SATELITNEWS.ID, TANGERANG-Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang mencatat, sebanyak 8.704 anak menderita stunting atau kondisi telat tumbuh pada anak usia balita. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, diantaranya kemiskinan dan pola hidup yang tidak sehat.
Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat pada Dinkes Kabupaten Tangerang, Sri Indriyani mengatakan, bahwa kasus stunting di tahun 2022 mengalami penurunan, Jika dibandingkan dengan tahun 2021 dengan mencapai 11.083 anak.
“Untuk jumlah stunting saat ini ada 8.704 anak dari yang diukur kepada 187.483 anak. Sementara di tahun 2021 lalu tercatat 11.083 anak dari 212,743 anak,” kata Sri Indriyani kepada Satelit News, Senin (27/6).
Menurut Indri, berdasarkan hasil riset kesehatan, dasar kemunculan kasus gagalnya tumbuh kembang pada anak atau balita ini, disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya spesifik dan sensitif.
Lanjut Indri, untuk kategori spesifik, yaitu disebabkan kekurangan gizi kronis sejak masa kehamilan sampai balita usia dua tahun, yang ditandai dengan tumbuh anak lebih pendek dibandingkan anak pada umumnya. Faktor tersebut kata dia dapat menyumbang dampak stunting sebesar 30 persen.
“Jadi faktor spesifik itu disebabkan oleh kondisi kesehatan. Mulai dari masa remaja putri sampai 1.000 hari pertama kehidupan untuk janinnya, sampai umur dua tahun dari kelahiran,” ujarnya.
Sedangkan untuk kategori sensitif, merupakan dampak dari luar kondisi kesehatan mulai dari kondisi ekonomi, budaya, pola asuh anak, pengetahuan orang tua dalam memberikan gizi, serta kondisi lingkungan yang ada.
“Dan faktor sensitif itu menyumbangkan 70 persen penyebab munculnya stunting,” tuturnya.
Kendati demikian, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang saat ini terus berupaya menekan angka kasus stunting tersebut, dengan melakukan edukasi kesehatan reproduksi dan gizi secara terpadu kepada remaja dan masyarakat sekitar.
“Mulai dari pelajar tingkat SMP/Mts, SMA/SMK yang diberikan penambah darah dan vitamin. Sehingga ketika akan menikah tingkat kesehatannya sudah memadai,” imbuhnya.
Selain memberikan edukasi kesehatan, pihaknya juga melakukan kerjasama dengan pengadilan agama setempat, terkait program “Caplinkasep” yaitu calon pengantin keadaan sehat dan prima sebagai pemberian bimbingan.
“Jadi nantinya setiap desa akan memastikan calon pengantin baru akan dilakukan pemeriksaan kesehatannya. Nanti setelah proses itu dilalui, akan mendapatkan sertifikat kesehatan,” kata Indri.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Muchlis menambahkan, ketika si ibu yang sedang mengandung, diwajibkan untuk memeriksakan kandungannya minimal 6 kali.
“Hal itu untuk memonimalisir terjadinya bayi lahir dengan berat badan rendah. Normalnya, bayi yang sehat lahir dengan berat 2.500 gram. Dibawah itu dinyatakan berat badan kurang,” katanya.
Ketika masyarakat telah memiliki balita, kata Muchlis, maka diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan berat badan dan panjang badan, satu bulan sekali. Hal tersebut dilakukan agar Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang bisa melakukan pendeteksian secara dini terhadap balita yang diduga stunting.
“Ketika diketahui maka akan segera dilakukan penanganan, agar pertumbuhan balita bisa normal kembali,” pungkasnya. (alfian/aditya)