidak terjadi pergantian pejabat di Provinsi Banten saat ini, mengingat sudah memasuki “masa tenang”. Namun menurutnya, hal itu bisa saja dilakukan asalkan dalam pergantian pejabat itu bisa mendapatkan persetujuan dari Menteri, dalam hal ini Mendagri.
“Ya tidak masalah. Memang selama 6 bulan sebelum berakhir itu kan dilarang melakukan pelantikan, kecuali atas izin menteri,” ujarnya.
Namun ia berkilah, pembebastugasan Agus merupakan hal yang berbeda. Sebab, Agus dicopot karena sanksi disiplin, bukan dalam rangka promosi dan mutasi.
“Ini kan penjatuhan hukuman disiplin. Jadi tidak terkait dengan aturan itu,” jelasnya.
Akan tetapi, jika nantinya pembebastugasan Agus sudah berkekuatan hukum tetap, artinya benar-benar dicopot dari jabatannya. Maka pihaknya akan berurusan dengan UU Nomor 10 tahun 2016 dan SE Mendagri itu.
Sebab untuk mengisi kekosongan jabatan Kepala Satpol PP, pihaknya harus mendapatkan izin dari Menteri untuk melakukan pelantikan di masa jabatan Wahidin Halim, atau menunggu Wahidin lengser dan digantikan oleh pejabat sementara.
“Yah nanti kalau ada pelantikan siapapun, harus minta izin menteri. (Kalau tidak dapat izin menteri) ya Plt aja terus sampai ada pejabat yang baru, silahkan,” katanya.
Akademisi Untirta, Gandung Ismanto, mengatakan bahwa memang secara aturan, pencopotan pejabat negara boleh dilakukan meskipun memasuki masa tenang menjelang habis masa jabatan Kepala Daerah. Namun dengan catatan, pencopotan harus memenuhi syarat perundang-undangan.
“Pencopotan memang tidak menjadi soal sepanjang memenuhi syarat perundang-undangan. Misalnya pejabat yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin, tidak lagi memenuhi syarat jabatan, mengundurkan diri, pensiun dan lain-lain,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Akan tetapi, Gandung juga menegaskan bahwa seharusnya Pemprov Banten, khususnya Gubernur, memaknai bahwa pencopotan pejabat merupakan satu paket dengan pengangkatan pejabat. Hal itu menurutnya merupakan konsekuensi yang nyata.
“Bila pengangkatan seorang pejabat membutuhkan waktu yang lebih lama, biaya yang lebih mahal dan proses yang lebih lama dan sebagainya, yang kemudian mengganggu kinerja kelembagaan perangkat daerah terkait, maka mempertahankan seorang pejabat tentu menjadi opsi paling rasional daripada mencopotnya,” tegas Gandung.
Ketergesa-gesaan dalam pengambilan keputusan dinilai mampu membuat kebijakan yang dapat digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Maka dari itu, jika memang pencopotan tersebut dinilai menabrak aturan, pengajuan gugatan melalui PTUN menurutnya sangat terbuka lebar.
“Karenanya bila ada proses yang dianggap tidak patut dan tidak layak dilakukan terkait pencopotan jabatan ini, maka disediakan ruang untuk melakukan pengujian terhadap keabsahannya melalui Pengadilan Tata Usaha Negara,”tandasnya. (dzh/bnn/gatot)