SATELITNEWS.ID, TANGERANG-Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang menegaskan kewenangannya hanya sebatas memberikan teguran kepada pabrik pengolahan oli bekas milik PT. Cheng Kai Lie di Kawasan Akong. Hal ini menjawab desakan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat agar DLHK menutup pabrik tersebut.
Kepala DLHK Kabupaten Tangerang, Achmad Taufik mengatakan, bahwa PT. Cheng Kai Lie saat ini sudah mendapat sanksi. Namun pihak PT sudah melakukan perbaikan, hanya saja tinggal menunggu evaluasi dari pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
“Perusahan tersebut kan sudah mendapatkan sanksi administratif dari KLHK RI, tetapi sudah diperbaiki juga, tinggal menunggu evaluasi,” kata Taufik kepada Satelit News, Kamis (10/3).
Taufik juga mengatakan, pihaknya hanya bisa memberikan teguran saja. Namun tidak memiliki wewenang untuk menutup perusahaan tersebut.
“Kami tidak memiliki wewenang untuk menutup, kebetulan saja memang perusahan itu ada di Kabupaten Tangerang. Apabila mereka melanggar perizinan, maka hal itu bukan ranah DLHK,” jelas Taufik.
Pasalnya, kata Taufik, AMDAL PT. Cheng Kai Lie ini diterbitkan oleh DLHK Provinsi Banten. Lalu kata dia, pemanfaatan limbah B3 diterbitkan oleh Kementerian LHK RI.
“Jadi ketika ada keresahan di masyarakat, kami tetap turun untuk melihat persoalan dan selanjutkan kami laporkan kepada pimpinan,” tegasnya.
Kepala Seksi Wasdal pada Bidang PPKL, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Tangerang, Sandi mengatakan, berdasatkan surat, KHLK memutuskan untuk penerapan sanksi administrasi kepada PT. Cheng Kai Lie yang berada di Kawasan Industri Mekar Jaya (Kawasan Akong), Desa Sukasari, Kecamatan Rajeg.
Dikarenakan kata Sandi, telah melakukan pelanggaran atau ketidaktaatan, dengan tidak melaksanakan kewajiban izin berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor S.6/Menlhk/Setjen/PLB.3/1/2019. Berupa perubahan kapasitas, yaitu Tanki (Storage tank) dimana semula 60.000 liter menjadi 300.000 liter. Lalu, tanki penampungan yang semula 5.000 liter menjadi 120.000 liter.
Selain itu, tentang pemenuhan kriteria kegiatan pemanfaatan limbah B3, KLHK juga menemukan, bahwa PT. Cheng Kai Lie tidak menempatkan limbah B3 oli bekas ini di tempat penyimpanan limbah. “KLHK RI menemukan, limbah B3 yaitu kerak oli hasil pemanasan ditempatkan diluar tempat limbah,” katanya.
Lanjut Sandi, KLHK juga memberikan sanksi karena PT. Cheng Kai Lie tidak melaksanakan kewajiban pengelolaan limbah B3, tidak melaksanakan kewajiban izin lingkungan terhadap penambahan alat produksi, tidak melaksanakan kewajiban pengendalian pencemaran air, tidak melaksanakan kewajiban pengendalian pencemaran udara, tidak melaksanakan pengelolaan sampah, dan tidak melaksanakan kewajiban pengelolaan B3.
“Banyak pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan oleh pihak KLHK, yang dilakukan oleh PT. Cheng Kai Lie,” jelasnya.
Sementara itu, salah satu Aktivis Lingkungan Hidup, yang tergabung dalam Himaputra, Nurhadi mengatakan, bahwa pencemaran yang dilakukan oleh PT. Cheng Kai Lie dianggap telah merugikan masyarakat dan merusak lingkungan. Dia berharap Pemerintah Kabupaten Tangerang segera melakukan pembinaan kepada perusahan-perusahan, khususnya PT. Cheng Kai Lie untuk mengikuti aturan sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Pemanfaatan Lingkungan Hidup (PPLH).
“Pencemaran yang dilakukan perusahaan tersebut amatlah merugikan, masyarakat di wilayah pesisir utara yang terkena dampak buruknya, dan membuat kualitas air Sungai Cirarab menjadi sangat buruk.
Kami berharap Pemda dalam hal ini melakukan pembinaan, sesuai dengan UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Pemanfaatan Lingkungan Hidup (PPLH),” jelasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Tangerang, Ahmad Supriadi meminta, agar Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang untuk melakukan rekomendasi penutupan pabrik yang diduga telah mencemari lingkungan dan mengganggu masyarakat.
“Kan sudah ada sanksi dari LHK RI, maka DLHK Kabupaten Tangerang seharusnya membuat rekom untuk penutupan usaha itu, kalau memang terbukti menyalahi aturan. Serta menindaklanjuti dengan melibatkan Dinkes, khawatir terjadi penyakit yang ditimbulkan akibat limbah,” tegas Supriadi kepada Satelit News, Rabu (9/3) lalu.
Sebelumnya diberitakan, masyarakat Desa Pisangan Jaya, Kecamatan Sepatan, selama dua bulan mengeluhkan aroma bau yang ditimbulkan oleh limbah pengolahan oli bekas. (alfian/aditya)