SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Lembaga pemantau kebijakan publik TRUTH mendesak para kepala daerah membuka ke publik penggunaan Biaya Penunjang Operasional (BPO) mereka.
Wakil Koordinator TRUTH Jupri Nugroho mengatakan, keterbukaan itu sangat penting sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik.
“Selama ini kita (publik) tidak pernah tahu BPO tersebut besarannya berapa dan digunakan untuk apa saja,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (17/02/2022).
Terlebih, kata Jupri, untuk kepala daerah populer yang banyak melakukan pencitraan di media massa seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, dan Khofifah Indarparawansa.
Menurut TRUTH, penggunaan dana BPO Gubernur oleh keempat nama tersebut penting diketahui publik, agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
“Karena Kepala Daerah ditunjang dengan anggaran yang tidak sedikit, terutama pada biaya penunjang operasional. Apalagi di tengah kondisi masyarakat yang sedang sulit akibat pandemi, membutuhkan Kepala Daerah yang tidak hanya pintar menghabiskan anggaran, salah satunya BPO,” tegasnya.
Jupri mengatakan, sesuai dengan aturan yang ada, Biaya Penunjang Operasional (BPO) masing-masing Kepala Daerah tentu berbeda-beda, sesuai PAD masing-masing daerah.
“Merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2000 bahwa Kedudukan BPO adalah biaya untuk mendukung pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagai wakil Pemerintah Pusat dan fungsi desentralisasi,” kata dia.
Dalam aturan yang tertuang dalam pasal 9 PP tersebut, bahwa BPO Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah provinsi ditetapkan berdasarkan klasifikasi pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan besaran mencapai 0,15% dari PAD. Tidak boleh melewati batas besaran yang sudah ditentukan oleh aturan tersebut.
“Namun apakah kepala daerah ini pernah mempublikasikan penggunaan BPO tersebut? Selama ini banyak Kepala Daerah yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengambil gaji mereka, namun bagaimana dengan BPO? tentu dengan nilai yang fantastis dengan ukuran dari PAD masing-masing,” tegasnya.
Menurutnya, DKI Jakarta pada 2021 PAD-nya mencapai Rp 51,85 T, jika diukur dari aturan bahwa BPO Gubernur DKI Anies Baswedan sekitar Rp 77,7 miliar.
BPO Khofifah Indarparawansah Gubernur Jatim dengan PAD Rp 18.9 T sekitar Rp 28.3 miliar.
BPO Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dengan PAD Rp 26,578 T sekitar Rp 39,8 miliar.
BPO Gubernur Jabar Ridwan Kamil dengan PAD Rp 25,06 T sekitar Rp 37,5 miliar.
Sedangkan BPO Gubernur Banten Wahidin Halim dengan PAD Rp 7.67 T sekitar Rp 11 miliar
“Apakah pernah ada laporan penggunaan anggaran tersebut yang masyarakat dapatkan. Karena jelas anggaran tersebut berfungsi untuk menjalankan prinsip otonomi daerah, yang kesemuanya untuk kesejahteraan masyarakat. Meskipun ada diskresi yang dimiliki oleh Kepala daerah, namun tetap saja harus menganut sistem bersih dan transparan,” jelasnya.
Jupri mencontohkan, dalam salah satu temuan BPK Kantor Perwakilan Kalimantan Timur pada 2013 silam, dokumen pertanggungjawaban BPO
yang diserahkan Gubernur Kaltim saat itu Awang Farouk Ishak hanya berupa daftar pengeluaran saja, dan tanda bukti terima uang kepada pihak lain. Namun tidak ada penggunaan secara rinci.
“Pelaporan penggunaan BPO demikian yang kita khawatirkan masih terjadi juga hingga saat ini. Tidak terdapat dokumen yang mendukung bahwa kegiatan-kegiatan yang didanai dari BPO tersebut benar-benar dilakukan. Hal ini diduga bisa juga dilakukan oleh Kepala Daerah terutama di Pulau Jawa, dimana memiliki BPO yang besar, potensi kecurangan dan penyelewengan tentu ada,” tegasnya.
TRUTH juga, kata Jupri, mendukung langkah Masyarakat Anti Korupsi Indonesi (MAKI) yang melaporkan dugaan potensi korupsi pada penggunaan BPO Gubernur Banten dan Wakil Gubernur Banten ke Kejati Banten. Tentu saja ini juga sebagai pintu masuk untuk membongkar praktik penggunaan BPO di provinsi lain. Tidak hanya itu, hal ini juga perlu diusut tuntas hingga tingkat Bupati dan Walikota di seluruh Indonesia.
“Ini sebagaian langkah dari masyarakat dalam ikut serta mengawasi penggunaan anggaran yang bebas dari korupsi,” pungkasnya. (aditya)