SATELITNEWS,ID,JAKARTA—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan SMKN 7 Tangerang Selatan pada 2017. Salah satunya adalah mantan Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten Ardius Prihantono selaku kuasa pengguna anggaran. Ardius sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten pada perkara dugaan korupsi pengadaan komputer UNBK tahun anggaran 2018.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (26/4) mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menyelesaikan proses penyelidikan dan penyidikan yang telah dimulai sejak Agustus 2021 lalu. Ketiga tersangka itu yakni Ardius Prihantono selaku kuasa pengguna anggaran dan dua pihak swasta Agus Kartono serta Farid Nurdiansyah.
Agus dan Farid langsung ditahan seusai diumumkan sebagai tersangka. Agus ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. Sementara Farid ditahan di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih. Sedangkan Ardius tidak ditahan karena sedang dalam tahanan Kejaksaan Tinggi Banten.
“KPK melakukan penahanan para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari terhitung 26 April 2022 sampai dengan 15 Mei 2022,” tutur Alex.
Alexander Marwata menjelaskan pada Oktober 2017, Ardius Prihantono selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten untuk pengadaan tanah menerima informasi calon lokasi tanah untuk pembangunan SMK 7 Tangsel dari tersangka Farid Nurdiansyah dan Imam Supingi. Nama terakhir adalah Kepala SMK 8 Tangsel yang juga Pengawas SMK Dindikbud Banten.
Ardius kemudian melakukan survei bersama Farid Nurdiansyah, Imam Supingi, Lurah Rengas Agus Salim dan Oka Kurniawan konsultan dari PT GBK. Lahan yang disurvei merupakan milik Sofya M Sujudi Rasyad dan Franki.
Setelah melakukan survei, Ardius selaku KPA diduga tidak menyusun hasil survei dalam berita acara. Kemudian, pada November 2017. Gubernur Banten membentuk tim koordinasi pengadaan tanah unit sekolah baru SMK/SMA Negeri di Banten. Ardius menjabat selaku sekretaris tim.
Pada bulan Desember 2017, Ardius menerima laporan penilaian tanah pengganti SMK 7 atas permintaan Dindikbud yang terletak di Kelurahan Rengas, Ciputat Timur. Lahan yang dinilai milik Sofya M Sujudi Rasyad dengan harga tanah 2,9 juta rupiah per meter per segi.
Menurut Alex, penilaian harga tanah itu mengabaikan kondisi akses utama menuju lahan yang tertutup tembok warga. Penilaian harga 2,9 juta rupiah dilakukan dengan asumsi jalannya lebar. Selain itu Ardius juga tidak melakukan pemaparan di hadapan tim koordinasi.
“Lokasi tanah tidak ada akses yang memadai. Ada tapi tidak lebih dari 1,5 hingga 2 meter. Tidak bisa dilalui mobil,”ungkap Alex.
Selanjutnya, masih di bulan Desember Tahun 2017, tersangka Agus Kartono menghadiri musyawarah untuk penggantian kerugian tanpa memiliki kuasa khusus dari Sofya M Sujudi Rasyad selaku pemilik tanah. Musyawarah hanya dihadiri Ardius, Agus Kartono dan Agus Salim.
Dari musyawarah itu disepakati bahwa lahan dihargai 2,9 juta rupiah meter per segi dengan luas lahan 5.969 meter per segi. Jumlah uang ganti rugi yang dibayarkan sebesar 17,8 miliar rupiah.
Menurut Alex, penyidik menduga Ardius telah memproses dan menandatangani terlebih dulu dokumen berita acara ganti rugi lahan pembangunan unit sekolah baru SMK 7 Tangsel. Selain itu Ardius juga menyerahkan kuitansi dengan penerima pembayaran Agus Kartono yang bukan pemilik tanah sah. Penyerahan kuitansi juga tidak dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak.
Dari hasil pembayaran itu, Agus Kartono kemudian mengirimkan uang sebesar 4,1 miliar kepada Sofya M Sujudi Rasyad. Sebelumnya, pada tahun 2013, Agus pernah membayar sebesar 3,2 miliar rupiah kepada Sofya terkait pembelian tanah. Sehingga total uang yang diterima Sofya M Sujudi Rasyad dari Agus Kartono sebesar 7,3 miliar rupiah.
Dari perbuatan para tersangka, kata Alex, terdapat beberapa pihak yang mendapatkan keuntungan sebagaimana hasil audit BPKB Perwakilan Provinsi Banten. Perbuatan itu juga menimbulkan kerugian negara sebesar 10,5 miliar rupiah.
“Ini diperoleh dari 17,8 miliar rupiah dikurangi 7,3 miliar rupiah yang diterima pemilik tanah sebenarnya. Siswa uangnya kemudian diterima Agus sebesar Rp9 miliar dan Farid sebesar 1,5 miliar rupiah,”ujar Alex.
Perbuatan para tersangka diduga melanggar UU Nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi kepentingan umum. Perpres 71 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi kepentingan umum. Peraturan Gubernur Banten 72 tahun 2014 tentang pedoman pengadaan tanah bagi kepentingan umum skala kecil di provinsi Banten dan Peraturan Kepala BPN RI tentang petunjuk teknis pengadaan tanah.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
“Penyidik masih akan melakukan pendalaman. Termasuk apakah ada peran lurah setempat. Saat ini lurahnya pasti menjadi saksi.
Kami juga akan mendalami terkait aset dua mobil yang disita. Aset yang dibeli dari uang hasil tindak pidana akan kami sita,”ungkap Alex. (gatot)