SATELITNEWS.ID, SERANG—Warga menolak lingkungan tempat tinggalnya ditempati oleh tim medis Rumah Sakit Umum (RSU) Banten, dengan alasan takut tertular virus korona (Covid-19). Diketahui, sejak Rabu lalu pemprov menetapkan RSU Banten sebagai rumah sakit khusus pasien korona atau pusat rujukan dari rumah sakit yang ada.
Salah seorang tenaga medis RSU Banten yang identitasnya minta dirahasiakan kepada wartawan, Kamis (26/3) mengungkapkan, dia bersama rekan-rekannya kesulitan mencari tempat kost (sewa kamar) agar bisa fokus bekerja. “Saya dan kawan-kawan tidak dapat kosan. Alasan pemilik kostan khawatir ada penularan, setelah tahu kami bekerja menangani pasien Covid-19,” katanya.
Ia mengungkapkan, lantaran tak kunjung mendapat kosan akhirnya dia terpaksa pulang pergi dari tempatnya bekerja ke rumahnya. Di sana dia tinggal bersama suami dan anak-anaknya.
Dia juga sempat berpikir untuk menggunakan jasa angkutan daring tapi dia merasa tak tega. Alasannya sama, dia tak ingin menulari pengemudi angkutan daring dan penumpang lainnya. Pola kerja yang sesuai standar keamanan pasien infeksius seperti 14 hari kerja, 14 hari karantina dan 14 di rumah hanya tinggal wacana.
“Jujur saya takut menulari keluarga karena harus bolak-balik dengan kendaraan sendiri dari rumah sakit ke rumah bersama keluarga. Apa boleh buat karena tidak ada tempat khusus buat kami. Nggak ada angkutan antar jemput juga buat kami,” ungkapnya.
Diakuinya, kondisi semakin mengkhawatirkan setelah adanya pengunduran diri massal pegawai kebersihan. Akibatnya, beban kerja tenaga medis bertambah. “Sebelum efektif jadi RS Covid-19, ada sekitar 40 orang mundur kerja. Mereka semuanya tenaga outsourcing. Akibatnya kami yang harus membuang sendiri sampah medis. Dengan APD (alat pelindung diri), bayangkan harus berjalan sampai ke IPAL (instalasi pegelolaan air limbah),” ungkapnya.
Terkait hal itu, dia meminta agar Pemprov Banten bisa lebih memerhatikannya. Diharapkan menyediakan fasilitas yang baik sehingga tidak terjadi penularan yang semakin luas. “Kami tidak meminta fasilitas nyaman, tapi kami minta penuhi saja standar keamanan supaya penularan tidak semakin luas,” harapnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten Ati Pramudji Hastuti menjelaskan, awalnya saat RSU Banten dijadikan RS pusat rujukan korona adalah menggunakan konsep karantina seluruhnya bagi tenaga medis. Akan tetapi, secara teknis ketika sudah ada pemisahan zona infeksius dan non infeksius maka konsep awal yang disiapkan tidak dilakukan. “Maka tidak perlu melakukan karantina dua bulan pun itu sudah aman. Apalagi selama melaksanakan tugas sudah menggunakan APD secara lengkap,” ujarnya.
Ia menjelaskan, mereka yang ingin tetap melaksanakan isolasi diri setelah melaksanakan tugas, pemprov telah menyediakan fasilitasnya. Mereka bisa menggunakan bangunan di Pendopo Lama Gubernur Banten di Jalan Brigjen KH Syam’un, Kota Serang.
“Ada beberapa petugas yang ingin dikarantina, tidak pulang ke rumah masing-masing. Kami menyediakan karantina ruangan untuk mereka melakukan isolasi sendiri yaitu sebuah tempat di pendopo lama. Seluruhnya bisa digunakan untuk mereka. Di sana sudah ada tempat tidur AC dan lain sebagainya sudah komplet,” katanya.
Ati juga menjamin, sangat memerhatikan standar operasional prosedur (SOP) saat menjadikan RSU Banten sebagai RS pusat rujukan korona. Setiap detail telah dikoordinasikan dengan berbagai lembaga dan juga Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Kami tidak sembaragan, kami terus melaksanaan rapat dengan IDI (Ikatan Dokter Indonesia), dengan persatuan RS, dengan beberapa perhimpunan dokter spesialis dan juga Kemenkes. Dari sisi keamanan dan sebagainya sudah sesuai SOP yang ada,” pungkasnya. (rus/dm/bnn)
Diskusi tentang ini post