SATELITNEWS.ID, TANGERANG—KPK mengincar aset Direktur PT Arta Niaga Nusantara (ANN) Melia Boentaran di Tangerang dan Surabaya untuk disita. Penyitaan akan dilakukan untuk menutup kerugian negara kasus korupsi proyek jalan di Bengkalis, Riau.
Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), Melia divonis 4 tahun penjara, membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 114,5 miliar.
“Dalam berkas perkara, ada beberapa aset bangunan yang sudah disita dan sesuai tuntutan jaksa dirampas untuk negara, disetujui dalam putusan MA,” kata Jaksa KPK, Takdir Suhan.
Melia divonis bersalah melakukan korupsi bersama suaminya, Handoko Setiono yang menjabat komisaris PT ANN. MA menjatuhkan vonis serupa kepada Handoko. Namun khusus uang pengganti, hanya dibebankan kepada Melia. Jika dia tidak bisa membayarnya, asetnya akan disita dan dilelang. Jika asetnya tidak mencukupi diganti pidana penjara selama 1 tahun.
Takdir mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah menyita aset milik terpidana berupa tanah dan bangunan yang berada di Surabaya dan Tangerang. “Perkiraan baru Rp 60 miliar, karenanya nanti akan ditagih juga,” jelasnya dikutip dari rm.id.
Terpidana diduga masih mempunyai aset banyak, lantaran rekam jejaknya dalam dunia usaha. “Pengusaha Surabaya gitu lho,” katanya.
Sebelumnya, MA mengabulkan kasasi jaksa KPK. Melia Boentaran dan Handoko Setiono divonis bersalah dalam perkara korupsi proyek peningkatan Jalan Lingkar Bukit Batu Siak Kecil, Bengkalis Tahun Anggaran 2013-2015.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, putusan MA mengakomodir tuntutan jaksa. Termasuk jumlah kerugian keuangan negera dan uang penggantinya.
KPK mengapresiasi majelis hakim dalam upaya perampasan harta kekayaan para pelaku korupsi untuk pemulihan kerugian keuangan negara. Ini perlu diterapkan sebagai shock therapy.
“Utamanya kepada para rekanan dan penyelenggara negara agar tidak melakukan tindakan koruptif,” kata Ali.
Ia menjelaskan, kasasi diajukan karena pada putusan pengadilan tingkat pertama dan banding, majelis hakim tidak mengabulkan tuntutan uang pengganti.
PT ANN menjadi pemenang paket proyek jalan Bukit Batu Siak Kecil pada tahun 2013-2015. Adapun kerugian dalam proyek ini mencapai Rp 114 miliar. Total nila proyek Rp 317 miliar.
Dalam tuntutannya, jaksa KPK mengutarakan detail penyimpangan proyek tersebut. Mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan pekerjaan.
PT ANN awalnya tidak termasuk dalam daftar perusahaan yang akan mengerjakan 4 paket proyek jalan multi years. Proyek jalan yang dikerjakan PT ANN yakni jalan Bukit Batu-Siak Kecil adalah salah satu bagian dari proyek jalan multi years tersebut.
Ternyata, Bupati Bengkalis Herliyan Saleh dan Ketua DPRD Bengkalis Jamal Abdillah sudah lebih awal mengatur perusahaan pemenang, meski tender belum dilakukan.
Sejumlah perusahaan telah menyetor uang muka fee melalui Ribut Susanto, orang dekat Bupati Herliyan Saleh. Herliyan dan Ribut kini sudah dipenjara.
Melia dan suami berjanji membantu Herliyan Saleh untuk mendapatkan dukungan dalam Pilkada Bengkalis tahun 2015.
Herliyan ingin melanjutkan periode kedua kepemimpinannya di Bengkalis. Namun akhirnya kalah dan digantikan Amril Mukminin.
Belakangan, Amril Mukminin terjerat dalam kasus korupsi suap proyek jalan di Bengkalis yang masih terkait dengan proyek multi years ini.
Kedua terpidana mencari cara untuk bisa ikut dalam lelang. Padahal, PT ANN tidak memenuhi persyaratan karena tidak memiliki peralatan yang mencukupi serta syarat administrasi pendukung yang tidak lengkap.
Namun, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bengkalis, Muhamad Nasir saat itu tetap meminta agar panitia lelang mengikutsertakan PT ANN. Bahkan akhirnya PT ANN ditunjuk sebagai pemenang lelang.
“Seharusnya PT ANN digugurkan dalam proses lelang karena tidak memenuhi persyaratan. Namun, justru ditetapkan sebagai pemenang lelang,” demikian petikan surat tuntutan jaksa KPK.
Dalam pelaksanaannya menurut jaksa KPK, PT ANN ternyata mengalihkan pekerjaan pada sejumlah kontraktor lokal di Bengkalis. Padahal, pengalihan pekerjaan itu tanpa persetujuan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek.
PT ANN tidak mengerjakan proyek tersebut secara langsung, namun memecah-mecah kegiatan kepada sejumlah kontraktor lokal.
Dalam melakukan pengurusan laporan hasil pekerjaan, terdakwa juga memberikan sejumlah uang kepada tim Serah Terima Sementara Pekerjaan (Provisional Hand Over) dan pemeriksaan hasil pekerjaan.
Tujuannya agar proyek bisa diserah-terimakan tanpa adanya persoalan. Dalam kenyataannya, ahli yang memeriksa proyek ini banyak menemukan penyimpangan, baik dari volume pekerjaan maupun spesifikasi hasil proyek.
Kedua terdakwa juga secara aktif mengeluarkan uang untuk keperluan sejumlah pertemuan dan pengurusan proyek ini. Misalnya biaya hotel dan perjalanan yang dilakukan oleh sejumlah pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bengkalis.
Selain itu, kedua terdakwa juga kerap ‘menyiram’ uang kepada hampir seluruh pegawai yang terlibat dalam proses lelang, pengawasan dan konsultan proyek ini. Sejumlah uang tersebut kini sudah dikembalikan ke negara dan dijadikan barang bukti perkara ini.
Dalam kasus ini, mantan Kepala Dinas PU Bengkalis yang kemudian menjadi Sekda Kota Dumai, Muhamad Nasir sudah ditetapkan sebagai tersangka. Meski demikian, dalam surat tuntutan jaksa sejumlah nama pejabat di Dinas PU Bengkalis disebutkan juga menerima uang dari terdakwa. (gatot)