SATELITNEWS.ID,TANGERANG—Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pada Kementerian Perhubungan tak lagi melibatkan Pemkot Tangerang dalam merealisasikan program Transit Oriented Development (TOD) atau pembangunan berorientasi transit berkonsep kawasan pusat ekonomi di Terminal Poris Pelawad. BPTJ meninggalkan Pemkot karena dianggap tidak konsisten dalam hal penyediaan lahan sehingga menyandera proyek TOD.
Pernyataan itu diungkapkan Direktur Prasarana BPTJ, Jumardi. Menurut dia, perencanaan pembangunan dan pengembangan Terminal Poris Pelawad menjadi Transit Oriented Development dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 tahun 2018 tentang rencana induk transportasi Jabodetabek tahun 2018-2029. Dalam Perpres itu, Terminal tipe A tersebut dijadwalkan dibangun dan dikembangkan pada medio 2018-2019.
Namun ada sejumlah kendala yang dihadapi. Mulai dari desain awal TOD yang menyertakan gedung 42 lantai setinggi 115 meter hingga persoalan lahan.
Jumardi mengatakan proyek ini awalnya diprakarsai oleh PT Mina Transindo Totabuan. Pada konsepnya, akan didirikan bangunan 42 lantai setinggi 115 meter. Hal inilah yang menjadi kendala. Terminal Poris Plawad masuk dalam Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sehingga bangunannya hanya diperbolehkan maksimal setinggi 41 meter. Sehingga, rencana itu pun tertunda. PT Mina Transindo Totabuan kemudian mengundurkan diri.
“PT Mina itu menilai tidak layak secara ekonomi, secara finansial karena adanya pembatasan ketinggian di daerah terkait KKOP,” kata Jumardi, Kamis (9/6).
Meskipun investornya mundur, BPTJ tetap berupaya melakukan pengembangan dan pembangunan terminal sesuai amanat Perpres nomor 55 tahun 2018. Terminal Poris tetap dikembangkan sebagai kawasan komersial yang terintegrasi dengan terminal dan diharapkan terintegrasi dengan stasiun kereta api.
Menurut Jumardi, strategi BPTJ berbeda dari rencana awal. Jika awalnya rencana itu diinisiasi oleh pihaknya swasta, kini sepenuhnya digarap Kemenhub. Namun, tetap akan menggandeng pihak swasta.
Menurut dia, berdasarkan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) harus dilakukan berbagai kajian. Seperti uji kelayakan sampai identifikasi persoalan. Proses itu pun sudah dimulai sejak 2021 lalu.
“Apa persoalan yang terjadi di lapangan, aspek ekonomi, sosial, hukum semua dilihat. Kalau kita undang swasta itu harus clear and clean,” tuturnya.
Setelah melakukan kajian, BPTJ kata Jumardi mendapat kendala lagi. Yakni masalah aset atau lahan. Dia mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang enggan menyerahkan sepenuhnya lahan yang akan digunakan untuk TOD ini.
Kementerian Perhubungan awalnya akan membangun TOD di atas lahan seluas 4,5 hektar. Luas itu terdiri dari lahan Pemkot yang Tangerang saat ini difungsikan sebagai area Angkutan Antarkota Dalam Provinsi (AKDP) seluas 2,6 hektare. Lalu, lahan Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) milik Kemenhub seluas 1,9 hektare.
“Dulu waktu rencana awal itu kan luasnya sekitar 4,5 hektare. Terminal Poris yang melayani AKAP ditambah dengan AKDP itu yang akan dikelola dengan TOD,” kata Jumardi.
Menurut Jumardi, Pemkot Tangerang awalnya bersedia menyerahkan lahan seluas 2,6 hektare itu. Namun, berubah pikiran.
“Pemkot Tangerang berubah strateginya bahwa terminal yang melayani AKDP itu akan dikembangkan sendiri. Bahkan mereka punya rencana untuk pindahkan terminal atau membangun terminal baru di Alam Sutera,” jelasnya.
“Dalam konteks KPBU itu harus clear, tidak boleh tadi yang awalnya rencananya 4,5 hektare lalu di pertengahan jalan Pemda narik diri. Yang dua hektare (lahan) dia (Pemkot Tangerang) tetap mau kelola,” tambah Jumardi.
Atas sikap Pemkot Tangerang itu, BPTJ pun kembali mengubah kebijakannya. Kemenhub kata Jumardi pun bakal mengoptimalkan lahan seluas 1,9 hektare milik mereka untuk dijadikan TOD. Konsepnya tetap sama hanya ketinggian bangunan yang dikurangi. Dalam perencanaan tinggi TOD kini hanya 40 meter dari sebelumnya 112 meter.
Selain itu, BPTJ memutuskan untuk meninggalkan Pemkot Tangerang dalam pembangunan TOD. Bila awalnya berdasarkan Perpres nomor 55 tahun 2018 proyek itu menjadi tanggung jawab Pemkot Tangerang dan Kemenhub. Kini, dengan kendala yang terjadi tersebut kata Jumardi proyek ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kemenhub, dalam hal ini BPTJ.
“Nah kalau sekarang kita putuskan ya udahlah kita tinggalkan saja Pemda enggak konsisten. Bisa bilang oke, sekarang tidak. Kan ini menyandera kita untuk jalan,” tegasnya. (irfan)