SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Pemkot Tangerang menepis tudingan BPTJ soal tak mau menyerahkan lahan untuk pembangunan Transit Oriented Development (TOD) di Terminal Poris Plawad. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tangerang Wahyudi Iskandar menegaskan Pemkot Tangerang sangat mendukung rencana yang masuk dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 55 tahun 2018 tentang rencana induk transportasi Jabodetabek tahun 2018-2029 tersebut.
“Kita malah bingung dengan statement yang disampaikan itu, kita malah enggak faham. Yang pasti gini, kalau bicara lahan, itu bicara aset. Kalau bicara aset itu kan bicara Terminal Poris,” ujar Wahyudi Iskandar kepada Satelit News, Kamis (9/6).
Menurut Wahyudi, Pemkot Tangerang sudah menyerahkan aset terminal. Hal itu berdasarkan amanat UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan bahwa terminal tipe A akan dikelola langsung oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kemenhub.
“Kemudian terkait dengan ketersediaan lahan yang dimiliki oleh BPTJ itu yang kami serahkan 1,9 hektare (di Terminal Poris Plawad-red),” katanya.
Wahyudi menyatakan pembangunan TOD ini hanya terkendala karena Terminal Poris Plawad masuk dalam Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Gedung TOD yang akan dibangun setinggi 115 meter. Sedangkan, maksimal ketinggian gedung yang masuk kawasan KKOP 41 meter.
“Posisi gedung itu ketinggiannya tidak disetujui oleh Kemenhub sendiri,” tuturnya.
Wahyudi mengungkapkan luas lahan 1,9 hektare untuk pembangunan TOD sempit dan terkendala oleh standar KKOP. Maka, Pemkot Tangerang pun menyarankan untuk dipindahkan ke wilayah Alam Sutera. Kata dia, Pemkot Tangerang menyediakan lahan seluas 5 hektare untuk pembangunan TOD.
“Pak Wali Kota pernah bersurat (ke Kemenhub) menyampaikan saran (untuk pembangunan TOD) karena lahannya kecil (di terminal Poris Plawad). Kemudian terkendala sama KKOP. Bagaimana kalau TOD itu dibangun di posisi Alam Sutera lahannya cukup luas 5 hektare,” ungkapnya.
Menurut Wahyudi, saran itu disampaikan karena wilayah Alam Sutera yang strategis karena berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan. Kemudian, di Alam Sutera akan dibangun titik stasiun Mass Rapid Transit (MRT) berdasarkan perencanaan dalam berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 55 tahun 2018 tentang rencana induk transportasi Jabodetabek tahun 2018-2029.
“Sesuai dengan pandangan kami ada tempat yang lebih baik di Alam Sutera itu karena lebih strategis dari sisi perbatasan, MRT nah itu kan plus plus plus dari sebuah integrasi antar moda. Terintegrasi sama MRT kan cakep,” kata Wahyudi.
Namun, itu kata Wahyudi hanya sekadar saran. Apabila, Kemenhub tetap ingin membangun TOD di Terminal Poris Plawad, Pemkot Tangerang pun tetap akan mendukung.
“Kalau terkendala dengan lahan (di terminal Poris Plawad) kita justru tidak faham. Malah kita berikan solusi, kan disana lahannya sempit ya, kalau digabung enggak sampe 4 hektare. Maka kita kasih saran tapi kalau tetap di Poris ya monggo, itu sebuah pilihan,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pada Kementerian Perhubungan tak lagi melibatkan Pemkot Tangerang dalam merealisasikan program Transit Oriented Development (TOD) atau pembangunan berorientasi transit berkonsep kawasan pusat ekonomi di Terminal Poris Pelawad. BPTJ meninggalkan Pemkot karena dianggap tidak konsisten dalam hal penyediaan lahan sehingga menyandera proyek TOD. Pernyataan itu diungkapkan Direktur Prasarana BPTJ, Jumardi.
Kementerian Perhubungan awalnya akan membangun TOD di atas lahan seluas 4,5 hektar. Luas itu terdiri dari lahan Pemkot yang Tangerang saat ini difungsikan sebagai area Angkutan Antarkota Dalam Provinsi (AKDP) seluas 2,6 hektare. Lalu, lahan Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) milik Kemenhub seluas 1,9 hektare.
“Dulu waktu rencana awal itu kan luasnya sekitar 4,5 hektare. Terminal Poris yang melayani AKAP ditambah dengan AKDP itu yang akan dikelola dengan TOD,” kata Jumardi.
Menurut Jumardi, Pemkot Tangerang awalnya bersedia menyerahkan lahan seluas 2,6 hektare itu. Namun, berubah pikiran.
“Pemkot Tangerang berubah strateginya bahwa terminal yang melayani AKDP itu akan dikembangkan sendiri. Bahkan mereka punya rencana untuk pindahkan terminal atau membangun terminal baru di Alam Sutera,” jelasnya.
“Dalam konteks KPBU itu harus clear, tidak boleh tadi yang awalnya rencananya 4,5 hektare lalu di pertengahan jalan Pemda narik diri. Yang dua hektare (lahan) dia (Pemkot Tangerang) tetap mau kelola,” tambah Jumardi.
Atas sikap Pemkot Tangerang itu, BPTJ pun kembali mengubah kebijakannya. Kemenhub kata Jumardi pun bakal mengoptimalkan lahan seluas 1,9 hektare milik mereka untuk dijadikan TOD. Konsepnya tetap sama hanya ketinggian bangunan yang dikurangi. Dalam perencanaan tinggi TOD kini hanya 40 meter dari sebelumnya 112 meter.
Selain itu, BPTJ memutuskan untuk meninggalkan Pemkot Tangerang dalam pembangunan TOD. Bila awalnya berdasarkan Perpres nomor 55 tahun 2018 proyek itu menjadi tanggung jawab Pemkot Tangerang dan Kemenhub. Kini, dengan kendala yang terjadi tersebut kata Jumardi proyek ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kemenhub, dalam hal ini BPTJ.
“Nah kalau sekarang kita putuskan ya udahlah kita tinggalkan saja Pemda enggak konsisten. Bisa bilang oke, sekarang tidak. Kan ini menyandera kita untuk jalan,” tegasnya. (irfan)