SATELITNEWS.ID, SERANG—Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menahan satu orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pada pengadaan komputer UNBK tahun anggaran 2018, AP. Diketahui, AP merupakan mantan Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, yakni Ardius Prihantono.
Ardius ditahan usai menjalani pemeriksaan sejak pukul 10.00 WIB di Kejati Banten. Berdasarkan pantauan, Ardius digelandang ke mobil tahanan Pidana Khusus Kejati Banten, menggunakan rompi merah, sekitar pukul 17.48 WIB.
Terlihat dengan wajah lesu, Ardius enggan memberikan komentar apa-apa saat dimintai keterangan oleh awak media, pada saat digelandang ke mobil tahanan.
Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Ardius, maka pihaknya merasa cukup untuk menetapkan AP sebagai tersangka dugaan korupsi pada pengadaan komputer UNBK tahun 2018.
“AP telah diduga keras berdasarkan bukti yang cukup telah melakukan dugaan tindak pidana korupsi karena tidak melaksanakan tugas dan kewajiban selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),” ujarnya saat konferensi pers, Rabu (16/2/2022).
Ia menuturkan bahwa Ardius disangka telah melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Sehingga pada hari ini Kamis tanggal 3 Februari 2022, terhadap tersangka AP dilakukan penahanan di Rutan Kelas II Pandeglang selama 20 hari terhitung sejak hari ini tanggal 16 Februari 2022 s/d tanggal 07 Maret 2022,” jelasnya.
Ivan menjelaskan, alasan penahanan Ardius yakni lantaran dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri, merusak barang bukti atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.
“Alasan obyektif berdasarkan pasal 21 ayat 4 huruf a KUHAP yaitu tindak pidana (yang dilakukan Ardius) diancam dengan pidana penjara 5 tahun lebih,” tuturnya.
Koordinator Bidang Pidana Khusus, Febrianda, mengatakan bahwa untuk saat ini, pihaknya baru menetapkan satu tersangka, hingga nanti proses penyidikan menentukan apakah akan ada tersangka baru ataupun tidak.
“Untuk sementara kami menunggu proses pemeriksaan selesai. Kami akan lihat perkembangan pemeriksaan. (Untuk potensi tersangka lainnya) nanti kita lihat ya perkembangan hasil pemeriksaan,” ujarnya.
Menurutnya, perhitungan kerugian negara masih dilakukan hingga saat ini. Pihaknya belum bisa memperkirakan berapa kerugian keuangan negara pada dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
“(Audit) sedang berjalan. Perhitungan sedang dilakukan juga oleh Inspektorat, kami tidak bisa memperkirakan. Kami akan tunggu nanti sampai hasilnya keluar,” tandasnya.
Sebelumnya, Asisten Intelejen pada Kejati Banten, Adhyaksa Darma Yuliano, mengatakan bahwa Bidang Pidana Khusus (Pidsus) sejak 13 Januari lalu, telah melakukan penyelidikan atas dugaan tipikor pengadaan komputer UNBK.
“(Pengadaan komputer) sebanyak 1.800 unit bagi SMAN dan SMKN se-Provinsi Banten, yang bersumber APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2018 sebesar kurang lebih Rp25 miliar,” ujarnya di Kejati Banten, Selasa (25/1).
Dalam penyelidikan tersebut, didapati bahwa terdapat dugaan penyimpangan dalam pengadaan komputer UNBK dilakukan oleh PT AXI sebagai rekanan pengadaan. Penyimpangan tersebut yakni ketidaksesuaian spesifikasi barang yang diadakan.
“Bentuk/modus penyimpangan yang dilakukan yaitu kontraktor/rekanan mengadakan barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi, sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak. Dan juga barang yang dikirim jumlahnya tidak lengkap/tidak sesuai sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak,” tuturnya.
Penyelidik menduga, pengadaan komputer yang dilakukan melalui e-katalog itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp6 miliar. “Kegiatan tersebut diduga menimbulkan kerugian negara yang nilai sementara sesuai temuan penyelidik sekitar Rp6 miliar, namun untuk pastinya nanti akan dikordinasikan dengan pihak auditor independen,” katanya.
Adhyaksa mengatakan bahwa kasus tersebut merupakan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Kejati Banten. “Tidak ada (dari hasil LHP BPK dan Inspektorat). Ini merupakan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh teman-teman Pidana Khusus,” terangnya.
Maka dari itu, Kejati Banten pun meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan, menjadi penyidikan. “Dengan dugaan melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 Jo pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang R.I Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ungkapnya.
Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, mengatakan bahwa dirinya masih ingat bahwa perkara dugaan korupsi pengadaan komputer UNBK tahun anggaran 2017-2018 sebelumnya telah ia laporkan ke KPK pada 20 Desember 2018.
“Saat itu saya juga yang melaporkan adanya dugaan korupsi atas pengadaan 9 titik lahan untuk SMA/SMK se-Banten, yang kini masih belum jelas penanganannya di KPK,” ujar Uday saat dihubungi melalui pesan WhatsApp. (dzh/enk/bnn)