SATELITNEWS.ID,TANGERANG—Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di Kota Tangerang dalam waktu dekat ini akan memasuki tahap pembangunan. Hal itu setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang melakukan uji publik beberapa waktu lalu.
Tahap selanjutnya adalah penandatanganan kontrak kerja sama antara Wali Kota Tangerang, Arief Wismansyah dengan perusahaan pemenang tender proyek ini yakni PT Oligo Infrastruktur Indonesia (OII). Baru selanjutnya, tahap pembangunan.
Namun demikian belum dijelaskan rupa dari teknologi yang akan digunakan dalam proyek ini. Secara umum, terdapat tiga teknologi yang diaplikasikan.
Demikian diungkapkan oleh Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Dadang Basuki. Teknologi tersebut yakni materials recovery facility (MRF), Mesin Pembangkit Listrik dan Anaerobik digester. Dadang menjelaskan MRF merupakan mesin pemilahan sampah antara organik dan anorganik. Mesin tersebut akan diletakkan di TPA Rawa Kucing.
“Nanti antara organik, anorganik, anorganik nanti juga dipilah pilah, ada yang plastik, logam, kaleng. Itu nanti ada di rawa kucing. Produknya itu nanti jadi RDF (Refuse-derived fuel),” ujarnya Jumat, (4/3/2022).
RDF ini kata Dadang merupakan bahan bakar untuk teknologi kedua yakni mesin pembangkit listrik. Mesin tersebut berada di Wilayah Kecamatan Jatiuwung.
Kemudian, teknologi ketiga yakni anaerobik digester (AD). Ini merupakan teknologi yang memanfaatkan proses biologis dimana bahan organik oleh mikroorganisme anaerobik terurai dalam ketiadaan oksigen terlarut.
“Nah kan waktu sampah masuk dipilah yah , ada anorganik dan organik. Yang organiknya itu masuk ke anaerobik digester itu lokasinya masih di rawa kucing juga. Itu dibusukkanlah, menghasilkan gas metan, gas metannya ditangkep, dialirkan untuk menjadi listrik,” jelas Dadang.
Sehingga terdapat dua cara dalam menghasilkan listrik di PSEL ini. Yakni dengan menggunakan RDF yang dibakar dan gas metan.
“Kan ditampung, gas metan dialirkan ke gas engine, nanti gas engine menghasilkan listrik. Jadi ada dua, di Rawa Kucing Melalui proses AD dan satu lagi di Jatiuwung dari bahan RDF tadi,” kata Dadang.
Namun tak semua sampah dijadikan listrik. Sebagian sampah anorganik akan didaur ulang. Sehingga, sampah yang dihasilkan Kota Tangerang dapat berkurang.
Dadang menjelaskan listrik yang diproduksi di PSEL ini kemudian akan dijual ke PLN. Melalui proses interkoneksi, dari PSEL, PLN kemudian mendistribusikan listrik tersebut.
“Setiap produksi listrik yang dihasilkan nanti PLN bayar, karena PLN beli, disanalah keuntungan investor,” kata Dadang.
Proses pembangunan proyek PSEL diperkirakan akan memakan waktu tiga tahun. Usai pembangunan, PSEL belum langsung difungsikan. Namun harus melalui proses test and commissioning untuk mencegah besarnya polusi.
“Asap atau buangan emisi harus memenuhi standar atau baku mutu yang berlaku. Artinya kita tidak akan mau mereka beroperasi kalau belum penuhi baku mutu,” jelasnya.
Diketahui, nilai investasi PT OII untuk proyek ini sebesar Rp 2,6 triliun dengan masa kontrak 25 tahun. Setelah 25 tahun semua aset PT OII di proyek ini akan diserahkan ke Pemkot Tangerang. Rencananya, proyek ini akan dibangun di wilayah Kecamatan Jatiuwung. Sedangkan, untuk pembakaran sampah menjadi RDF di Neglasari.
Dalam pengelolaan sampah, Pemkot Tangerang harus membayar Tipping fee sebesar Rp 310 ribu per ton sampah yang bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kendati, untuk tipping fee juga akan dibantu oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Nilai bantuan itu paling tinggi Rp 500 ribu per ton sampah. Bantuan yang berbentuk Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) ini baru akan didapat setelah Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah menandatangani kontrak kerja sama proyek itu. (irfan)