SATELITNEWS. ID, SERANG—Kasus hukum yang kini membelit sejumlah buruh di Polda Banten tampaknya tidak akan cepat selesai. Syarat yang diajukan Gubernur Banten Wahidin Halim kepada serikat buruh untuk mempertimbangkan pencabutan laporan polisi dianggap berlebihan.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Indonesia (DPP SPN), Puji Santoso melalui siaran persnya, Kamis (29/12) meminta Gubernur Banten Wahidin Halim tidak memberikan syarat berlebihan untuk mencabut laporan polisi terkait kasus hukum yang menimpa enam orang buruh. Sebab menurut Puji Santoso, enam buruh yang sempat diamankan Polda sudah meminta maaf di depan publik. Syarat yang disampaikan WH melalui tim kuasa hukumnya, menurut Puji Santoso, terlalu mengada-ada.
“Apa yang disampaikan oleh Tim Kuasa Hukum Gubernur akan memperpanjang masalah. Hal lainnya, adalah kelompok-kelompok di lingkarannya yang tidak tahu duduk perkaranya, ikut menyerang perjuangan buruh, dengan motivasi yang beragam. Jadi, jangan menyalahkan tokoh-tokoh yang berempati terhadap buruh,” ungkapnya.
Puji juga mengatakan, apa yang disampaikan Tim Kuasa Hukum Gubernur akan memicu konflik kepentingan yang baru. Sebab lanjut Puji Santoso, yang bersangkutan adalah Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Banten, yang artinya juga mempunyai tanggung jawab menjaga hubungan industrial di Provinsi Banten.
“Tapi yang bersangkutan malah menempatkan diri di posisi pelapor buruh, saya kira ini juga perlu pertanggungjawaban Rektorat Untirta selaku pihak yang merekomendasikan yang bersangkutan sebagai unsur pakar dalam Dewan Pengupahan Provinsi Banten,” tegasnya.
Menurut Puji, solusi terbaik adalah Gubernur mencabut laporan, meminta maaf kepada buruh atas segala ucapannya yang menyakiti hati buruh, dan mengimbau pengusaha untuk tidak melakukan pelanggaran tindak pidana ketenagakerjaan.
“Selebihnya jangan menutup diri dan menutup ruang komunikasi terhadap kepentingan buruh ke depannya. Dan yang lebih penting lagi adalah menahan kelompok maupun perorangan di lingkarannya untuk tidak memicu masalah lagi di saat kami sedang cooling down,” katanya.
Sebelumnya, kuasa hukum WH, Asep Abdullah Busro menyatakan tidak akan mencabut laporan polisi, selama tidak ada itikad baik dari pihak buruh itu sendiri. Hal itu dilakukan demi menjaga marwah pemprov.
Dijelaskan Asep, berkaitan dengan keinginan para pihak dari Serikat Buruh agar WH memberikan permintaan maaf dan mencabut laporan, prinsipnya secara pribadi sudah memaafkan para pelaku. Sedangkan berkaitan pencabutan laporan, WH akan mempertimbangkannya.
“Terlebih dahulu dengan mengkaji semua aspek secara komprehensif, baik aspek penegakan hukum, keamanan, kepentingan pemerintah, kemaslahatan masyarakat serta kondusifitas iklim usaha di Banten,” paparnya.
Selain itu, lanjut Asep Abdullah Busro, pihaknya juga akan melihat sejauh mana sikap dari pimpinan Serikat Buruh, baik tingkat pusat maupun daerah. Kata dia, mereka harus menyadari kesalahan dan menyampaikan permohonan maaf secara tertulis atas perbuatan pengrusakan dan penghinaan yang dilakukan anak buahnya kepada WH.
“Serta berjanji akan mengendalikan anak buahnya, untuk tidak akan melakukan tindakan anarkisme, tidak melakukan penghinaan dan atau menyudutkan posisi hukum Gubernur, tentu Bapak Gubernur akan secara arif dan bijaksana mempertimbangkan pencabutan laporan tersebut,” katanya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Banten yang juga Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Banten, Al Hamidi mengaku, hingga kini pihaknya menerima permohonan penangguhan UMK 2022 dari perusahaan. Namun pihaknya tidak bisa melanjutkan prosesnya
“Sesuai dengan PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, tidak ada lagi penangguhan UMK. Maka sesuai dengan aturan kita tidak dapat melanjutkan permohonan sekitar 10 perusahaan yang mengajukan penangguhan UMK. Kalau mau bipatrit. Dilakukan antara perusahaan dengan buruh,” kata Al Hamidi. (rus/bnn/gatot)